DDTC ACADEMY - EXCLUSIVE SEMINAR

Simak Konsep Penafsiran Hukum dalam Sengketa Pajak di Seminar Ini!

Redaksi DDTCNews
Kamis, 25 Agustus 2022 | 13.21 WIB
Simak Konsep Penafsiran Hukum dalam Sengketa Pajak di Seminar Ini!

Exclusive Seminar berjudul Metode Interpretasi Hukum dan Asas-Asas Hukum di Pengadilan Pajak.

MENCARI tahu makna dari suatu ketentuan untuk menemukan jawaban dari persoalan perpajakan, itulah yang dilakukan para praktisi pajak dalam kehidupan pekerjaannya sehari-hari. Misalnya, untuk keperluan proses litigasi.  

Pertanyaannya adalah: bagaimana caranya? Apa saja sumber-sumber hukum materiil untuk menemukan arti dari ketentuan? Bagaimana interpretasi ketentuan perundang-undangan perpajakan itu dilakukan untuk menjawab persoalan perpajakan sehari-hari? 

Dalam praktik hukum pajak, pengetahuan untuk menerapkan correct interpretation atas ketentuan perpajakan adalah ketrampilan utama. Kata dan frasa dalam kalimat-kalimat ketentuan di dalam materi muatan peraturan perundang-undangan perpajakan harus diartikan agar 'nyata' untuk diterapkan. Namun, tidak selalu mudah untuk melakukannya.

Sebagaimana yang dikutip oleh Darussalam dan Septriadi dari Frans Vanistendael dalam buku Membatasi Kekuasaan untuk Mengenakan Pajak (2006), hal itu juga ditunjukkan dari separation of powers di bidang perpajakan bahwa pembuat undang-undang membuat undang-undang dan kemudian 'meninggalkan' ruang bagi pengadilan untuk melakukan penafsiran. 

Lantas, apa saja metode penafsiran yang umumnya digunakan oleh hakim dalam memutus sengketa perpajakan? Dalam ilmu hukum, setidaknya terdapat 4 metode penafsiran yang dapat digunakan (R. Soeroso, 2018). 

Pertama, penafsiran gramatikal atau penafsiran menurut tata bahasa. Kedua, penafsiran historis atau metode penafsiran makna undang-undang dengan jalan meneliti perubahan-perubahan dalam peraturan perundang-undangan dan legal background dari perubahan tersebut.

Ketiga, penafsiran sistematis atau metode penafsiran peraturan perundang-undangan dengan menghubungkan suatu ketentuan dengan ketentuan lain dalam undang-undang yang sama atau dengan ketentuan dalam undang-undang lain yang berkaitan.

Keempat, penafsiran teleologis atau purposive, yaitu metode penafsiran undang-undang sesuai dengan maksud dan tujuan dari pembentuk undang-undang. 

Tidak hanya melalui metode penafsiran saja, arti dari suatu kata atau frasa dalam ketentuan perundang-undangan dapat ditentukan dari konstruksi hukum atas ketentuan perundang-undangan perpajakan. 

Sebagai catatan, konstruksi hukum ini kadang menimbulkan kontroversi: apakah penafsiran berbasis analogi   tidak akan pernah dapat diterapkan dalam menafsirkan ketentuan perpajakan, sedangkan menurut undang-undang perpajakan bahwa prinsip yang perlu dipegang teguh dalam perpajakan adalah pemberian perlakuan yang sama? 

Di sisi lain, ada kalanya pembuat undang-undang membuat aturan berbasis contoh yang berguna sebagai alat bantu untuk memahami maksud dari ketentuan perpajakan. Dalam praktik, example-based tax regulation ini dapat ditafsirkan secara ekstensif, tetapi juga kadang diartikan secara restriktif. 

Selain memahami metode dan konstruksi hukum, diperlukan juga pengetahuan terkait doktrin dan asas-asas hukum dalam menafsirkan ketentuan perundang-undangan perpajakan

Misalnya, doktrin ejusdem generis bahwa to things or matters of the same genus as the preceding particular words berguna untuk menjelaskan (explanatory) atau menentukan (prescriptive) kesamaan kelompok, karakter, atau jenis dari suatu penghasilan yang dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan PPh. 

Di samping itu, asas-asas terkait perundang-undangan dalam UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dapat menjadi panduan dalam menafsirkan ketentuan perundang-undangan perpajakan. Atau, asas-asas hukum yang dikenal secara umum, misalnya lex specialis/superior/posterior derogat legi generali/inferior/prior

Asas hukum pajak yang juga dikenal dan dapat digunakan secara spesifik, seperti substance over form principle dalam ketentuan anti-tax avoidance, 'perlakuan yang sama' dalam ketentuan PPh, atau proportionality principle dalam pengenaan sanksi perpajakan. Di bidang PPN, neutrality principle dapat digunakan untuk mempertahankan hak untuk melakukan pengkreditan pajak masukan. 

Selain itu, asas-asas umum pemerintahan yang baik yang diatur dalam UU Administrasi Pemerintahan relevan dalam melakukan penafsiran terhadap ketentuan prosedural perpajakan. Misalnya, untuk mempertahankan dalil hukum mengenai konsistensi ketetapan pajak berdasarkan landasan keajegan sebagaimana yang dimaksud dalam definisi 'asas kepastian hukum' di dalam UU Administrasi Pemerintahan. 

Dengan memahami berbagai metode penafsiran ketentuan perpajakan, para praktisi hukum pajak dapat menyusun argumen hukum yang tepat sasaran. Atau setidaknya sesuai dengan ordinary meaning, kontekstual, dan maksud dan tujuan dari ketentuan perpajakan. 

Harapannya, pemahaman mengenai berbagai metode interpretasi dapat menjadi bekal bagi semua pihak dalam menyelesaikan sengketa pajak. Terutama dalam sengketa perpajakan yang bersifat yuridis, keterampilan untuk melakukan penafsiran ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan akan sangat berguna.

Selain itu, pemahaman tentang berbagai metode penafsiran ketentuan perpajakan akan bermanfaat bagi para pihak yang bersengketa di pengadilan pajak, khususnya untuk membantu menghasilkan putusan pengadilan pajak yang didasarkan pada penafsiran dan penerapan ketentuan perundang-undangan perpajakan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 78 UU pengadilan pajak dan penjelasannya.

Untuk memperdalam pemahaman mengenai berbagai metode penafsiran, pada Sabtu, 17 September 2022, DDTC Academy mengadakan Exclusive Seminar berjudul Metode Interpretasi Hukum dan Asas-Asas Hukum di Pengadilan Pajak.

Topik yang dibahas antara lain:

  • Teknik Interpretasi Hukum dalam Sengketa Pajak

  • Doktrin dalam Interpretasi Hukum Pajak (Golden Rules, ejusdem generis, noscitur a sociis, dan expressio unius est exclusio alterius)

  • Macam-macam Asas Hukum dan Penggunaannya dalam Sengketa Pajak (Proportionality Principle, Asas Lex Superior Derogat Legi Inferiori, Asas Lex Specialis Derogat Legi Generali, Asas Lex Posterior Derogat Legi Priori, dan lain-lain)

  • Pembahasan Studi Kasus Nyata

Untuk melengkapi pemahaman dan pengalaman yang diperoleh oleh peserta, seminar ini  dilengkapi dengan pembahasan mengenai kasus di pengadilan pajak yang terjadi secara nyata. Selain itu, kedua narasumber juga akan berbagi pengalamannya dalam melakukan berbagai penafsiran hukum dalam menghadapi sengketa di pengadilan pajak.

Materi seminar akan dibawakan secara langsung oleh dua expert DDTC, yakni Senior Partner DDTC Danny Septriadi dan Senior Manager of Tax Compliance and Litigation Services DDTC Ganda Christian Tobing. 

Danny Septriadi merupakan ahli transfer pricing yang terpilih sebagai highly regarded international leader di bidang transfer pricing di Indonesia oleh International Tax Review (ITR) dan menjadi salah satu world’s leading transfer pricing advisers 2015-2019 oleh Expert Guides.

Danny berpengalaman sebagai saksi ahli dalam sengketa arbitrase di London, Inggris dan saksi ahli transfer pricing di pengadilan pajak Indonesia. Tidak hanya aktif sebagai praktisi, Danny juga seorang akademisi yang aktif mengajar di Program Studi Magister Akuntansi (MAKSI) FEB UI dan Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera. 

Narasumber kedua, yaitu Ganda Christian Tobing merupakan profesional DDTC yang telah mengantongi berbagai sertifikat serta lisensi domestik, di antaranya kuasa hukum pengadilan pajak dan konsultan pajak. Tobing adalah praktisi berpengalaman dalam proyek-proyek penyelesaian sengketa pajak.

Tobing juga aktif sebagai pembicara dalam topik perpajakan internasional, transfer pricing, kebijakan pajak dan perpajakan dalam berbagai seminar dan pelatihan yang diadakan oleh DDTC, lembaga pendidikan dan instansi pemerintah.

Sebagai tambahan informasi, saat ini DDTC menjadi salah satu institusi dengan jumlah profesional bersertifikasi ADIT melimpah. Selain itu, DDTC memenangkan penghargaan Indonesia Transfer Pricing Firm of the Year dalam ajang ITR Asia-Pacific Tax Awards 2021. DDTC juga kembali mempertahankan posisi tier 1 konsultan pajak transfer pricing 2022 di Indonesia yang dirilis oleh International Tax Review (ITR).

Seminar akan berlangsung mulai dari pukul 09.30 hingga 16.00 WIB. Sebelum acara dimulai, peserta dapat menikmati morning coffee & snack serta registrasi ulang yang mulai dari pukul 09.00 WIB. 

Setiap peserta seminar akan memperoleh handbook materi, sertifikat hardcopy, makan siang, morning coffee and snack, goodie bag and training kit, sesi tanya jawab serta diskusi interaktif bersama pengajar. 

Spesial pada acara kali ini, setiap peserta seminar akan mendapatkan buku terbitan DDTC berjudul Susunan Dalam Satu Naskah Undang-Undang Perpajakan Terbaru.

Daftarkan diri Anda segera dan dapatkan harga spesial pada seminar kali ini sebesar Rp2.500.000. Jumlah peserta terbatas!

Segera daftarkan diri Anda di link berikut:

https://academy.ddtc.co.id/seminar 

Membutuhkan informasi lebih lanjut? Hubungi Hotline DDTC Academy (+62)812-8393-5151 / [email protected] (Vira) atau melalui media sosial DDTC Academy  Instagram (@ddtcacademy), Facebook (DDTC Academy), Twitter (@ddtcacademy), Telegram Channel (DDTCAcademy), dan LinkedIn Group (DDTC Academy). (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.