BERITA PAJAK HARI INI

BKPM Usulkan Tax Holiday untuk Industri Hulu Padat Modal

Redaksi DDTCNews
Jumat, 13 Juli 2018 | 09.20 WIB
BKPM Usulkan Tax Holiday untuk Industri Hulu Padat Modal

JAKARTA, DDTCNews – Pagi ini, Jumat (13/7), kabar datang dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang ingin adanya insentif pajak berupa tax holiday pada sektor industri hulu dalam rangka menjaga sentimen investor.

Kabar lainnya datang dari Kementerian Keuangan yang menilai ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat masih berkisar 75%. Berdasarkan hal ini, pemerintah pusat tengah berupaya untuk mengurangi ketergantungan tersebut.

Selain itu, kabar juga datang dari ekonom yang menganggap asumsi makro dalam laporan hasil pembicaraan pendahuluan RAPBN 2019 tidak realistis di tengah tantangan ekonomi yang masih berat pada tahun depan. Meski begitu, DPR sudah menyepakatinya.

Sebagai informasi, asumsi Makro RAPBN 2019 meliputi pertumbuhan ekonomi 5,2%-5,6%, inflasi 2,5%-4,5%, nilai tukar rupiah Rp13.700-Rp14.000 per dolar Amerika Serikat, tingkat bunga SPN 3 bulan 4,6%-5,2%, harga minyak mentah Indonesia US$60-US$70 per barel, lifting minyak bumi 722 ribu – 805 ribu barel per hari dan lifting gas bumi 1,21 juta – 1,3 juta barel setara minyak per hari.

Berikut ringkasan berita selengkapnya:

  • Tax Holiday untuk Industri Hulu Padat Modal:

Kepala BKPM Thomas T. Lembong mengatakan industri hulu padat modal umumnya fokus pada bahan baku yang selama ini masih banyak diimpor oleh pasar dalam negeri. Industri hulu yang minat investasinya semakin meningkat adalah industri besi baja. Menurutnya komitmen besar pemerintah sangat dibutuhkan, salah satunya dengan upaya pemberian insentif tax holiday.

  • Pemerintah Pusat Minta Pemda Dorong Pajak Daerah:

Sekretaris Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Putut Hari Satyaka mengatakan ketergantungan daerah terhadap suntikan fiskal dari pusat harus dikurangi. Menurutnya bukan secara otomatis langsung mengurangi nilai alokasinya, tapi pemerintah daerah bisa mengoptimalkan pendapatan asli daerah (PAD) dengan mengoptimalkan pajak daerah, begitupun pada sektor lainnya seperti retribusi, sehingga persentase terhadap total APBD menjadi turun.

  • Ekonom Soroti Asumsi Makro Rupiah dan Harga Minyak 2019:

Wakil Direktur Indef Eko Listiyanto mengatakan harga minyak pasti mennjadi sandungan, mengingat harga minyak mentah dunia sudah di atas US$70 per barel. Dia menyayangkan harga minyak tidak pernah sesuai dengan asumsi yang dipatok oleh pemerintah. Terlebih Eko juga menyoroti kurs rupiah yang dinilai akan sangat berat untuk bergerak pada kisaran asumsi makro yang digunakan.

  • DPR Turunkan Asumsi Makro Pertumbuhan Ekonomi 2019:

DPR menurunkan target pertumbuhan ekonomi dari usulan pemerintah 5,4%-5,8% menjadi 5,2%-5,6% karena melihat tekanan perekonomian tahun ini masih berpotensi terjadi pada tahun depan. Namun Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Jazilul Fawaid mengatakan Fraksi Partai Gerindra memprediksi pertumbuhan ekonomi tahun 2019 hanya berkisar 5,2%-5,4% atau lebih rendah dari kesepakatan antara pemerintah dengan DPR (5,2%-5,6%). Menurutnya hal ini menjadi pertimbangan prediksi pertumbuhan karena tahun-tahun sebelumnya pertumbuhan ekonomi tidak pernah tercapai.

  • Fraksi PAN Minta Pemerintah Perlebar Asumsi Rupiah 2019:

Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) pun turut menyoroti asumsi makro 2019, terutama pada nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Pasalnya nilai rupiah saat ini sudah tembus Rp14.400 per dolar AS. Kemudian hal lain yang jadi perhatian PAN yakni gini rasio tahun 2019 yang dianggap harus lebih rendah dari yang disepakati, yaitu sebesar 0,37%-0,38% karena target gini rasio tahun 2018 adalah 0,38%, sedangkan dalam asumsi makro RAPBN 2019 dipatok 0,38%-0,39%. Target gini rasio yang lebih rendah dinilai bisa memberikan sinyal APBN 2019 akan pro pemerataan dan mengurangi kesenjangan antar daerah.

  • Gejolak Global, Pengusaha Tahan Investasi:

Wakil Ketua Kadin Bidang Hubungan Internasional Shinta W. Kamdani mengatakan pengusaha masih wait and see untuk berinvestasi saat ini. Karena ada banyak sekali kondisi di luar kemampuan yang tidak favorable seperti perang dagang dan kenaikan suku bunga The Fed. Menurutnya pemerintah harus memetakan potensi industri yang memiliki pertumbuhan cukup baik, sekaligus membuat terobosan. (Amu)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.