KEBIJAKAN KEPABEANAN

Alasan Kebijakan Baru soal Impor Barang Kiriman PMI Berlaku Surut

Dian Kurniati | Minggu, 05 Mei 2024 | 10:30 WIB
Alasan Kebijakan Baru soal Impor Barang Kiriman PMI Berlaku Surut

Direktur Impor Kemendag Arif Sulistiyo saat memberikan sosialisasi terkait dengan Permendag 7/2024.

JAKARTA, DDTCNews – Melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 7/2024, pemerintah menghilangkan batasan jenis barang yang dapat diimpor pekerja migran Indonesia (PMI) melalui mekanisme barang kiriman.

Direktur Impor Kemendag Arif Sulistiyo mengatakan kebijakan ini berlaku surut sejak 11 Desember 2023. Menurutnya, hal ini bertujuan untuk memastikan barang kiriman PMI yang masih tertahan dapat segera diselesaikan.

"Harapannya, dengan adanya Permendag 7/2024 sudah tidak ada lagi permasalahan barang kiriman PMI," katanya, dikutip pada Minggu (5/5/2024).

Baca Juga:
BPKP Klaim Beri Kontribusi ke Keuangan Negara hingga Rp310 Triliun

Arif menuturkan Permendag 7/2024 diterbitkan sebagai perubahan kedua Permendag 36/2023. Melalui Permendag 7/2024, tidak ada lagi pembatasan jenis barang dalam impor barang kiriman PMI, kecuali barang dilarang impor dan barang berbahaya.

Contoh barang-barang yang dilarang impor dan barang-barang berbahaya tersebut antara lain seperti intan kasar, prekursor nonfarmasi, nitrocellulose, barang berbasis sistem pendingin, dan baterai lithium tidak baru.

Selain jenis barang, tidak ada lagi pembatasan jumlah barang dalam setiap pengiriman. Adapun soal kondisi barang kiriman, dapat berupa barang baru atau tidak baru.

Baca Juga:
Sri Mulyani Sebut Pemerintah Baru akan Mewarisi APBN yang Kredibel

Dalam Permendag 36/2023 sebelumnya, diatur 10 kelompok barang kiriman PMI yang termasuk dalam barang impor yang dibatasi. Misal, kelompok pakaian jadi dan aksesori pakaian jadi dibatasi paling banyak 5 potong untuk barang baru dan 15 potong untuk barang tidak baru.

Sejalan dengan penerbitan Permendag 7/2024, ketentuan barang kiriman PMI kini hanya mengacu pada PMK 141/2023.

Sementara itu, Direktur Teknis Kepabeanan DJBC Fadjar Donny Tjahjadi pun mengingatkan bahwa pembebasan batasan jenis dan jumlah barang kiriman hanya berlaku untuk PMI yang ditetapkan sebagai subjek penerima fasilitas.

Baca Juga:
Indonesia Investment Authority Bakal Arahkan Modal Asing ke IKN

Subjek penerima fasilitas ini terdiri atas PMI yang tercatat pada Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) dan PMI yang tercatat Kementerian Luar Negeri.

Dia menyebut PMK 141/2023 turut mengatur fasilitas pembebasan bea masuk, tidak dipungut pajak pertambahan nilai (PPN), serta dikecualikan dari pajak penghasilan (PPh) terhadap barang kiriman PMI.

Ketentuan tersebut berlaku dengan untuk pengiriman barang yang dilakukan maksimal 3 kali dalam 1 tahun senilai masing-masing FOB US$500 untuk pekerja yang terdaftar pada Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), serta maksimal 1 kali dalam 1 tahun senilai FOB US$500 untuk pekerja selain terdaftar pada BP2MI.

Jika melebihi batasan de minimis tersebut, atas impor barang kiriman PMI dikenakan bea masuk 7,5% dan pajak dalam rangka impor (PDRI). (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN