Tak hanya di bidang pajak, kewajiban menyelenggarakan pembukuan juga diatur dalam kepabeanan. Kewajiban menyelenggarakan pembukuan tersebut di antaranya diperlukan untuk pelaksanaan audit kepabeanan setelah barang dikeluarkan dari kawasan pabean.
Ketentuan penyelenggaraan pembukuan di bidang kepabeanan pun telah diatur sedemikian rupa melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 104/2024. Lantas, apa itu pembukuan di bidang kepabeanan?
Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi yang meliputi dan mempengaruhi keadaan harta, utang, modal, pendapatan, dan biaya yang secara khusus menggambarkan jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa serta pencatatan arus keluar masuknya sediaan barang.
Berdasarkan Pasal 2 PMK 104/2024, penyelenggaraan pembukuan diwajibkan bagi orang atau badan yang bertindak sebagai importir, eksportir, pengusaha tempat penimbunan sementara (TPS), pengusaha tempat penimbunan berikat (TPB), pengusaha pengurusan jasa kepabeanan (PPJK), dan pengusaha pengangkutan.
Kewajiban penyelenggaraan pembukuan juga berlaku bagi pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai (BKC), penyalur yang wajib memiliki izin berupa nomor pokok pengusaha barang kena cukai (NPPBKC); dan/atau pengguna BKC yang mendapatkan fasilitas pembebasan cukai.
Pembukuan wajib diselenggarakan dengan baik agar menggambarkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya. Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) PMK 104/2024, pembukuan yang dibuat minimal terdiri atas catatan mengenai: harta, utang, modal, pendapatan, biaya, dan sediaan barang.
Sediaan barang berarti semua barang yang terkait dengan pemenuhan kewajiban di bidang kepabeanan dan/atau di bidang cukai. Sesuai dengan ketentuan, catatan mengenai sediaan barang tersebut minimal memuat informasi mengenai: jenis, spesifikasi, jumlah pemasukan dan pengeluaran, serta dokumen kepabeanan dan/atau cukai.
Pembukuan tersebut nantinya diikhtisarkan ke dalam laporan keuangan. Sebagai suatu laporan keuangan, PMK 104/2024 juga telah mengatur standarnya. Mengacu Pasal 5 ayat (2) PMK 104/2024, laporan keuangan disusun dan disajikan berdasarkan standar akuntansi keuangan yang berlaku di Indonesia.
Selain itu, laporan keuangan tersebut harus disusun dan disajikan paling sedikit 1 kali dalam 1 tahun. Laporan keuangan itu bisa dibuat di atas kertas atau secara elektronik dan ditandatangani oleh orang yang berwenang menandatanganinya.
Apabila orang atau badan yang diwajibkan ternyata tidak menyelenggarakan pembukuan dan/atau tidak memenuhi tata cara pembukuan akan dikenai sanksi denda.
Meski begitu, tidak berarti setiap pihak tersebut mutlak harus menyelenggarakan pembukuan. Sebab, pemerintah telah mengatur 3 pihak yang dikecualikan dari kewajiban pembukuan, tetapi diwajibkan melakukan pencatatan.
Pertama, pengusaha pabrik skala kecil. Kedua, penyalur skala kecil yang wajib memiliki izin berupa NPPBKC. Ketiga, pengusaha tempat penjualan eceran yang wajib memiliki izin berupa NPPBKC. (rig)