Manager of DDTC Fiscal Research & Advisory (FRA) Denny Vissaro dalam Webinar Tax International 2024 yang diselenggarakan oleh Tax Center Community FEB Unesa, Sabtu (21/9/2024).
SURABAYA, DDTCNews - General anti avoidance rule (GAAR) dipandang bisa menjadi solusi untuk menekan maraknya praktik penghindaran pajak atau tax avoidance.
Manager of DDTC Fiscal Research &Â Advisory (FRA) Denny Vissaro mengatakan GAAR memiliki karakteristik berbeda dibandingkan dengan instrumen antipenghindaran pajak lainnya yang bersifat spesifik (specific anti avoidance rule/SAAR). GAAR mencegah penghindaran pajak dengan cara mengidentifikasi motif dari penghindaran dimaksud.
"Regulasi ini amatlah efektif untuk memerangi tax avoidance karena GAAR tidak menyasar pada skema-skema penghindaran pajak tertentu. GAAR justru menyasar motif dari praktik penghindaran pajak," terang Denny dalam Webinar Tax International 2024 yang diselenggarakan oleh Tax Center Community FEB Unesa, Sabtu (21/9/2024).
Menurut Denny, salah satu keunggulan GAAR adalah otoritas pajak dapat menindaklanjuti skema-skema penghindaran pajak baru dalam hal SAAR yang relevan belum tersedia. Hal ini mengingat pencegahan penghindaran pajak melalui GAAR dilakukan lewat identifikasi motif.
"Regulasi ini secara tidak langsung mengatakan kami tidak peduli bagaimana caramu menghindar dari kewajiban membayar pajak. Sepanjang Anda memiliki motif atau intensi untuk mengurangi atau menunda pembayaran pajak, kami bisa mengoreksi," ujar Denny.
Namun, penerapan GAAR berpotensi meningkatkan sengketa mengingat motif dari praktik penghindaran pajak yang dilakukan oleh perusahaan multinasional amatlah sulit untuk dibuktikan.
"Bagaimana caranya kita membuktikan motif penghindaran pajak? Ini sangatlah menantang. GAAR memiliki potensi meningkatkan sengketa antara otoritas dan wajib pajak. GAAR juga berpotensi menyasar wajib pajak-wajib pajak yang sudah patuh," ujar Denny.
Saat ini, GAAR telah diadopsi oleh Indonesia dalam penjelasan dari Pasal 18 UU PPh dan diatur lebih lanjut dalam Pasal 32 ayat (4) dan Pasal 44 PP 55/2022. Dalam UU PPh, telah ditegaskan bahwa pemerintah berwenang untuk mencegah praktik penghindaran pajak sebagai upaya wajib pajak untuk mengurangi, menghindari, atau menunda pembayaran pajak yang seharusnya terutang.
Kemudian, Pasal 32 ayat (4) PP 55/2022, telah ditegaskan bahwa DJP berwenang untuk menentukan kembali besarnya pajak yang seharusnya terutang dengan berpedoman pada prinsip substance over form. GAAR Pasal 32 ayat (4) PP 55/2022 diterapkan bila praktik penghindaran pajak tidak dapat dicegah menggunakan SAAR dalam Pasal 32 ayat (2) PP 55/2022.
Meski GAAR sudah diatur dalam UU PPh dan PP 55/2022, ketentuan tersebut tak kunjung diimplementasikan oleh pemerintah hingga hari ini.
Lalu, bagaimana tren penerapan GAAR secara global? Apakah GAAR sudah banyak diterapkan oleh yurisdiksi-yurisdiksi lainnya? Berdasarkan catatan DDTC FRA, diketahui sudah ada 129 negara dari total 192 negara yang sudah menerapkan GAAR (67,2%).
Secara terperinci, GAAR adalah instrumen yang populer di Eropa. Dari total 49 negara di Eropa, 38 di antaranya sudah menerapkan GAAR (77,6%). Di Asia, tercatat ada 22 dari total 40 negara yang sudah menerapkan GAAR (55%).
Lebih lanjut, bila diperinci berdasarkan tingkat pendapatannya, GAAR lebih banyak diimplementasikan oleh high income countries ketimbang oleh kelompok negara lainnya. Dari total 69 high income countries, 56 di antaranya sudah menerapkan GAAR (81,2%). Sebaliknya, hanya ada 11 dari total 19 low income countries yang sudah menerapkan GAAR.
"Berkaca pada data ini, Indonesia perlu mempelajari implementasi GAAR di negara lain. Sepanjang yang kami ketahui, negara-negara lain juga dihadapkan oleh kesulitan dalam menerapkan GAAR," ujar Denny. (sap)