BERITA PAJAK HARI INI

Agar Tak Kena PPh Final, UMKM Perlu Bikin Surat Pernyataan Soal Omzet

Redaksi DDTCNews | Rabu, 13 Maret 2024 | 08:45 WIB
Agar Tak Kena PPh Final, UMKM Perlu Bikin Surat Pernyataan Soal Omzet

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews - Wajib pajak orang pribadi UMKM perlu menyampaikan surat pernyataan yang menunjukkan bahwa omzet usahanya tidak melebihi Rp500 juta kepada pemotong/pemungut pajak. Tujuannya, agar pelaku UMKM yang omzetnya belum tembus Rp500 juta itu tidak kena PPh final dengan tarif 0,5%.

Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (13/3/2024). Seperti diketahui, pelaku UMKM berpotensi kena PPh final 0,5% ketika bertransaksi dengan pemotong/pemungut pajak meski omzetnya belum melebihi Rp500 juta.

"Wajib pajak orang pribadi ... harus menyampaikan surat pernyataan sebagai pengganti surat keterangan ... yang menyatakan peredaran bruto…wajib pajak pada saat dipotong/dipungut PPh tidak melebihi Rp500 juta," bunyi Pasal 8 ayat (4) PMK 164/2023.

Baca Juga:
Impor Barang Bawaan Tak Dibatasi, Bea Masuk Tetap Sesuai PMK 203/2017

Wajib pajak orang pribadi UMKM perlu menyusun surat pernyataan yang berisi informasi bahwa omzetnya belum melebihi Rp500 juta sesuai dengan format yang terlampir dalam PMK 164/2023.

Surat pernyataan dibuat sendiri oleh wajib pajak orang pribadi dengan mencantumkan nama, NPWP/NIK, serta alamat. Bila wajib pajak menggunakan wakil/kuasa, surat pernyataan harus mencantumkan nama, NPWP/NIK, dan alamat wakil/kuasa tersebut.

Selain soal surat pernyataan bagi pelaku UMKM, ada pula ulasan terkait dengan penghitungan tarif efektif rata-rata (TER) bagi karyawan yang mendapatkan tunjangan hari raya (THR) Lebaran, dokumen yang perlu dilampirkan dalam pelaporan SPT Tahunan, hingga update mengenai implementasi kenaikan PPN 12%.

Baca Juga:
Selamat Hari Buruh! Yuk, Pahami Hak dan Kewajiban Perpajakannya

Berikut ulasan berita perpajakan selengkapnya.

Suket Bagi UMKM yang Omzetnya Lebih Rp500 Juta

Masih menyambung bahasan soal surat pernyataan bagi pelaku UMKM di atas, hal berbeda berlaku bagi wajib pajak orang pribadi UMKM yang omzetnya sudah melebihi Rp500 juta.

Bagi kelompok tersebut, wajib pajak orang pribadi UMKM perlu menunjukkan salinan surat keterangan (suket) ketika melakukan transaksi penjualan barang atau penyerahan jasa kepada pemotong/pemungut pajak.

Dengan menunjukkan suket, wajib pajak akan dikenai pemotongan/pemungutan PPh final sebesar 0,5%, bukan pemotongan PPh Pasal 21 ataupun PPh Pasal 22 dengan tarif normal. (DDTCNews)

Baca Juga:
Gagal Submit SPT-Y? DJP Tawarkan Cara Ini

Pajak Lebih Tinggi Bagi yang Terima THR Lebaran

Siap-siap, pegawai tetap yang menerima THR Lebaran bakal dikenal PPh pasal 21 dengan tarif efektif bulanan yang lebih besar bila dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya.

Mengapa TER-nya lebih tinggi?

Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 168/2023, besaran PPh Pasal 21 dihitung dengan mengalikan tarif efektif bulanan PP 58/2023 dengan jumlah penghasilan bruto yang diterima pegawai tetap dalam 1 masa pajak.

Baca Juga:
Jangan Telat! Pemberitahuan Perpanjangan SPT Badan Maksimal 30 April

Merujuk pada Pasal 5 ayat (1) huruf a PMK 168/2023, penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap baik yang bersifat teratur ataupun yang tidak teratur.

Dijabarkan lebih lanjut dalam Pasal 5 ayat (3) PMK 168/2023, penghasilan teratur dan tidak teratur bagi pegawai tetap antara lain juga mencakup gaji, tunjangan dalam bentuk apapun, uang lembur, bonus, hingga THR. (DDTCNews)

Dokumen yang Perlu Dilamporkan dalam SPT Tahunan

Ada sejumlah dokumen yang perlu dilampirkan oleh wajib pajak orang pribadi sata melaporkan SPT Tahunan. Bila dokumen yang dipersyaratkan tidak dilampirkan, SPT Tahunan yang disampaikan oleh wajib pajak orang pribadi bisa dinyatakan sebagai SPT yang tidak lengkap.

Baca Juga:
Perpanjang Waktu Lapor SPT atau SPT-Y via Online, Harus Punya Sertel

Dokumennya bisa berbeda-beda tergantung kondisi wajib pajak. Hal ini merujuk pada Peraturan Dirjen Pajak PER-02/PJ/2019. Misalnya, wajib pajak orang pribadi yang melakukan pembukuan perlu melampirkan neraca dan laporan laba rugi.

Wajib pajak orang pribadi yang membayar PPh menggunakan skema PPh final UMKM misalnya, harus melampirkan penghitungan omzet dan pembayaran PPh final UMKM. Atau, jika wajib pajak turut memperhitungkan zakat atau sumbangan keagamaan untuk menentukan nilai PPh terutang, harus melampirkan bukti pemotongan zakat atau sumbangan ke dalam SPT Tahunan. (DDTCNews)

Billing PPh Final Tidak Bisa Input NPWP Lain

Pembuatan kode billing terkait dengan PPh final UMKM dengan kode akun pajak (KAP) 411128 dan kode jenis setoran (KJS) 423 menggunakan NPWP pihak pemotong atau pemungut pajak.

Baca Juga:
Dokumen yang Perlu Dilampirkan dalam SPT Tahunan PPh Kontraktor Migas

Adapun KAP/KJS 411128-423 untuk pembayaran PPh final atas penghasilan dari usaha yang diterima/diperoleh wajib pajak dengan peredaran bruto tertentu (UMKM) yang dipotong/dipungut oleh pemotong/pemungut pajak.

“Pembuatan billing dengan KAP/KJS 411128-423 sudah tidak bisa lagi input NPWP lain,” tulis contact center Ditjen Pajak (DJP). (DDTCNews)

Rencana Kenaikan PPN 12%

Kebijakan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% sebenarnya sudah dirancang Presiden Joko Widodo (Jokowi) jauh-jauh hari, yakni melalui UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Baca Juga:
Catat! Tiga Kondisi Ini Membuat WP Perlu Lakukan Pembukuan Terpisah

Berdasarkan ketentuan tersebut, kenaikan tarif PPN menjadi 12% berlaku selambat-lambatnya pada 1 Januari 2025.

Sebagai catatan, perubahan tarif PPN diatur dengan peraturan pemerintah setelah disampaikan oleh pemerintah kepada DPR untuk dibahas dan disepakati dalam penyusunan rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Bukan tanpa sebab, Kementerian Keuangan mencatat tarif PPN 10% belum pernah berubah sejak pertama kali sistem PPN diperkenalkan di Indonesia pada 1984. (Bisnis Indonesia)

(sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 01 Mei 2024 | 08:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Impor Barang Bawaan Tak Dibatasi, Bea Masuk Tetap Sesuai PMK 203/2017

Rabu, 01 Mei 2024 | 07:00 WIB LITERATUR PAJAK

Selamat Hari Buruh! Yuk, Pahami Hak dan Kewajiban Perpajakannya

Selasa, 30 April 2024 | 15:09 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Gagal Submit SPT-Y? DJP Tawarkan Cara Ini

BERITA PILIHAN
Rabu, 01 Mei 2024 | 09:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Aturan Impor Susu Bakal Direlaksasi untuk Program Susu Gratis Prabowo

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Impor Barang Bawaan Tak Dibatasi, Bea Masuk Tetap Sesuai PMK 203/2017

Rabu, 01 Mei 2024 | 07:00 WIB LITERATUR PAJAK

Selamat Hari Buruh! Yuk, Pahami Hak dan Kewajiban Perpajakannya

Selasa, 30 April 2024 | 17:44 WIB KERJA SAMA PERPAJAKAN

Tingkatkan Kepatuhan Wajib Pajak, DJP Teken Kerja Sama dengan TNI

Selasa, 30 April 2024 | 17:00 WIB PAJAK PENGHASILAN

Kapan Sisa Lebih Badan atau Lembaga Nirlaba Pendidikan Jadi Objek PPh?

Selasa, 30 April 2024 | 16:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Pekerja Migran Perlu Pahami Aturan Barang Kiriman Agar Bebas Bea Masuk

Selasa, 30 April 2024 | 15:55 WIB KANWIL DJP JAKARTA BARAT

DJP Jakbar: Penerimaan Pajak Konstruksi dan Real Estat Tumbuh 25,5%

Selasa, 30 April 2024 | 15:47 WIB PERMENDAG 7/2024

Pemerintah Resmi Hapus Batasan Barang Bawaan dari Luar Negeri

Selasa, 30 April 2024 | 15:30 WIB PENERIMAAN CUKAI

Setoran Cukai Minuman Alkohol Tumbuh 6,58 Persen pada Kuartal I/2024