KEBIJAKAN PAJAK DAERAH

Jasa Spa Kena Tarif Pajak Tinggi, Sandiaga Uno Bilang Begini

Dian Kurniati | Kamis, 11 Januari 2024 | 17:00 WIB
Jasa Spa Kena Tarif Pajak Tinggi, Sandiaga Uno Bilang Begini

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno (kiri) di kawasan Legian, Badung, Bali, Kamis (11/1/2024). ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/nz

JAKARTA, DDTCNews - Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno berjanji akan mendukung pengembangan industri spa, terutama di Bali.

Sandiaga menilai industri spa seharusnya tidak termasuk dalam kategori jasa hiburan sebagaimana diatur dalam UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD). Untuk itu, pemerintah akan mencarikan solusi sehingga industri spa tetap dilirik konsumen.

"Kami akan berkoordinasi untuk terus mendorong industri spa di Bali agar semakin berkembang," katanya, dikutip pada Kamis (11/1/2024).

Baca Juga:
Cara Ajukan SKB PPh Pasal 22 untuk Hunian Mewah di KEK Pariwisata

Melalui UU HKPD, spa dikategorikan sebagai jasa hiburan yang dikenakan pajak barang dan jasa tertentu (PBJT). Tarifnya diatur paling rendah 40% dan paling tinggi 75%, sama seperti diskotek, karaoke, kelab malam, dan bar.

Sementara itu, berdasarkan Permenparekraf 4/2021, usaha spa didefinisikan sebagai usaha perawatan yang memberikan layanan dengan metode kombinasi terapi air, terapi aroma, pijat, rempah-rempah, layanan makanan atau minuman sehat, dan olah aktivitas fisik.

Dengan definisi tersebut, Sandiaga menilai spa lebih tepat dikategorikan sebagai industri kebugaran. Terlebih, industri spa kebanyakan dijalankan dengan memperhatikan tradisi Indonesia, termasuk menggunakan rempah dan minyak lokal.

Baca Juga:
Mengupas Tantangan Pajak Akibat Mobilitas Individu di Era Digital

Menurutnya, pemerintah akan berupaya mendukung perkembangan industri spa di Bali agar lebih sehat dan kompetitif. Alasannya, terapis spa asal Indonesia juga telah diminati pasar internasional seperti Uni Emirat Arab.

Sementara itu, Kadis Pariwisata Provinsi Bali Tjok Bagus Pemayun menilai masuknya spa ke dalam kategori hiburan pada UU HKPD dapat mempengaruhi persepsi publik terhadap bisnis spa. Dia pun khawatir hal itu dapat mempengaruhi citra profesional para terapis.

"Jika spa tidak diintegrasikan secara bijak dengan budaya lokal, ada risiko komodifikasi budaya di mana spa akan dianggap sebagai atraksi tanpa menghargai makna dari konteks yang sebenarnya," ujarnya.

Sebagai informasi, pelaku usaha di Bali mengeluhkan mengenai tarif PBJT atas layanan spa minimal sebesar 40%. Sebelum UU HKPD berlaku, tarif pajak hiburan atas layanan spa di Bali berkisar 12,5% hingga 15%. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN