BERITA PAJAK HARI INI

Keseimbangan Pajak Bisnis Digital Diusulkan

Redaksi DDTCNews
Senin, 06 Februari 2017 | 09.28 WIB
Keseimbangan Pajak Bisnis Digital Diusulkan

JAKARTA, DDTCNews – Berita pagi ini, Senin (6/2) datang dari pemerintah Indonesia yang akan mengusulkan penyeimbangan hak pemajakan bisnis digital antarnegara kepada anggota Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). 

Usulan ini dilayangkan karena selama ini banyak potensi pajak negara berkembang hilang dari pajak bisnis digital. Bahkan, menurut Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak John Hutagaol, potensi pajak yang hilang di negara berkembang tiap tahunnya mencapai sekitar US$200 miliar.

Hilangnya potensi penerimaan pajak di negara berkembang tersebut disebabkan oleh upaya profit shifting. Salah satunya dari ekonomi digital dan perbedaan struktur dan tarif pajak antarnegara, katanya, belum lama ini.

Kabar lainnya datang dari tren restitusi PPN yang masih tinggi pada Januari 2017 dan pemerintah yang tengah merumuskan akan memberikan insentif fiskal bagi UMKM. Berikut ulasan ringkas beritanya:

  • Restitusi PPN Masih Berlanjut pada Januari 2017

Realisasi penerimaan pajak pertamnaham milai (PPN) bulan Januari 2017 lebih minim ketimbang Januari 2017. Hal ini lantaran pajak harus melakukan pembayaran atas penarikan restitusi oleh wajib pajak. Besarnya angka penarikan restitusi Januari 2017 bukan dikarenakan penahanan restitusi pada akhir 2016. Salah satu penarikan restitusi yang terbesar yaitu disebabkan oleh adanya putusan pengadilan.

  • Kemenkeu Rumuskan Insentif Fiskal bagi UMKM

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) segera merumuskan rencana pemberian insentif fiskal untuk pengembangan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Pemberian insentif ini menjadi bagian dari upaya mengatasi ketimpangan ekonomi dalam program kebijakan ekonomi berkeadilan terutama di sektor manufaktur dan teknologi, informasi dan komunikasi (TIK). Dalam kebijakan ini pemerintah berjanji untuk memberikan akses bunga rendah bagi bisnis skala kecil.

  • Bunga Acuan BI Sulit Turun

Bank Indonesia (BI) kembali menegaskan perubahan kebijakan moneternya ke depan dari bias longgar menjadi lebih berhati-hati. Perubahan ini dilakukan karena ruang pelonggaran moneter BI tahun ini makin sempit, seiring dengan potensi inflasi dalam negeri dan dinamika eksternal terutama di Amerika Serikat (AS). Ini berarti, suku bunga acuan BI tidak akan turun lagi.

  • Pertukaran Informasi Pajak Diteken

Indonesia akhirnya meneken perjanjian multilateral antarotoritas pajak untuk saling bertukar informasi antarnegara secara otomatis. Langkah ini dilakukan setelah aturan transfer pricing documentation (TP Doc) terbit. Perjanjian Multilateral Competent Authority Agreement on Country by Country Report (CbCR MCAA) itu ditandatangani langsung oleh Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi pada akhir bulan lalu di Paris, Prancis bersama dengan perwakilan otoritas pajak dari Malta, Mauritius, Gabon dan Rusia.

  • Pajak Kepemilikan Tanah

Pemerintah akan menerapkan sistem pajak baru bagi kepemilikan tanah, meliputi pajak progresif, pajak keuntungan hasil transaksi (capital gain tax), dan pajak aset menganggur (unutilized asset tax). Kebijakan ini antara lain ditujukan untuk meningkatkan produktivitas lahan, memberikan nilai tambah ekonomi pada lahan-lahan menganggur, membentuk harga tanah dan properti yang wajar, serta mendorong pemerataan.

  • PDB di Bawah Target

Mayoritas ekonom dalam survei bisnis memprediksi pertumbuhan ekonomi kuartal terakhir tahun lalu kembali melambat. Kendati demikian, secara keseluruhan 2016, ekonomi Indonesia meningkat dibandingkan dengan pencapaian tahun sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi 2016 diprediksi sebesar 5%, angka tersebut lebih rendah dari target yang ditetapkan dalam APBNP 2016 sekitar 5,02%. (Amu)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.