Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Pascaperiode pelaporan SPT Tahunan, Ditjen Pajak (DJP) akan melakukan pengawasan. Terlebih, hingga akhir April 2024, realisasi penerimaan pajak masih turun. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (28/5/2024).
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan pengawasan dilakukan atas pembayaran pajak tahun berjalan atau masa. Misalnya, jika pada tahun berjalan ada kenaikan harga komoditas sehingga ada potensi kenaikan pajak terutang, DJP bisa melakukan dinamisasi.
“Kami akan mengawasi terus, kalau aktivitas ekonomi berubah, harga komoditas berubah, ya kami pun akan melakukan dinamisasi. PPh Pasal 25 kan dihitung 1/12 dari kewajiban PPh 2023, ini yang menjadi pattern yang selama ini kami lakukan,” ujar Suryo.
Sesuai dengan UU PPh, angsuran PPh Pasal 25 adalah sebesar PPh yang terutang menurut SPT Tahunan PPh wajib pajak tahun pajak yang lalu dikurangi beberapa kredit pajak dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak. Simak ‘Ingat, Dirjen Pajak Berwenang Tetapkan Besarnya Angsuran PPh Pasal 25’.
Pemerintah mencatat realisasi penerimaan pajak hingga akhir April 2024 senilai Rp624,19 triliun. Capaian tersebut setara dengan 31,38% dari target dalam APBN 2024 senilai Rp1.989 triliun. Namun, realisasi ini masih mengalami kontraksi atau minus sebesar 9,29% (year on year/yoy).
Sebagai perbandingan, realisasi penerimaan pajak pada akhir April 2023 tercatat senilai Rp688,15 triliun. Realisasi ini setara dengan 40,05% target APBN. Saat itu, kinerja penerimaan pajak juga tumbuh 21,29% (yoy).
Otoritas fiskal menjelaskan performa hingga April 2024 turut dipengaruhi kontraksi penerimaan PPh nonmigas karena penurunan pos PPh badan. Hal ini mencerminkan adanya penurunan profitabilitas pada 2023, terutama pada sektor-sektor komoditas.
Selain mengenai kinerja penerimaan pajak, ada pula ulasan terkait dengan coretax administration system (CTAS) serta rencana kebijakan teknis pajak pada 2025. Ada pula bahasan tentang penyatuan atap Pengadilan Pajak di Mahkamah Agung (MA).
Kementerian Keuangan mencatat realisasi penerimaan pajak penghasilan (PPh) badan hingga akhir April 2024 masih minus 35,5%. Kontraksi ini tercatat paling dalam dibandingkan dengan pos penerimaan pajak lainnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan kontraksi penerimaan PPh badan terjadi seiring dengan penurunan harga komoditas. Namun demikian, PPh badan menjadi jenis pajak dengan kontribusi terbesar terhadap total penerimaan pajak hingga April 2024.
“Ini berarti korporasi-korporasi kita yang memberikan sumbangan 22% terhadap penerimaan pajak profitabilitasnya menurun sehingga bayar pajaknya mereka juga mengalami penurunan," katanya. Simak ‘PPh Badan Minus 35,5%, Sri Mulyani: Profitabilitas Korporasi Turun’. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan selain pembayaran masa, DJP juga akan melakukan pengawasan terhadap pajak yang sudah dibayarkan pada tahun-tahun sebelumnya melalui mekanisme uji kepatuhan secara proporsional berdasarkan pada data.
“Uji kepatuhan pasti akan kami lakukan secara proporsional. Kami menggunakan data dan informasi yang kami kumpulkan selama ini. Kami bersinergi dengan para pihak, K/L, internal Kemenkeu, dan juga privat untuk mengumpulkan data dan informasi," ujar Suryo.
Suryo mengatakan data yang diperoleh oleh DJP dari berbagai pihak akan menjadi basis untuk melakukan pengujian kepatuhan terhadap wajib pajak yang memiliki kekurangan pembayaran pajak. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)
Dalam dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2025, prioritas pengawasan terhadap wajib pajak high wealth individual (HWI) beserta wajib pajak grup merupakan bagian dari kebijakan yang dilakukan untuk penguatan basis perpajakan.
“Penguatan basis perpajakan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi dengan melakukan … prioritas pengawasan atas wajib pajak HWI beserta wajib pajak group, transaksi afiliasi, dan ekonomi digital,” bunyi dokumen itu. Simak ‘Kebijakan Pajak 2025: Pengawasan Diperkuat, Prioritas HWI dan WP Grup’.
Penguatan basis perpajakan juga dilakukan dengan beberapa kebijakan. Pertama, penambahan jumlah wajib pajak serta perluasan edukasi perpajakan untuk mengubah perilaku kepatuhan pajak. Kedua, penguatan aktivitas pengawasan pajak dan law enforcement. (DDTCNews)
Implementasi CTAS akan mengakomodasi kebutuhan wajib pajak terkait dengan dokumentasi berkas-berkas sebelumnya. Misal, jika membutuhkan dokumentasi pelaporan SPT Tahunan PPh badan 3 tahun sebelumnya, wajib pajak tidak perlu lagi mendatangi kantor pelayanan pajak (KPP).
“Kita punya namanya document management system. Jadi, seluruh laporan itu sepanjang ada dan telah dimasukkan bisa di-download dan dilihat. Jadi, enggak perlu ke kantor pajak. Download sendiri saja,” ujar Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak Iwan Djuniardi.
Selain document management system, DJP juga akan mengembangkan data quality management sebagai bagian dari CTAS. Data quality management memastikan kualitas data pihak ketiga sudah benar. Simak pula ‘Coretax DJP, Behaviour Wajib Pajak Ditangkap dalam Sistem’. (DDTCNews)
Badan Anggaran (Banggar) DPR mengusulkan pembentukan lembaga independen semacam Congressional Budget Office (CBO) guna mendukung pelaksanaan fungsi anggaran oleh DPR.
Wakil Ketua Banggar DPR Muhidin Muhammad Said mengatakan lembaga independen seperti CBO memiliki peran penting dalam membantu Kongres Amerika Serikat (AS) untuk menyusun kebijakan penganggaran yang kuat dan berkualitas.
"Hal ini selayaknya diadopsi parlemen di Indonesia sehingga fungsi anggaran parlemen, khususnya di Banggar berperan sebagai pemegang amanah rakyat (social trustee) dan dapat membuat kebijakan yang akurat," katanya. (DDTCNews)
Kemenkeu membentuk kelompok kerja (pokja) internal untuk mendukung penyatuan atap Pengadilan Pajak ke MA. Menurut Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemenkeu Heru Pambudi, pokja perlu dibentuk agar pengalihan kewenangan pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan Pengadilan Pajak dari Kemenkeu ke MA berjalan sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Di Kemenkeu ada konsolidasi supaya nanti terjemahan dari putusan MK itu betul-betul bisa hasilnya baik dan memastikan klien Pengadilan Pajak bisa mendapatkan keputusan hukum dari proses peradilan pajaknya,” ujar Heru.
Pokja yang dibentuk Kemenkeu akan berdiskusi dengan pokja penyatuan atap Pengadilan Pajak yang telah dibentuk oleh MA berdasarkan pada Keputusan Ketua MA Nomor 112/KMA/SK.OT1/IV/2024. Simak ‘Lengkap, Ini Susunan Pokja Penyatuan Atap Pengadilan Pajak di MA’. (DDTCNews)
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu mengatakan berbagai insentif perpajakan ini diberikan untuk menarik lebih banyak investor di IKN. Pemberian insentif juga tidak akan menggerus basis penerimaan yang sudah ada (existing).
“Pemberian insentif ini tidak akan menggerus existing basis penerimaan kita," katanya.
Febrio mengatakan pembangunan IKN bertujuan untuk mendorong pemerataan pembangunan. Situasi tersebut diharapkan juga akan lebih mendorong pemerataan pertumbuhan ekonomi di Tanah Air. (DDTCNews) (kaw)