Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) menemukan adanya wajib pajak yang tidak berhak memanfaatkan insentif tetapi mendapatkannya pada tahun lalu. Temuan DJP tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Jumat (12/11/2021).
Berdasarkan pada catatan DJP, permasalahan ini terjadi pada masa awal pemberian insentif pajak. Saat itu, pandemi Covid-19 memang belum lama melanda Indonesia. Merespons temuan ini, DJP langsung melakukan tindak lanjut.
“Risiko ini selanjutnya ditindaklanjuti dengan perbaikan aplikasi permohonan pemanfaatan fasilitas," tulis DJP dalam laporannya yang berjudul Insentif Pajak Pandemi COVID-19 Tahun 2020: Fasilitas dan Dampaknya Terhadap Dunia Usaha.
Tak hanya melakukan perbaikan aplikasi permohonan pemanfaatan fasilitas, DJP juga telah memerintahkan kantor wilayah (kanwil) untuk mengirimkan daftar wajib pajak non-eligible yang terlanjur memanfaatkan insentif.
“Atas wajib pajak yang sudah terlanjur memanfaatkan namun tidak berhak, sudah ditindaklanjuti dengan mengirim daftar wajib pajak tersebut kepada Kantor Wilayah DJP untuk dilakukan pembatalan,” imbuh DJP.
Selain mengenai pemanfaatan insentif, ada pula bahasan terkait fitur baru pada DJP Online. Kemudian, ada pula bahasan tentang pajak pertambahan nilai (PPN) yang akan menjadi andalan pemerintah dalam mengamankan penerimaan pajak tahun depan.
DJP menemukan banyak wajib pajak yang melaporkan realisasi insentif pajak tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
Berdasarkan catatan DJP atas pemanfaatan insentif pajak pada 2020, pelaporan yang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya banyak terjadi pada wajib pajak yang memanfaatkan fasilitas pengurangan angsuran PPh Pasal 25 serta pembebasan PPh Pasal 22 impor.
"Jenis insentif yang paling banyak terdapat ketidaksesuaian adalah pengurangan angsuran PPh Pasal 25," tulis DJP dalam laporan yang berjudul Insentif Pajak Pandemi COVID-19 Tahun 2020: Fasilitas dan Dampaknya Terhadap Dunia Usaha. (DDTCNews/Bisnis Indonesia)
Pemerintah akan mengurangi pemberian insentif pajak secara bertahap seiring dengan memulihnya perekonomian dari pandemi Covid-19. Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan insentif untuk pemulihan ekonomi nantinya akan digantikan dengan insentif pajak yang mendukung reformasi struktural.
"Secara bertahap insentif akan dikurangi, terutama insentif dalam rangka pemulihan ekonomi. Ini akan digantikan dengan insentif yang sifatnya struktural seperti tax holiday," katanya. (DDTCNews/Kontan)
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor mengatakan dalam menyusun target penerimaan PPN dan PPh pada tahun depan, pemerintah telah mempertimbangkan perkembangan ekonomi terkini dan mencermati kemungkinan masih adanya ketidakpastian akibat pandemi Covid-19.
Kenaikan target penerimaan PPN dan penurunan target PPh 2022 disusun menggunakan outlook penerimaan 2021. Pada saat penyusunan outlook penerimaan pajak, perkembangan kasus Covid-19 masih termasuk tinggi. (Kontan)
DJP memperkenalkan fitur baru berupa ‘Portal Layanan’ pada sistem DJP Online. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor mengatakan fitur baru dengan nama 'Portal Layanan' sudah tersedia dan dapat diaktifkan oleh wajib pajak. Fitur tersebut akan menjadi wadah konsolidasi seluruh pelayanan administrasi perpajakan.
"Jadi fitur baru 'Portal Layanan' adalah menu untuk seluruh layanan permohonan administrasi selain lapor dan bayar," katanya. (DDTCNews)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berencana memaparkan upaya pemerintah melakukan reformasi struktural dalam pertemuan negara anggota G-20 ketika Indonesia menjadi presidensi pada 2022.
Sri Mulyani mengatakan Presidensi G-20 menjadi kesempatan yang baik untuk menyampaikan progres reformasi struktural yang dilakukan Indonesia. Reformasi itu misalnya tercermin dari disahkannya UU Cipta Kerja dan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
"Presidensi G-20 akan menjadi forum yang luar biasa bagi kami untuk menunjukkan ekonomi Indonesia, yang tidak hanya mampu melalui Covid-19, tetapi juga melakukan reformasi struktural," katanya. (DDTCNews)
Pemeriksaan bukti permulaan (bukper) oleh PPNS DJP memiliki tujuan dan kedudukan yang sama dengan penyelidikan yang diatur dalam KUHAP.
Penyuluh Pajak Ahli Pertama Direktorat Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak (DJP) Zauki mengatakan penegasan tersebut ada dalam perubahan Pasal 43A UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
“Di pasal tersebut menegaskan pemeriksaan bukti permulaan mempunyai tujuan dan kedudukan yang sama dengan penyelidikan dalam KUHAP. UU HPP ini memberikan kepastian hukum dan penegasan atas Pasal 43A yang sudah diatur dalam UU KUP sebelumnya,” ujarnya. (DDTCNews)
Banyak wajib pajak yang mengalami kendala saat mengunggah (upload) file CSV PPh Pasal 21.
Sejumlah wajib pajak yang bertanya dan melaporkan tentang kendala tersebut kepada contact center DJP, Kring Pajak, melalui Twitter. Kring Pajak meminta wajib pajak melakukan beberapa langkah saat menemui kendala tersebut.
“Mohon maaf atas ketidaknyamanannya ya. Terkait error pada e-filing, dari tim terkait telah menginfokan agar dicoba upload kembali. Jika masih gagal, silakan kirimkan file CSV dan PDF tersebut melalui email [email protected] guna diteruskan kepada tim terkait,” cuit akun @kring_pajak. (DDTCNews) (kaw)