KONSULTASI PAJAK

Bagaimana Perlakuan PPh atas Pembayaran Bulanan dalam Kontrak BOT?

Kamis, 01 Desember 2022 | 16:52 WIB
Bagaimana Perlakuan PPh atas Pembayaran Bulanan dalam Kontrak BOT?

Syadesa Anida Herdona,
DDTC Fiscal Research and Advisory.

Pertanyaan:
PERKENALKAN, saya Tami. Saya adalah staf keuangan salah satu perusahaan manufaktur. Perusahaan kami melakukan perjanjian bangun guna serah (build, operate, transfer/BOT) untuk membangun gedung perkantoran dengan PT A selaku pemilik tanah.

Setelah proses pembangunan selesai, perusahaan kami memiliki hak untuk menggunakan bangunan tersebut selama 10 tahun. Nantinya, perusahaan kami akan membayar Rp200 juta kepada PT A setiap bulan selama 10 tahun. Pada akhir masa BOT, perusahaan kami akan menyerahkan gedung perkantoran tersebut kepada PT A.

Pertanyaan saya, bagaimana perlakuan pajak penghasilan (PPh) atas transaksi pembayaran rutin bulanan yang kami bayarkan kepada PT A? Mohon penjelasannya. Terima kasih.

Tami, Jakarta.

Jawaban:
TERIMA kasih atas pertanyaannya, Ibu Tami. Untuk menjawab pertanyaan Ibu, kita dapat merujuk pada Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2017 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan (PP 34/2017).

Pasal 1 angka 3 PP 34/2017 menjelaskan definisi dari bangun guna serah sebagai berikut:

“Bangun Guna Serah adalah bentuk perjanjian kerja sama yang dilakukan antara pemegang hak atas tanah dan investor, yang menyatakan bahwa pemegang hak atas tanah memberikan hak kepada investor untuk mendirikan Bangunan selama masa perjanjian dan mengalihkan kepemilikan Bangunan tersebut kepada pemegang hak atas tanah setelah investor mengoperasikan Bangunan tersebut atau sebelum investor mengoperasikannya.”

Pada intinya, BOT adalah perjanjian kerja sama dengan skema pemegang hak atas tanah memberikan haknya kepada investor untuk mendirikan bangunan selama masa perjanjian. Setelah itu, bangunan tersebut dialihkan kepemilikannya kepada pemegang hak atas tanah.

Dalam kasus Ibu dapat diartikan bahwa PT A merupakan pemegang hak atas tanah dan perusahaan Ibu merupakan investor.

Adapun perlakuan PPh yang diterapkan dalam skema transaksi ini berupa pengenaan PPh atas persewaan tanah dan/atau bangunan. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 ayat (1) PP 34/2017.

“(1) Atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau Bangunan baik sebagian maupun seluruh Bangunan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final.”

Pasal 2 ayat (2) PP 34/2017 menjelaskan secara terperinci penghasilan yang terkait dengan pelaksanaan kontrak BOT yaitu:

“(2) Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan pemegang hak atas tanah dari Investor terkait dengan pelaksanaan perjanjian Bangun Guna Serah, meliputi:

  1. penghasilan atas pembayaran berkala selama masa perjanjian Bangun Guna Serah;
  2. penghasilan dalam bentuk Bangunan yang diserahkan sebelum perjanjian Bangun Guna Serah berakhir;
  3. penghasilan dalam bentuk Bangunan yang diserahkan atau seharusnya diserahkan pada saat perjanjian Bangun Guna Serah berakhir; dan/atau
  4. penghasilan lain terkait perjanjian Bangun Guna Serah, termasuk pembayaran terkait bagi hasil penggunaan Bangunan dan denda perjanjian Bangun Guna Serah.”

Namun, perlu diperhatikan kembali bahwa penghasilan yang dimaksud tidak termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari jasa pelayanan penginapan beserta akomodasinya.

Kemudian, selayaknya perlakuan PPh atas persewaan tanah dan/atau bangunan lainnya, dalam skema BOT juga dikenakan PPh final dengan tarif 10% sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) PP 34/2017.

Adapun dasar pengenaan pajaknya adalah jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan atau sebesar semua jumlah yang dibayarkan atau yang diakui sebagai utang oleh penyewa dengan nama dan dalam bentuk apapun yang berkaitan dengan tanah dan/atau bangunan yang disewa.

Termasuk di dalam jumlah pembayaran tersebut adalah biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan, biaya layanan, dan biaya fasilitas lainnya, baik yang perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun yang disatukan.

Dalam hal ini, PPh final akan wajib dipotong oleh perusahaan Ibu selaku penyewa atas penghasilan yang diterima PT A. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 3 ayat (1) PP 34/2017.

Untuk itu, dapat disimpulkan bahwa perusahaan Ibu harus melakukan pemotongan PPh final sebesar 10% dari jumlah pembayaran rutin bulanan senilai Rp200 juta. Setelahnya, Ibu harus melaporkan pemotongan tersebut dalam SPT Masa Unifikasi.

Demikian jawaban kami. Semoga membantu.

Sebagai informasi, artikel Konsultasi Pajak hadir setiap pekan untuk menjawab pertanyaan terpilih dari pembaca setia DDTCNews. Bagi Anda yang ingin mengajukan pertanyaan, silakan mengirimkannya ke alamat surat elektronik [email protected].

(Disclaimer)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Selasa, 19 Maret 2024 | 12:30 WIB KOTA YOGYAKARTA

Ringankan Beban WP, Pemkot Jogja Beri Pemutihan Denda dan Diskon PBB

Selasa, 19 Maret 2024 | 12:21 WIB PENERIMAAN PAJAK

Turun 3,9 Persen, Realisasi Penerimaan Pajak Tembus Rp269 Triliun

Selasa, 19 Maret 2024 | 12:15 WIB KINERJA FISKAL

APBN Catatkan Surplus Rp 22,8 Triliun hingga 15 Maret 2024

Selasa, 19 Maret 2024 | 12:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Perubahan Skema Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Pegawai Tetap

BERITA PILIHAN