Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Suahasil Nazara.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah resmi meluncurkan insentif super tax deduction diberikan untuk kegiatan vokasi serta penelitian dan pengembangan (litbang). Peningkatan kompetensi tenaga kerja lokal menjadi tujuan utama dari pemberian insentif fiskal ini.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Suahasil Nazara mengatakan payung hukum super tax deduction, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) No.45/2019, untuk meningkatkan daya saing dan kompetensi tenaga kerja nasional. Oleh karena itu, penentuan kompetensi yang mendapat fasilitas fiskal disusun secara lintas kementerian.
“Kalau vokasi itu ujungnya adalah untuk mendapatkan kompetensi. Jadi [kompetensi] apa saja yang menjadi target itu ada di Kemenperin dan Kemenaker. Itu sudah ada daftarnya yang dikirim ke Kantor Kemenko Perekonomian,” kata Suahasil di Kompleks Parlemen Selasa (9/7/2019).
Selain kompetensi, lanjut dia, ada beberapa aspek lain yang akan diatur dalam tata cara pemberian fasilitas super tax deduction. Aspek teknis tersebut terkait dengan jangka waktu pemanfaatan insentif fiskal ini oleh pelaku usaha.
Pengaturan tersebut, menurutnya, akan menjadi bagian integral dalam peraturan menteri keuangan (PMK). Bila tidak ada hambatan, aturan turunan tentang tata cara pemberian super tax deduction akan selesai dalam satu minggu ke depan.
“[Soal jangka waktu pemanfaatan insentif] nanti kita bicarakan juga dalam PMK, berapa tahunnya nanti kita lihat, belum final. Semoga bisa minggu depan,” paparnya.
Seperti diketahui, PP No.45/2019 memberikan insentif pajak untuk pelaku usaha yang menyelenggarakan kegiatan praktik kerja dan pemagangan alias vokasi. Mereka dapat menerima pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 200% dari jumlah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan praktik kerja, pemagangan, dan/ atau pembelajaran.
Untuk wajib pajak badan dalam negeri yang melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan tertentu di Indonesia diberikan fasilitas fiskal serupa. Namun, pengurangan penghasilan bruto diberikan paling tinggi 300% dari jumlah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan penelitian dan pengembangan tertentu di Indonesia yang dibebankan dalam jangka waktu tertentu. (kaw)