SEWINDU DDTCNEWS
PP 53/2017

Ikuti Keekonomian Lapangan, Bagi Hasil dan Insentif Migas Bisa Diubah

Redaksi DDTCNews
Selasa, 11 Juni 2024 | 14.00 WIB
Ikuti Keekonomian Lapangan, Bagi Hasil dan Insentif Migas Bisa Diubah

Pekerja Pertamina EP Papua Field melakukan pengawasan kegiatan Drilling Steam Test (DST) di area pengeboran sumur eksplorasi Buah Merah (BMR)-001, Distrik Klasafet, Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat Daya, Senin (10/6/2024). ANTARA FOTO/Erlangga Bregas Prakoso/aww/tom.

JAKARTA, DDTCNews - Melalui menteri ESDM, pemerintah memiliki kewenangan untuk menyesuaikan besaran bagi hasil serta menetapkan bentuk dan besaran insentif kegiatan usaha hulu migas di bawah skema bagi hasil gross split. 

Mengacu pada bagian penjelasan Pasal 31 ayat (1) Peraturan Pemerintah (PP) 53/2017, penyesuaian besaran bagi hasil dilakukan apabila perhitungan keekonomian lapangan atau beberapa lapangan diketahui tidak mencapai target atau malah melebihi target tertentu. 

"Dalam hal perhitungan keekonomian lapangan tidak mencapai keekonomian tertentu, menteri [ESDM] dapat menetapkan tambahan persentase bagi hasil untuk kontraktor," bunyi bagian penjelasan Pasal 31 ayat (1) PP 53/2017, dikutip pada Selasa (11/6/2024). 

Sebaliknya, apabila dalam perhitungan keekonomian lapangan atau beberapa lapangan melebihi keekonomian tertentu, menteri ESDM dapat menetapkan tambahan persentase bagi hasil untuk negara. 

Sementara itu, frasa 'insentif kegiatan usaha hulu' maksudnya adalah insentif yang diberikan untuk mendukung keekonomian pengembangan wilayah kerja. Kontraktor migas yang menggunakan skema bagi hasil gross split memang mendapat sejumlah insentif perpajakan. 

Pemberian insentif tersebut diberikan untuk setiap tahapan kegiatan pertambangan.

"Pada tahap eksplorasi dan eksploitasi sampai dengan saat dimulainya produksi komersial, kontraktor diberikan fasilitas meliputi pembebasan pungutan bea masuk atas impor barang yang digunakan dalam rangka operasi perminyakan," bunyi Pasal 25 ayat (1) huruf a.

Kontraktor juga diberikan fasilitas berupa PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang tidak dipungut atas perolehan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak; impor barang kena pajak; pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean; dan/atau pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.

Kemudian, ada pula insentif tidak dilakukan pemungutan PPh Pasal 22 atas impor barang yang telah memperoleh fasilitas pembebasan dari pungutan bea masuk, serta pengurangan PBB sebesar 100% dari PBB migas terutang yang tercantum dalam surat pemberitahuan pajak terutang (SPPT). (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
Facebook DDTC
Twitter DDTC
Line DDTC
WhatsApp DDTC
LinkedIn DDTC
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.