BERITA PAJAK SEPEKAN

Isu Terpopuler: Diundangkannya UU HPP dan Penerima Insentif Diperluas

Redaksi DDTCNews
Sabtu, 06 November 2021 | 08.00 WIB
Isu Terpopuler: Diundangkannya UU HPP dan Penerima Insentif Diperluas

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Isu perpajakan selama sepekan terakhir diramaikan oleh diundangkannya UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Beleid ini akhirnya ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) setelah sebelumnya disahkan DPR pada 7 Oktober 2021. 

Seperti yang telah diulas secara mendalam oleh DDTCNews dalam sebulan terakhir, UU HPP terdiri dari 9 bab dan tersusun atas 6 ruang lingkup aturan. Keenam ruang lingkup pengaturan tersebut adalah ketentuan umum dan tata cara perpajakan (KUP), pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), program pengungkapan sukarela (PPS), pajak karbon, serta cukai.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak (DJP) Neilmaldrin Noor menyampaikan ada beberapa tujuan diterbitkannya UU HPP. 

Pertama, untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian yang berkelanjutan dan mendukung percepatan pemulihan ekonomi. Kedua, mengoptimalkan penerimaan negara guna membiayai pembangunan nasional secara mandiri menuju masyarakat Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera.

Ketiga, mewujudkan sistem perpajakan yang lebih berkeadilan dan berkepastian hukum. Keempat, melaksanakan reformasi administrasi, kebijakan perpajakan yang konsolidatif, dan perluasan basis pajak. Kelima, meningkatkan kepatuhan sukarela wajib pajak.

Baca artikel lengkapnya, di UU HPP Terbit, Ditjen Pajak Rilis Pernyataan Resmi Berikut Ini.

Isu terpopuler lainnya berkaitan dengan diperluasnya sektor penerima insentif pajak. Kebijakan ini dituangkan melalui penerbitan PMK 149/2021, sebagai perubahan kedua dari PMK 9/2021 yang juga sudah direvisi melalui PMK 82/2021

Berdasarkan pernyataan resmi DJP, perluasan kriteria wajib pajak yang berhak memanfaatkan insentif pajak dilakukan untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional. 

Pemerintah menambah jumlah klasifikasi lapangan usaha (KLU) wajib pajak penerima insentif pajak tersebut.

Penambahan tersebut diberikan untuk 3 jenis insentif, yaitu insentif pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25, pembebasan PPh Pasal 22 impor, dan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran PPN.

Neilmaldrin mengatakan belum berakhirnya pandemi Covid-19 masih memengaruhi stabilitas ekonomi dan produktivitas masyarakat. Dengan demikian, perlu dilakukan penyesuaian kriteria penerima insentif pajak dan ditujukan untuk sektor yang masih membutuhkan dukungan pemerintah.

"Pemerintah terus mengamati dan mengevaluasi sektor-sektor mana yang masih lambat pemulihannya untuk diberikan dukungan dan insentif," ujarnya.

Seperti apa perluasan sektor penerima insentif pajak ini? Simak artikel lengkapnya di PMK Baru Soal Insentif Pajak Terbit, Ini Pernyataan Resmi DJP.

Selain kedua berita di atas, masih ada banyak artikel dengan beragam topik yang menarik untuk dibaca. Berikut adalah 5 artikel terpopuler DDTCNews dalam sepekan terakhir:

1. Ikut PPS tapi Ada Harta yang Belum Diungkap, Kena PPh 30% dan Sanksi
UU HPP memuat ketentuan tentang perlakuan atas harta perolehan 2016—2020 yang belum atau kurang diungkapkan peserta program pengungkapan sukarela.

Berdasarkan Pasal 11 ayat (2) UU HPP, jika dirjen pajak menemukan data dan/atau informasi lain mengenai harta yang belum atau kurang diungkapkan, nilai harta bersih tersebut diperlakukan sebagai penghasilan yang bersifat final.

"Nilai harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan tersebut diperlakukan sebagai penghasilan yang bersifat final pada tahun pajak 2022," demikian bunyi penggalan ayat tersebut.

Adapun terhadap penghasilan tersebut akan dikenai pajak penghasilan (PPh) final 30%. Selain PPh final, akan ada sanksi administratif berupa bunga sesuai dengan ketentuan Pasal 13 ayat (2) UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). DJP akan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB).

2. Wajib Pajak Risiko Tinggi Masuk Prioritas Penyuluhan Langsung
Unit vertikal DJP memanfaatkan data dari compliance risk management (CRM) dalam pelaksanaan edukasi pajak.

KPP Pratama Bantaeng di Sulawesi Selatan misalnya, memakai data CRM untuk menyusun daftar sasaran penyuluhan (DSP). Wajib pajak yang masuk DSP tergolong memiliki risiko kepatuhan yang tinggi.

"Sasaran edukasi perpajakan dengan perubahan perilaku diutamakan bagi wajib pajak yang memiliki risiko kepatuhan tinggi yang masuk pada Daftar Sasaran Penyuluhan (DSP) Compliance Risk Management (CRM)," kata asisten penyuluh pajak KPP Pratama Bantaeng Tulus Dwi Atmanto.

3. Waktu Pembetulan Laporan Insentif Pajak Karyawan dan UMKM Diperpanjang
Pemerintah memperpanjang batas waktu penyampaian pembetulan laporan realisasi pemanfaatan insentif pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP), PPh final UMKM DTP, dan PPh final jasa konstruksi DTP, untuk masa pajak Januari—Juni 2021.

Perpanjangan itu diatur dalam Pasal 19B ayat (2) PMK 9/2021 s.t.d.t.d PMK PMK 149/2021. Kesempatan berlaku bagi pemberi kerja, wajib pajak, dan/atau pemotong pajak yang sebelumnya telah menyampaikan laporan realisasi dan/atau laporan realisasi pembetulan pemanfaatan insentif.

"… dapat menyampaikan pembetulan laporan realisasi masa pajak Januari 2021 sampai dengan masa pajak Juni 2021 paling lambat tanggal 30 November 2021," demikian penggalan bunyi Pasal 19B ayat (2) PMK 9/2021 s.t.d.t.d PMK PMK 149/2021, dikutip pada Rabu (3/11/2021).

Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, pihak yang memanfaatkan insentif PPh Pasal 21 DTP, PPh final UMKM DTP, ataupun PPh final jasa konstruksi DTP atas Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3-TGAI) harus menyampaikan laporan realisasi pemanfaatan insentif.

Laporan tersebut harus disampaikan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Kendati laporan telah disampaikan, DJP memberikan kesempatan bagi pemberi kerja, wajib pajak, dan/atau pemotong pajak untuk menyampaikan pembetulan.

4. UU HPP Jadikan Natura Objek Pajak, Simak Penjelasan Lengkap Kemenkeu
UU HPP bakal mengatur ulang ketentuan mengenai natura. Melalui UU HPP, natura yang diterima bakal menjadi objek pajak.

Staf Ahli Menkeu Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan fasilitas-fasilitas yang didapatkan oleh karyawan dari perusahaannya seperti rumah dan mobil selama ini masih belum menjadi penghasilan bagi penerima dan bukan biaya bagi pemberinya.

"Contohnya saya orang sangat kaya dan punya 13 perusahaan. Saya tidak perlu terima gaji perusahaan, saya minta mobil, rumah, dan fasilitas lainnya buat saya. Oleh karena yang saya terima bukan uang, saya sama sekali tidak menerima penghasilan di SPT saya," ujar Yon.

Dengan ketentuan baru mengenai natura yang bakal berlaku per tahun pajak 2022, natura bakal menjadi penghasilan bagi penerimanya dan biaya bagi perusahaan yang memberikan fasilitas tersebut.

Yon mengatakan nantinya pemerintah akan mengatur secara lebih terperinci mengenai ketentuan baru natura pada UU HPP ini.

5. DJP Sebut Integrasi Data NIK Menjadi NPWP Dilakukan Bertahap
DJP menjelaskan kebijakan pemberlakuan nomor induk kependudukan (NIK) menjadi nomor pokok wajib pajak (NPWP) sebagaimana tertuang dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan akan dilakukan secara bertahap.

Penyuluh Pajak Ahli Muda DJP Rumadi mengatakan NIK menjadi NPWP tidak otomatis berlaku penuh saat UU HPP diundangkan pada akhir Oktober 2021. Menurutnya, kebijakan tersebut membutuhkan integrasi data skala besar dari Dukcapil Kemendagri ke basis data DJP.

"Proses integrasi data NIK dari Dukcapil dengan database perpajakan membutuhkan waktu. Maka proses ini akan dilakukan secara bertahap dengan timeline yang sudah ditetapkan DJP," katanya.

Rumadi menerangkan proses integrasi data NIK dan NPWP akan dilakukan selama 5 tahun. Dengan demikian, proses bisnis integrasi tersebut dijadwalkan tuntas pada 2026.

Dia menyebutkan ketentuan teknis dan tata cara integrasi tersebut akan diatur melalui aturan turunan UU No.7/2021. Adapun pembuatan aturan turunan dari UU No. 7/2021 tentang HPP tengah dilakukan percepatan penyelesaian.

6. Debat Pajak: PPN Final untuk UMKM, Setuju? Tulis Pendapat Anda, Rebut Hadiahnya!
DDTCNews kembali menggelar debat pajak. Kali ini topik yang diangkat terkait PPN final untuk UMKM. Klik tautan judul di atas untuk mengetahui mekanisme kompetisi ini. 

Sebanyak 2 pembaca DDTCNews yang memberikan komentar terbaik dan telah menjawab beberapa pertanyaan yang disampaikan melalui https://bit.ly/DebatPPNFinal akan berkesempatan terpilih untuk mendapatkan uang tunai senilai total Rp1 juta (masing-masing pemenang Rp500.000).

Penilaian akan diberikan atas komentar dan jawaban yang masuk sampai dengan Senin, 8 November 2021 pukul 15.00 WIB. Pengumuman pemenang akan disampaikan pada Kamis, 11 November 2021. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
user-comment-photo-profile
Daffa Abyan
baru saja
UU HPP memiliki urgensi penting untuk segera diterapkan karena beberapa negara lain juga telah menerapkan berdasarkan guidelines dari international best practice