Dirjen Pajak Robert Pakpahan dalam wawancara eksklusif dengan DDTCNews.
BOGOR, DDTCNews – Proses bisnis yang masih terpisah-pisah serta penggunaan sistem manual menjadi celah penyalahgunaan kewenangan oleh fiskus.
Kedua poin tersebut menjadi penekanan Dirjen Pajak Robert Pakpahan saat menjelaskan masih adanya temuan fiskus yang terjerat kasus hukum. Oleh karena itu, menurutnya, integrase proses bisnis dalam satu sistem menjadi agenda perbaikan ke depan.
“Kalau sekarang sistemnya masih terpisah dan itu bahaya,” katanya dalam Media Gathering Ditjen Pajak (DJP), Selasa (11/12/2018).
Robert menjabarkan untuk saat ini, sistem informasi DJP belum paripurna mengintegrasikan seluruh proses bisnis. Tercatat, sistem berbasis elektronik baru mengakomodir data NPWP, SPT, pembayaran dan tagihan pajak.
Sementara, proses bisnis terkait keberatan, pemeriksaan, dan penyidikan belum sepenuhnya terintegrasi ke dalam sistem. Ketiga aspek inilah yang kemudian membuat fiskus tergoda untuk menyalahgunakan kewenangan untuk keuntungan pribadi.
“Saat ini sistem belum kuat meng-handle proses pemeriksaan, penyidikan, dan keberatan. Makanya, kita bangun sistem pada 2019 dengan core tax sebagai poses reformasi administrasi,” jelas Robert.
Melalui peningkatan kemampuan sistem informasi ini, proses bisnis diharapkan dapat berpindah dari manual menjadi otomatisasi. Dengan demikian, akan ada standar yang jelas dalam menentukan derajat risiko wajib pajak berbasis data yang lengkap.
"Sehingga yang diperiksa itu ada standarnya dan tidak ada unsur subjektivitas,” katanya.
Seperti diketahui, pembaruan sistem administrasi dilakukan secara bertahap sejak tahun ini. Core tax rencananya akan siap pada 2021 dan digunakan penuh pada 2024 mendatang. Total anggaran untuk reformasi administrasi pajak ini menelan biaya senilai Rp3,1 triliun. (kaw)