PEREKONOMIAN INDONESIA

Jika Resesi Terjadi, Sri Mulyani: Tak Berarti Kondisinya Sangat Buruk

Dian Kurniati
Senin, 07 September 2020 | 17.12 WIB
Jika Resesi Terjadi, Sri Mulyani: Tak Berarti Kondisinya Sangat Buruk

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengikuti rapat kerja bersama Badan Anggaran DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (7/9/2020). Rapat kerja tersebut membahas laporan dan pengesahan hasil Panitia Kerja Pembahasan RUU Pertanggungjawaban dan Pelaksanaan APBN 2019. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/pras.

JAKARTA, DDTCNews – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati semakin mewaspadai risiko resesi yang akan terjadi jika pertumbuhan ekonomi kuartal III/2020 kembali tercatat minus.

Meski demikian, Sri Mulyani menilai resesi tidak selalu berarti ekonomi Indonesia buruk. Menurutnya, ekonomi sudah menunjukkan perbaikan dari tekanan pandemi virus Corona jika kontraksi pada pertumbuhan ekonomi III/2020 lebih kecil dibanding kuartal sebelumnya yang mencapai 5,32%.

"Kalau secara teknikal kuartal III ini kita di zona negatif maka resesi terjadi. Namun, tidak berarti kondisinya sangat buruk," katanya, Senin (7/9/2020).

Sri Mulyani mengatakan kontraksi ekonomi pada kuartal II/2020 terutama disumbang penurunan konsumsi yang mendekati minus 5,8% dan investasi minus hampir 8%. Dia berharap catatan kinerja konsumsi dan investasi tersebut bisa membaik pada kuartal III/2020.

Menurutnya, pemerintah saat ini tengah menghadapi tantangan berat untuk mengerek pertumbuhan agar pada kuartal III/2020 angkanya mendekati 0%. Satu-satunya cara adalah meningkatkan kinerja konsumsi masyarakat, investasi, serta ekspor.

Seiring dengan terus meningkatnya kasus positif virus Corona yang dibarengi kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di berbagai daerah, Sri Mulyani memproyeksikan pertumbuhan ekonomi kuartal III/2020 sebesar minus 2% hingga 0%.

"Program pemulihan ekonomi terus dilaksanakan sehingga konsumsi bertahap pulih, investasi bertahap pulih. Pemerintah berharap performa kuartal III membaik dan dijaga sampai kuartal IV," katanya.

Pada kuartal II/2020, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi 5,32%. Jika dilihat menurut pengeluaran, secara tahunan konsumsi rumah tangga mengalami kontraksi 5,51%, pembentukan modal tetap bruto (PMTB) minus 8,61%, dan ekspor minus 11,66%. Sementara itu, konsumsi pemerintah terkontraksi 6,9%, konsumsi lembaga nonprofit yang melayani rumah tangga (LNPRT) minus 7,76%, dan impor terkontraksi 16,96%.

Struktur PDB kuartal II/2020 masih didominasi oleh konsumsi rumah tangga yakni 57,85%, diikuti oleh PMTB 30,61%, dan ekspor 15,69%. Sementara struktur PDB konsumsi pemerintah sebesar 8,67%, konsumsi LNPRT 1,36%, dan impor minus 15,52%. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.