REFORMASI PAJAK INDONESIA

Soal Rekomendasi Reformasi Pajak IMF-OECD, Ini Komentar BKF

Redaksi DDTCNews
Rabu, 17 Oktober 2018 | 18.13 WIB
Soal Rekomendasi Reformasi Pajak IMF-OECD, Ini Komentar BKF

JAKARTA, DDTCNews – Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, Suahasil Nazara angkat bicara soal rekomendasi kebijakan penerimaan negara yang dikeluarkan IMF-OECD. Secara garis besar rekomendasi tersebut dinilai sejalan dengan kebijakan yang dilakukan pemerintah.

Adapun rekomendasi dari IMF dan OECD mempunyai nafas yang sama, yakni meningkatkan tax ratio. Untuk ukuran kapasitas ekonomi seperti Indonesia angka tax ratio yang sebesar 10% dirasa belum mumpuni untuk menopang pembangunan secara berkelanjutan.

"Itu yang kita lakukan dan usungkan terus soal menaikkan tax ratio," katanya di Kantor Ditjen Pajak, Rabu (17/10/2018).

Suhasil menjelaskan semangat rekomendasi kebijakan IMF dan OECD soal penerimaan negara sejalan dengan kebijakan pemerintah. Salah satunya adalah terus melaksanakan reformasi perpajakan. Namun, dia masih enggan menjabarkan posisi pemerintah terkait pilihan rekomendasi kebijakan yang sebaiknya dilakukan.

"Review itu akan dilakukan mengenai ketepatan kebijakan, lalu kemudian kemampuan memungutnya (pajak), pasti akan di (area) sekitar itu," ungkapnya.

Seperti diketahui, rekomendasi IMF dan OECD terkait kebijakan penerimaan negara terbagi beberapa saran. Pertama adalah soal kepatuhan, administrasi pajak, dan perundang-undangan. 

IMF dan OECD menilai perlunya meningkatkan investasi dalam administrasi pajak, terutama sumber daya manusia (SDM), layanan elektronik, serta database. Mereka juga menyodorkan resep pentingnya penggunaan teknologi informasi dalam manajemen risiko untuk meningkatkan kepatuhan.

Kedua, pajak penghasilan (PPh). Dalam kelompok ini, kedua lembaga sama-sama menilai ambang batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) di Indonesia cukup tinggi. Hampir 90% penghasilan rata-rata penduduk Indonesia berada di bawah PTKP. Oleh karena itu, kedua lembaga merekomendasikan agar tidak ada lagi kenaikan ambang batas PTKP.

Baik IMF maupun OECD juga merekomendasikan agar adanya penurunan ambang batas bracket teratas dalam pengenaan PPh wajib pajak orang pribadi. Khusus mengenai rezim PPh final bagi UKM, IMF meminta adanya penurunan ambang batas pengenaan pajak usaha kecil dan menengah (UKM), sedangkan OECD meminta ada pengetatan kriteria pajak untuk UKM.

Ketiga terkait pajak daerah, terutama pajak properti. IMF dan OECD sama-sama menganjurkan adanya kenaikan tarif pajak bumi dan bangunan (PBB). Sebagai tambahan, OECD meminta agar ada kenaikan nilai jual objek pajak tidak kena pajak (NJOPTKP). Mereka juga sepakat untuk mengembalikan beberapa jenis pajak yang semula sudah diberikan ke daerah menjadi kewenangan pusat. Seluruh usulan tersebut bertujuan untuk memperkuat kapasitas fiskal pemerintah daerah. (Amu)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.