BERITA PAJAK HARI INI

Google Bisa Kena Pajak Rp5,5 Triliun

Redaksi DDTCNews
Selasa, 20 September 2016 | 09.31 WIB
Google Bisa Kena Pajak Rp5,5 Triliun
Ilustrasi Google. (Foto: Fortune.com)

JAKARTA, DDTCNews – Pagi ini, Selasa (20/9) sejumlah media nasional beramai-ramai memberitakan soal pajak perusahaan raksasa di bidang teknologi informasi, yakni Google yang dinyatakan memiliki tunggakan pajak sebesar US$418 juta atau Rp5,5 triliun.

Tunggakan itu hanya untuk perkara tahun 2015 saja. Sementara, Google sudah beroperasi di Indonesia sejak 2011 lalu. Kepala Kantor Wilayah Khusus Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Muhammad Hanif menolak memberikan estimasi besarnya pajak yang terutang apabila pemeriksaan diperluas hingga 5 tahun ke belakang.

Hanif akan memanggil jajaran direksi Google Indonesia yang juga memegang posisi di Google Asia Pasifik. Bahkan, DJP akan menggandeng pihak kepolisian untuk menangani persoalan ini.

Sementara itu, Corporate Communication Manager Google Indonesia Jason Tedjakusuma mengaku siap untuk bekerja sama dengan pemerintah Indonesia, termasuk bertemu dengan para pejabat DJP guna menyelesaikan persoalan pajak tersebut.

Di lain pihak, Managing Partner DDTC Darussalam menilai langkah perencanaan pajak yang dilakukan Google Asia Pacific sudah clear. Namun ada permasalahan moral dengan banyaknya penghasilan yang diterima dari Indonesia.

Ke depan Indonesia bisa meniru Inggris yang menerapkan google tax atau diverted profit tax untuk mengenakan pajak terhadapnya. Selain itu, pemerintah juga bisa menerapkan kewajiban pengungkapan aggressive tax planning.

Kabar lainnya, saat ini DJP tengah gencar melakukan pengejaran terhadap 41.450 penunggak pajak dengan nilai tunggakan mencapai Rp82,9 triliun. Berikut ringkasan beritanya:

  • Siap-siap, 41.450 Penunggak Pajak Dikejar

Mulai Oktober 2016, petugas pajak akan memeriksa 41.450 wajib pajak yang menunggak pajak guna memenuhi target penerimaan pajak. Data penunggak pajak tersebut diperoleh dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan internal Ditjen Pajak. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Suahasil Nazara mengatakan wajib pajak yang termasuk ke dalam daftar penunggak pajak tahun 2015 ke bawah tidak akan diperiksa petugas apabila wajib pajak tersebut mengikuti tax amnesty.

  • Defisit Melebar, Utang Bertambah Rp37 Triliun

Pemerintah akan menerbitkan surat berharga negara (SBN) untuk menambal pelebaran defisit APBNP 2016 dengan nilai sekitar Rp37 triliun. Menurut Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Suahasil Nazara, batas defisit yang dinaikkan dari 2,35% menjadi 2,7% terhadap produk domestik bruto (PDB) mengakibatkan target pembiayaan bertambah Rp37 triliun. Namun, dia mengaku akan berupaya menjaga defisit agar tak sampai 2,7%.

  • Utang Luar Negeri RI Bertambah 6,4%

Utang luar negeri (ULN) Indonesia terus membengkak. Data terakhir yang dirilis Bank Indonesia menyebutkan hingga Juli 2016, ULN Indonesia mencapai US$324,2 miliar atau bertambah 6,4% year on year (yoy). ULN itu didominasi oleh ULN jangka panjang yang porsinya mencapai 87,3% atau US$283 miliar, naik 8% (yoy). Sementara ULN jangka pendek tercatat US$41,2 miliar atau 12,7%, menurun sebesar 3,2% (yoy).

  • Murdaya Poo, Krisis, dan Tax Amnesty

Orang terkaya ke-13 di Indonesia pada 2015 versi majalah Forbes Poo Tjie Gwan atau Murdaya Widyawimarta Poo telah mengikuti tax amnesty kemarin, Senin (19/9). Dia mengaku mengambil kombinasi antara repatriasi, deklarasi luar negeri, dan deklarasi dalam negeri. Menurutnya, janji pemerintah untuk menurunkan tarif pajak penghasilan (PPh) badan seharusnya mampu menarik repatriasi dana yang selama ini disimpan para taipan di luar negeri.

  • Aliran Dana Repatriasi Belum Deras

Sejumlah bank belum menerima dana aliran repatriasi dari wajib pajak yang mengikuti tax amnesty. Contohnya, Bank Tabungan Negara (BTN) dan Bank Bukopin. Direktur BTN Handayani mengaku soal uang tebusan, BTN sudah menerima sebesar Rp2,44 triliun dari 511 wajib pajak, namun dalam hal repatriasi belum ada pemasukan. Sementara, Direktur Bank Bukopin Glen Glenardi mengaku baru menerima uang tebusan senilai Rp100 miliar, sedangkan dana repatriasi belum ada yang masuk. 

  • Kontribusi Pasal Modal dalam Pembangunan Infrastruktur Diharapkan

Pemerintah mendorong pasar modal untuk turut membiayai pembangunan infrastruktur mengingat selama ini industri perbankan masih menjadi penopang utama. Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan Indonesia sebagai negara terbesar di Asia Tenggara memiliki perkembangan keuangan yang lebih lambat dalam 10 tahun terakhir. Ini menunjukkan Indonesia belum memanfaatkan pasar keuangan sebagai daya dorong ekonominya.

  • Swasta Mengerem Utang

Sektor swasta terus menahan permintaan utang luar negeri. Bank Indonesia mencatat utang luar negeri swasta pada Juli 2016 turun 3,4% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Utang luar negeri swasta tercatat US$164,5 miliar atau 50,7% dari total utang luar negeri pada akhir Juli yang mencapai US$324,2 miliar. Bank Indonesia mewaspadai kemampuan bayar utang di tengah lesunya harga komoditas.

  • Polri dan BKPM Kerja Sama Keamanan Proyek Investasi

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menandatangani nota kesepahaman dengan Kepolisian Republik Indonesia untuk melindungi kegiatan investasi. Menurut Kepala BKPM, dengan kerja sama ini investor akan lebih tenang dalam melakukan investasi. Saat ini isu jaminan keamanan dan kepastian menjadi sangat penting lantaran negara-negara berlomba-lomba menarik investor. (Amu)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.