Anggit Kuncoro Aji,
TINGKAT pengangguran terbuka (TPT) pada Februari 2021 tercatat sebanyak 6,26% dari total angkatan kerja 139,81 juta orang. Indikator ini membaik sekitar 0,81 persen poin dibandingkan dengan capaian pada Agustus 2020, yakni TPT sebanyak 7,07% dari total angkatan kerja 138,22 juta.
Perbaikan angka TPT ini bisa terjadi karena penduduk Indonesia banyak yang beralih ke jenis pekerjaan lainnya. Pada Februari 2021 terjadi peningkatan pada penduduk yang bekerja paruh waktu sebanyak 3,74 juta orang dan kenaikan penduduk yang bekerja Informal sebanyak 2,64 juta orang. (BPS, 2021).
Data tersebut menunjukkan adanya pergeseran pekerjaan penduduk Indonesia ke skema freelance. Adapun freelance adalah cara kerja sendiri, tidak terikat jam kerja, dan biasanya memiliki keahlian tertentu. Dengan demikian, pekerja informal dan paruh waktu masuk dalam definisi tersebut.
Menurut laporan Emerging Global Labor dari McKinsey (2018), Indonesia merupakan berada di posisi ke-16 dalam daftar negara dengan perekonomian terbesar dengan 55 juta pekerja profesional. Jumlah pekerja profesional di Indonesia diproyeksi akan meningkat menjadi 113 juta orang pada 2030.
Hal tersebut selaras dengan data BPS pada Februari 2021 yang menunjukkan jumlah pekerja Informal Indonesia sebanyak 78,14 juta orang atau mengambil porsi 59,62% dari angkatan kerja. Adapun jumlah pekerja paruh waktu sebanyak 35,50 juta orang. Â
Kondisi yang terjadi juga didukung dengan makin berkembangnya situs freelance di Indonesia. Dengan situs ini, masyarakat bisa mencari, menawarkan, memperoleh, mengerjakan, dan dibayar hanya dari rumah serta tidak terikat oleh jam kerja (Pebrianto 2020).
Situs freelance juga membuat transaksi yang terjadi menjadi borderless. Pengguna dan penyedia jasa freelancer bertransaksi tanpa terbatas negara dengan waktu yang singkat. Situs ini juga memudahkan freelancer mencari pekerjaan/proyek atau menawarkan jasanya.
Seorang freelancer yang dahulunya menawarkan jasa secara langsung ke pengguna jasa, kini tinggal mengunggah informasi atau memasukkan penawaran pada pekerjaan yang diunggah oleh pengguna jasa  (Prawiro 2020).
Pengguna jasa juga dimudahkan dengan hadirnya situs freelance. Saat ini, apabila membutuhkan jasa tertentu, pengguna jasa tinggal melakukan pencarian pada situs. Setelah itu, situs akan memunculkan banyak daftar freelancer dari seluruh Indonesia bahkan dunia yang menawarkan jasa yang dibutuhkan.
Perusahaan juga bisa membandingkan reputasi freelancer dengan data yang disediakan. Mereka bisa juga mencari penawaran terbaik dari deskripsi serta harga yang dicantumkan.
Penghasilan freelancer bergantung pada volume, satuan, dan nilai suatu pekerjaan (Gadjian 2019). Hal ini membuat penghasilan setiap bulannya tidak tentu. Sebagai contoh, seorang fotografer dibayar Rp5 juta untuk satu acara tertentu, seorang sutradara dibayar Rp35 juta per filmnya, atau seorang desainer interior dibayar Rp250.000 per meter ruangan. Apabila dirata-rata, penghasilan seorang freelancer di Indonesia adalah sebesar Rp4 juta setiap bulannya  (Lianovanda 2021).
Berkembangnya dunia freelance merupakan tantangan baru bagi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) selaku pihak yang diberi kewenangan memungut pajak. Bergesernya pekerjaan masyarakat ini membuat pelaksanaan kewajiban perpajakannya juga berubah.
Sebagai pekerja di suatu perusahaan, kewajiban perpajakannya dilakukan dengan pemotongan PPh Pasal 21/26 oleh perusahaan. Pada akhir tahun, ada penghitungan kembali sebelum dilaporkan pada SPT Tahunan. Namun, seorang freelancer yang mencatat, menghitung, membayar, memperhitungkan, dan melaporkan pajaknya sendiri.
Pergeseran ini membuka peluang besar terjadinya tax avoidance dan tax evasion para freelancer. Sebab, tidak ada kewajiban bagi pengguna jasa freelance untuk melaporkan pembukuan atau pencatatannya ke DJP.
Hal ini terjadi karena pengguna jasa tidak hanya perusahaan dalam negeri atau badan usaha tetap (BUT), tetapi juga perusahaan atau orang luar negeri. Pelaksanaan kewajiban pajak secara self assesment dilakukan sepenuhnya freelancer. Asas Conveniance of Payment dalam pemungutan pajak yang dirumuskan Adam Smith tidak dapat dilaksanakan.
Proses bisnis dari situs freelance hampir mirip dengan marketplace. Keduanya sama-sama platform perantara yang mempertemukan antara produsen/penyedia jasa dengan calon konsumen. Berbeda dengan marketplace yang memuat transaksi berupa barang dan jasa, situs freelance hanya berupa jasa.
Jenis platformnya bisa sama, yakni berupa situs web atau aplikasi pada gawai. Dengan demikian, transaksi dalam situs freelance termasuk dalam perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) sebagaimana diatur dalam Perpu 1/2020 yang telah diundangkan melalui UU 2/2020. Hal ini dikarenakan transaksi berjalan melalui serangkaian perangkat dan prosedur elektronik.
Sesuai dengan Pasal Pasal 6 UU 2/2020, menteri keuangan mempunyai kewenangan untuk menetapkan tata cara dan penunjukkan dalam pelaksanaan PMSE. Dengan demikian, dari sisi aturan perundangan dimungkinkan untuk menunjuk penyedia situs freelance sebagai penyelenggara PMSE yang melakukan pemungutan/pemotongan pajak.
Pajak yang dimaksud adalah pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh) Pasal 26 atas jasa freelance yang disediakan oleh subjek pajak luar negeri yang dimanfaatkan di Indonesia.
Hadirnya situs ini membuat penyediaan jasa freelance makin borderless. Dengan penunjukkan penyedia situs freelance sebagai pemungut/pemotong pajak, potensi pajak yang hilang dari transaksi dengan freelancer luar negeri penyedia jasa untuk dimanfaatkan di Indonesia bisa diminimalisasi.
Untuk penyedia jasa freelance yang merupakan subjek pajak dalam negeri memang tidak masuk dalam UU tersebut. Oleh karena itu, diperlukan aturan baru untuk menunjuk penyelenggara PMSE melakukan pemotongan PPh Pasal 21 terhadap freelancer yang merupakan subjek pajak dalam negeri.
Mengingat pengguna jasa di situs freelance banyak yang berasal dari luar negeri, pengawasan kewajiban perpajakan para freelancer Indonesia akan sulit untuk dilakukan. Hal ini dikarenakan perusahaan luar negeri tidak memiliki kewajiban untuk melaporkan pencatatan atau pembukuannya ke DJP.
Oleh karena itu, ditunjuknya penyedia situs freelance sebagai penyelenggara PMSE yang memotong PPh Pasal 21 akan meminimalkan potensi pajak yang hilang dan melaksanakan asas Convenience of Payment dalam pemungutan pajak.
*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis DDTCNews 2021. Lomba diselenggarakan sebagai bagian dari perayaan HUT ke-14 DDTC. Anda dapat membaca artikel lain yang berhak memperebutkan total hadiah Rp55 juta di sini.