ANALISIS PAJAK

Dapatkah Keputusan Keberatan Menambah Besarnya Jumlah Pajak?

Redaksi DDTCNews
Rabu, 13 Mei 2020 | 23.01 WIB
ddtc-loaderDapatkah Keputusan Keberatan Menambah Besarnya Jumlah Pajak?
DDTC Consulting

PERMOHONAN keberatan merupakan suatu upaya administrasi yang dapat diajukan oleh wajib pajak kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu Surat Ketetapan Pajak (SKP) atau pemotongan/pemungutan pajak oleh pihak ketiga.

Dalam hal keberatan diajukan atas suatu SKP, dapat diartikan setelah pemeriksaan pajak masih terdapat perbedaan pendapat antara Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan wajib pajak. Sesuai ketentuan, wajib pajak dapat mengajukan permohonan keberatan terhadap materi atau isi dari ketetapan pajak.

Proses keberatan ini sering disebut sebagai peradilan semu (Soemitro, 1991), karena penyelesaian keberatan dilakukan oleh institusi yang sama dengan pihak yang melakukan penetapan pajak.

Terhadap permohonan keberatan wajib pajak, DJP dapat menerbitkan keputusan atas keberatan berupa mengabulkan seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya jumlah pajak yang masih harus dibayar.

Selama ini kita sering mendengar keputusan keberatan berupa menolak, atau mengabulkan sebagian atau seluruhnya. Namun demikian, bagaimana apabila keputusan keberatan ternyata menambah besarnya jumlah pajak yang masih harus dibayar. Lantas, dalam hal apa keputusan keberatan berupa menambah diterbitkan oleh DJP?

Wajib Pajak Mengajukan Keberatan atas Materi atau Isi Ketetapan Pajak

Menurut pasal 1 angka 34 UU KUP, surat keputusan keberatan pajak merupakan keputusan atas keberatan, terhadap SKP atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan wajib pajak.

Kemudian, disebutkan dalam penjelasan Pasal 25 ayat (1) UU KUP, apabila wajib pajak berpendapat bahwa jumlah pajak tidak sebagaimana mestinya, wajib pajak dapat mengajukan keberatan mengenai materi atau isi dari ketetapan pajak kepada DJP. Masih dalam penjelasan tersebut, yang dimaksud dengan materi atau isi dari ketetapan pajak adalah jumlah rugi, jumlah besarnya pajak, atau pemotongan atau pemungutan pajak.

Berdasarkan penjelasan tersebut, timbul pertanyaan tentang apa makna frasa ‘materi atau isi dari ketetapan pajak’. Apakah frasa tersebut dapat dimaknai sebagai seluruh komponen perhitungan pajak yang menentukan jumlah besarnya pajak? Ataukah hanya atas materi sengketa sesuai hasil pemeriksaan pajak?

Disebutkan dalam Pasal 58 ayat (4) PMK 17/2013 s.t.d.t.d PMK 184/2015 tentang tata cara pemeriksaan pajak, nota penghitungan digunakan sebagai dasar penerbitan surat ketetapan pajak.

Kemudian, dalam Pasal 58 ayat (5) PMK 17/2013 s.t.d.t.d PMK 184/2015 disebutkan bahwa pajak yang terutang dalam surat ketetapan pajak dihitung sesuai dengan pembahasan akhir hasil pemeriksaan.

Untuk itu, materi atau isi dari ketetapan pajak yang dimaksud dalam penjelasan Pasal 25 ayat (1) UU KUP adalah jumlah pajak dalam SKP yang dihitung berdasarkan nota penghitungan sesuai dengan pembahasan akhir hasil pemeriksaan,

Lebih lanjut, penghitungan jumlah pajak dalam SKP didasarkan pada temuan pemeriksaan yang meliputi pos-pos yang dikoreksi, nilai koreksi, dasar koreksi, dan perhitungan jumlah pajak yang hasilnya dituangkan dalam berita acara pembahasan akhir hasil pemeriksaan, sebagaimana yang dimaksud dalam PMK 17/2013.

Lingkup Keputusan Keberatan terkait Menambah Besarnya Jumlah Pajak

Dalam Pasal 26 ayat (3) UU KUP, DJP dapat menerbitkan keputusan atas keberatan berupa mengabulkan seluruhnya atau sebagian, menolak, atau “menambah” besarnya jumlah pajak yang masih harus dibayar. Terdapat dua kata kunci dari bunyi Pasal 26 Ayat (3) UU KUP tersebut, yaitu frasa ”keputusan DJP atas keberatan” berupa menambah dan frasa “besarnya jumlah pajak”.

Apabila kedua frasa tersebut dipahami secara komprehensif menjadi satu bagian utuh dengan Penjelasan Pasal 25 Ayat (1) UU KUP, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. Pertama, keputusan keberatan adalah keputusan atas keberatan yang diajukan wajib pajak kepada DJP. Kedua, keputusan keberatan berupa menambah hanya apabila terkait materi atau isi dari SKP yang diajukan keberatan.

Penulis dapat berikan contoh keputusan keberatan yang menambah pajak yang terutang yang terkait materi ketetapan pajak sebagai berikut.

Awalnya, dalam Surat Pemberitahuan (SPT), wajib pajak melaporkan ekspor Barang Kena Pajak (BKP) dan mengkreditkan Pajak Masukan (PM) yang terkait. Kemudian, dilakukan pemeriksaan dan dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan yang menjadi dasar SKP, ekspor BKP tersebut dikoreksi sebagai penyerahan dalam negeri.

Selanjutnya, dalam proses keberatan, wajib pajak mengajukan keberatan atas materi atau isi serta jumlah pajak hanya terkait permasalahan ekspor BKP. Namun dalam prosesnya, koreksi tersebut dibatalkan, tetapi ditetapkan sebagai ekspor non BKP. Lalu, peneliti keberatan juga menambah pajak terutang akibat tidak dapat dikreditkannya PM yang berhubungan penyerahan yang tidak terutang PPN atas ekspor non BKP.

Dalam contoh kasus tersebut, yang disengketakan wajib pajak adalah materi serta jumlah pajak terkait koreksi ekspor BKP. Dengan demikian, atas koreksi PM yang timbul sehubungan dengan penelitian keberatan merupakan materi yang tidak disengketakan sebelumnya dalam pemeriksaan maupun keberatan yang diajukan wajib pajak.

Perlakuan Data yang Semula Belum Terungkap dalam Proses Keberatan

Lantas, bagaimana jika dalam proses penyelesaian keberatan, peneliti keberatan menemukan data yang semula belum terungkap dan berpotensi adanya pajak terutang? 

Mengacu pada ketentuan lampiran III angka 15 Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor 11/PJ/2014 tentang petunjuk pelaksanaan penyelesaian keberatan Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah. DJP dapat menjalankan prosedur melalui mekanisme pengumpulan data untuk dijadikan sebagai Alat Keterangan (Alket).

Alket tersebut selanjutnya dikirimkan kepada KPP tempat wajib pajak terdaftar untuk menjadi pertimbangan apakah dapat dilakukan pemeriksaan ulang atas data yang semula belum terungkap berdasarkan hasil ketetapan pajak. Ketentuan ini diatur dalam PMK 183/2015 tentang tata cara penerbitan Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak.

Kesimpulannya, prosedur peneliti keberatan terhadap ditemukannya data yang semula belum terungkap dan berpotensi adanya pajak terutang terbatas hanya pada membuat Alket dan tidak untuk menambah koreksi atau besarnya jumlah pajak terutang dalam proses keberatan.

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.