JAKARTA, DDTCNews – Guna mendorong kemudahan berusaha (ease of doing business/EoDB) dan peningkatan investasi di tanah air, Ditjen Pajak akan meluncurkan kebijakan percepatan pengajuan restitusi pajak pertambahan nilai (PPN) dalam waktu dekat.
Hal tersebut diungkapkan Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Robert Pakpahan, Minggu (18/3). Melalui kebijakan ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi perbaikan iklim investasi di Indonesia.
"Percepatan restitusi juga merupakan program kami, terutama untuk wajib pajak dengan risiko rendah," katanya.
Seperti yang diketahui, sasaran kebijakan ini adalah untuk wajib pajak yang memiliki rekam jejak kepatuhan dalam urusan perpajakan yang baik. Oleh karena itu, Ditjen Pajak tidak akan bekerja sendiri.
Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo pada kesempatan yang sama menyebutkan pentingnya koordinasi antarlembaga. Hal ini tidak lain untuk memastikan implementasi kebijakan tepat sasaran dan mendorong peningkatan investasi.
"Iya, nanti kami koordinasi dengan tim sekretariat bersama (sekber). Nanti kan dokumen-dokumennya ada di DJBC, yang urusan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB), kapal yang ke luar negeri. Ada sinergi DJP dan DJBC. Ada single documenting, single risk management, single treatment," ungkap Mardiasmo.
Rencananya, revisi beleid tersebut akan terbit pada akhir Maret 2018 dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Adapun payung hukum restitusi yang berlaku saat ini adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK 198/PMK.03/2013 tentang Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak Bagi Wajib Pajak yang Memenuhi Persyaratan Tertentu.
Wajib pajak yang dimaksud dalam beleid tersebut adalah wajib pajak orang pribadi yang tak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas yang menyampaikan SPT lebih bayar restitusi; wajib pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas yang menyampaikan SPT lebih bayar paling banyak Rp10 juta.
Sementara untuk wajib pajak badan yang menyampaikan SPT PPh lebih bayar restitusi dengan jumlah paling banyak Rp100 juta dan Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang menyampaikan SPT masa PPN lebih bayar paling banyak Rp100 juta. (Amu)