Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Integrasi pemanfaatan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) kembali menjadi sorotan netizen. Apalagi, implementasi penuhnya mulai berjalan per 1 Januari 2024 nanti, kurang dari tiga bulan lagi.
Ditjen Pajak (DJP) mencatat hingga awal Oktober 2023 sudah 58,7 juta NIK yang telah dipadankan dengan NPWP orang pribadi. Angka tersebut setara dengan 82,34% dari total wajib pajak orang pribadi di Indonesia, yakni 71,3 juta orang.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas (P2Humas) DJP Dwi Astuti mengatakan otoritas akan mengejar target pemadanan NIK-NPWP di sisa waktu ini.
"Masih ada sekitar 17%-18% yang diharapkan sampai dengan akhir tahun ini bisa dipadankan seluruhnya," katanya.
Dwi mengatakan integrasi NIK sebagai NPWP telah diatur dalam UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Integrasi NIK sebagai NPWP mulai diterapkan pada 14 Juli 2022 dan bakal berlaku sepenuhnya pada 1 Januari 2024.
Integrasi data ini akan memudahkan wajib pajak dalam mengakses layanan pada DJP. Dengan integrasi ini, diharapkan semua layanan DJP dapat diakses hanya menggunakan satu identitas, yakni NIK.
Karena batas periode pemadanan NIK-NPWP makin mepet. DJP pun menyodorkan imbauan kepada wajib pajak. Apa itu? Simak artikel lengkapnya, 'Tiga Bulan Lagi Integrasi Penuh NIK-NPWP, DJP Ingatkan WP Soal Ini'.
Topik lain yang juga menarik minat netizen adalah persiapan infrastruktur teknologi bagi wajib pajak berupa taxpayer account alias akun wajib pajak. Akun WP akan tersedia pada laman pajak.go.id dan diakses dengan NIK atau NPWP.
Lewat akun tersebut, wajib pajak bisa mengecek progres proses hukum atau seluruh pemenuhan kewajiban wajib pajak.
"Kalau wajib pajak diperiksa, itu informasinya ada di sana. Sedang mengajukan misalnya pemindahbukuan, itu juga akan ada informasinya di sana. Layanan wajib pajak itu bisa diakses melalui account ini," kata Dwi.
Adapun taxpayer account akan tersedia saat otoritas telah menerapkan sistem inti administrasi perpajakan (SIAP) atau coretax administration system (CTAS). Rencananya, penerapan CTAS akan dimulai pada tahun depan.
Lantas seperti apa SIAP atau CTAS? Simak artikel lengkapnya, 'Info Pemeriksaan, DJP Sebut Nanti Ada di Akun Wajib Pajak'.
Selain dua pemberitaan di atas, ada sejumlah topik lain yang juga menarik untuk kembali diulas. Antara lain, update soal pengembangan profesi konsultan pajak, warning bagi pemda terkait dengan perda PDRD, penunjukan pemungut PPN PMSE, hingga perkembangan terkini soal pemungutan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK).
Berikut ini ulasan pemberitaan pajak dalam sepekan, selengkapnya.
Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK) Kementerian Keuangan tengah menyusun rancangan pengembangan profesi konsultan pajak.
Rancangan pengembangan profesi tersebut disiapkan PPPK dalam rangka mendukung pelaksanaan pembinaan dan pengawasan konsultan pajak selaku tax intermediaries.
Menurut PPPK, pemerintah memiliki keterbatasan dalam memberikan edukasi perpajakan kepada publik. Dengan demikian, kehadiran konsultan pajak amat diperlukan dalam rangka meningkatkan pemahaman masyarakat atas regulasi perpajakan.
Kementerian Dalam Negeri mengingatkan pemerintah daerah segera menyusun dan menyelesaikan pembahasan raperda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).
Sekjen Kemendagri Suhajar Diantoro mengatakan UU 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD) mengamanatkan raperda PDRD harus disusun dan diundangkan paling lambat 5 Januari 2024. Apabila raperda PDRD belum rampung hingga batas waktu, pemda berpotensi tidak dapat memungut pajak daerah.
"Pesan Pak Menteri Dalam Negeri untuk Bapak-Ibu Gubernur bahwa [berdasarkan] UU HKPD, batas waktu penerbitan Perda tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah makin singkat," katanya dalam Rakornas Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (P2DD).
DJP menunjuk 3 pelaku usaha perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) sebagai pemungut PPN PMSE pada bulan lalu.
Pelaku usaha yang baru ditunjuk sebagai pemungut PPN PMSE pada September 2023 antara lain DeepL SE, Squarespace Ireland Ltd., dan Trendstream Ltd. Dengan penambahan ini, tercatat sudah ada 161 pelaku usaha PMSE yang ditunjuk sebagai pemungut PPN PMSE.
"Selain 3 penunjukan yang dilakukan, di bulan ini pemerintah juga melakukan pembetulan elemen data dalam surat keputusan penunjukan atas Skype Communications SARL, Microsoft Ireland Operations Ltd., dan NCS Pearson Inc," tulis DJP dalam keterangan resminya.
Pemerintah dinilai perlu berhati-hati dalam mendesain kebijakan pengenaan cukai terhadap minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK).
Director Fiscal Research & Advisory DDTC B. Bawono Kristiaji mengungkapkan setiap penyusunan kebijakan cukai selalu diwarnai dengan tarik-menarik kepentingan dari beberapa aspek sekaligus. Oleh karena itu, partisipasi publik juga perlu diserap agar kebijakan cukai MBDK tidak sampai menimbulkan gejolak.
"Pemerintah perlu duduk bersama publik untuk membikin desain [kebijakan cukai MBDK] yang paling ideal, melihat trilemanya ada penerimaan, kesehatan, dan industri," katanya.
Kementerian Keuangan menambah daftar barang yang dikenai bea masuk dan pajak dalam rangka impor (PDRI) sesuai dengan tarif umum jika diimpor melalui mekanisme impor barang kiriman.
Merujuk pada Pasal 29 ayat (4) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 96/2023, terdapat 9 jenis barang kiriman yang dikenai bea masuk dan PDRI sesuai dengan tarif umum.
"Barang kiriman dengan jenis barang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberlakukan ketentuan dan tarif pembebanan umum (most favoured nation) untuk bea masuk dan PDRI," bunyi Pasal 29 ayat (5) PMK 96/2023. (sap)