Petani mengumpulkan buah sawit hasil panen di perkebunan Mesuji Raya, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, Senin (9/5/2022). ANTARA FOTO/Budi Candra Setya/pras.
Â
JAKARTA, DDTCNews - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat adanya potensi kehilangan penerimaan pajak bumi dan bangunan (PBB), khususnya PBB sektor perkebunan.
Pasalnya, proses pendataan yang dilakukan oleh Ditjen Pajak (DJP) terhadap wajib pajak PBB belum memperhatikan syarat subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan.
"Terdapat perusahaan perkebunan dan koperasi perkebunan yang telah memiliki izin usaha perkebunan (IUP) dan/atau hak guna usaha (HGU) namun belum terdaftar sebagai wajib pajak PBB," tulis BPK dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II/2021, dikutip Rabu (25/5/2022).
Selanjutnya, terdapat potensi kehilangan penerimaan PBB sektor perkebunan atas perkebunan dengan luas di atas 25 hektare. Objek tersebut seharusnya dapat menjadi objek PBBÂ tetapi wajib pajak belum ditetapkan sebagai PBB.
Untuk mengatasi permasalahan ini, BPK meminta Kementerian Keuangan agar memerintahkan KPP dan Kanwil DJP untuk berkoordinasi dengan pemda guna memperoleh data dan informasi objek PBB sektor perkebunan.
Data dan informasi diperlukan untuk mengidentifikasi dan menginventarisasi perusahaan dan koperasi yang telah memenuhi syarat subjektif dan objektif sebagai wajib pajak PBB.
Bukti pendukung yang jelas dan lengkap berupa dokumen perizinan perusahaan dan koperasi perkebunan dibutuhkan untuk menjadi dasar pemutakhiran data subjek dan objek PBB.
KPP dan Kanwil DJP juga perlu memverifikasi dan memproses pendaftaran subjek dan objek PBB sesuai dengan perizinan agar kewajiban perpajakannya jelas dan tercatat secara konsisten. (sap)