Ilustrasi. Warga menggunakan gawainya untuk berbelanja daring di salah satu situs belanja daring di Bogor, Jawa Barat, Kamis (4/11/2021). ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/hp.
JAKARTA, DDTCNews - Perkembangan ekonomi digital masih menimbulkan risiko terhadap penerimaan pajak pada tahun depan.
Perpindahan cara konsumsi dari yang awalnya dilakukan secara konvensional menjadi berbasis digital diakui memiliki dampak positif terhadap efisiensi perekonomian. Namun, tren ini juga meningkatkan shadow economy.
"Dengan kondisi saat ini, terdapat risiko kehilangan basis pajak (tax base) atau wajib pajak khususnya PPN dan PPh badan," tulis pemerintah dalam dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2023, dikutip Senin (23/5/2022).
Perlu diketahui, yang dimaksud dengan shadow economy adalah aktivitas perekonomian yang memiliki kontribusi terhadap PDB tetapi sama sekali tak terdaftar.
Shadow economy mencakup aktivitas produksi yang legal tapi secara sengaja disembunyikan dari otoritas publik, aktivitas produksi yang ilegal, aktivitas produksi sektor informal, dan aktivitas produksi rumah tangga untuk keperluan sendiri.
Untuk meningkatkan basis pajak dari sektor perekonomian digital, UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) turut mengatur ketentuan tentang penunjukan pihak lain sebagai pemungut/pemotong pajak.
Melalui Pasal 32A UU KUP s.t.d.t.d UU HPP, menteri keuangan mendapatkan kewenangan untuk menunjuk pihak lain yang terlibat langsung ataupun fasilitator transaksi sebagai pemungut/pemotong pajak.
"Pihak lain yang ditunjuk sebagai pemotong dan/atau pemungut pajak merupakan subjek pajak baik dalam negeri maupun luar negeri, yang terlibat langsung atau yang memfasilitasi transaksi misalnya dengan menyediakan sarana atau media transaksi, termasuk transaksi yang dilakukan secara elektronik," bunyi ayat penjelas dari Pasal 32A ayat (2) UU KUP.
Beberapa peraturan menteri keuangan (PMK) pun telah diterbitkan untuk melaksanakan ketentuan ini, contohnya PMK 60/2022 yang mengatur tentang pemungutan PPN atas produk digital asing yang masuk ke Indonesia melalui platform, PMK 68/2022 yang mengatur pemungutan PPN dan PPh atas transaksi cryptocurrency, dan PMK 69/2022 tentang PPh dan PPN pada sektor fintech. (sap)