Managing Partner DDTC Darussalam dalam webinar bertajuk Akselerasi Indonesia Maju melalui Penanaman Modal dan Insentif Fiskal (Perpres 10/2021 dan PMK 18/2021). (tangkapan layar Youtube)
JAKARTA, DDTCNews – Pakar menilai strategi pemerintah mengubah ketentuan pajak atas dividen dan penghasilan lain dari luar negeri melalui UU 11/2020 tentang Cipta Kerja sudah tepat.
Managing Partner DDTC Darussalam mengatakan pemerintah sudah terlebih dahulu menurunkan tarif pajak penghasilan (PPh) badan melalui Perpu 1/2020 sebelum memutuskan pengecualian dividen dari objek PPh melalui UU Cipta Kerja.
“Ini kerja cerdas pemerintah. Sebelum dividen tidak kena pajak, basic-nya adalah bagaimana PPh badan itu diturunkan terlebih dahulu," ujar Darussalam pada webinar bertajuk Akselerasi Indonesia Maju melalui Penanaman Modal dan Insentif Fiskal, Kamis (1/4/2021).
Dengan adanya UU Cipta Kerja, dividen luar negeri, penghasilan setelah pajak dari bentuk usaha tetap (BUT) di luar negeri, dan penghasilan luar negeri selain dari BUT dikecualikan dari objek PPh sepanjang dividen dan penghasilan tersebut diinvestasikan di Indonesia.
Darussalam mengatakan bila tarif PPh badan tidak diturunkan, terdapat kemungkinan perusahaan hanya akan menginvestasikan dividen dan penghasilannya di Indonesia hingga holding period-nya habis, yakni selama 3 tahun.
"Kalau kebijakan ini [penurunan tarif PPh badan] tidak diambil, para pemilik perusahaan tidak akan mau mendistribusikan labanya untuk direpatriasi ke Indonesia sehingga yang terjadi adalah lock-out effect," imbuhnya.
Darussalam menjelaskan lock-out effect adalah keengganan pemegang saham untuk merepatriasi sehingga dana tersebut tetap terparkir di luar negeri.
Dengan kebijakan tersebut, Darussalam berharap makin banyak pemegang saham yang memiliki perusahaan di luar negeri mau merepatriasi dividennya. "Mudah-mudahan hasilnya lebih dari apa yang kita lakukan melalui tax amnesty," ujarnya.
Sebagai informasi, dalam webinar yang diadakan Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM tersebut, turut hadir pula Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Direktur Peraturan Perpajakan I Ditjen Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama, serta Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan P. Roeslani. (kaw)