BERITA PAJAK SEPEKAN

Terpopuler: CV Tak Lagi Bisa Pakai PPh Final UMKM dan Hoaks NIK-NPWP

Redaksi DDTCNews | Sabtu, 20 November 2021 | 08:00 WIB
Terpopuler: CV Tak Lagi Bisa Pakai PPh Final UMKM dan Hoaks NIK-NPWP

Ilustrasi Berita Pajak Sepekan.

JAKARTA, DDTCNews - Topik terkait insentif pajak bagi pelaku UMKM kembali ramai diperbincangkan sepekan terakhir. Seperti diketahui, wajib pajak badan UMKM berbentuk CV yang sudah memanfaatkan skema PPh Final UMKM PP 23/2018 sejak tahun 2018 tak bisa lagi memanfaatkan skema tersebut per 2022. 

Serba-serbi terkait ketentuan ini menjadi isu terpopuler yang dibaca pembaca DDTCNews seminggu belakangan. 

Berita paling populer pertama mengabarkan wajib pajak badan berbentuk CV yang baru beralih dari PPh final UMKM ke ketentuan umum tidak perlu mengangsur PPh Pasal 25 pada tahun pajak 2022. Mengapa demikian?

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak (DJP) Neilmaldrin Noor menyampaikan sesuai dengan PMK 215/2018, tahun pajak 2022 merupakan tahun pajak pertama bagi CV menggunakan tarif umum dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Angsuran PPh Pasal 25-nya pun ditetapkan nihil.

"Oleh sebab tahun 2022 merupakan tahun pertama penggunaan tarif umum oleh wajib pajak badan tersebut, maka menurut Pasal 10 PMK 215/2018, angsuran PPh Pasal 25 untuk wajib pajak baru selain wajib pajak baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9 pada tahun pajak berjalan ditetapkan nihil," ujar Neilmaldrin.

Wajib pajak baru yang tercakup pada Pasal 8 PMK 215/2018 adalah wajib pajak bank, wajib pajak masuk bursa, wajib pajak BUMN/BUMD, wajib pajak lainnya, dan wajib pajak orang pribadi pengusaha tertentu.

Adapun wajib pajak yang dimaksud pada Pasal 9 PMK 215/2018 adalah wajib pajak baru dalam rangka penggabungan, peleburan, pengambilalihan usaha, serta pemekaran.

Sebagai konsekuensi dari angsuran PPh Pasal 25 yang ditetapkan nihil, maka wajib pajak badan UMKM berbentuk CV yang baru menggunakan ketentuan umum pada tahun depan juga tidak memiliki kewajiban untuk menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25.

Artikel lengkap mengenai isu di atas, baca "CV Tak Lagi Pakai PPh Final UMKM Per 2022, Angsuran PPh Pasal 25 Nihil".

Berita terpopuler kedua mengabarkan soal hoaks yang banyak beredar yang menyebutkan semua pemilik KTP nantinya wajib membayar pajak seiring terintegrasinya Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Menteri Keuangan Sri Mulyani langsung meluruskan pemahaman yang salah tersebut. Menurutnya, integrasi yang menjadikan NIK sebagai NPWP tidak serta merta menjadikan semua pemegang KTP wajib membayar pajak. 

Menkeu menyampaikan integrasi KTP dan NPWP menjadi bentuk transformasi dan reformasi administrasi perpajakan. Dalam praktiknya, hanya wajib pajak dengan pendapatan di atas threshold penghasilan tidak kena pajak (PTKP) yang harus membayar pajak.

"Seolah-olah semua yang punya NIK harus membayar pajak. Itu salah, sangat salah. Jadi itu hoaks," katanya.

Saat ini, pemerintah tidak mengubah ketentuan PTKP yang senilai Rp54 juta per tahun atau Rp4,5 juta per bulan. Pada wajib pajak orang pribadi memiliki istri yang bekerja dan penghasilannya digabungkan dengan suami, maka terdapat tambahan PTKP sebesar Rp54 juta per tahun.

Sri Mulyani menambahkan ketentuan pajak penghasilan (PPh) orang pribadi juga diubah melalui UU HPP. Pada beleid tersebut, lapisan penghasilan kena pajak sebesar Rp0 hingga Rp60 juta dikenai tarif PPh sebesar 5%.

Artikel lengkapnya, baca "NIK Jadi NPWP, Sri Mulyani: Semua Pemilik KTP Wajib Bayar Pajak Hoaks".

Selain 2 berita di atas, masih banyak berita DDTCNews lainnya yang menarik untuk diulas. Beberapa di antaranya masih berkaitan dengan ketentuan WP UMKM berbentuk CV yang tak lagi bisa memakai skema PPh final pada tahun depan. 

Beberapa artikel populer lainnya tentang program pengungkapan sukarela (PPS) yang tak lama lagi digelar. Berikut, 5 artikel DDTCNews terpopuler pekan ini yang sayang untuk dilewatkan:

1. Tak Bisa Lagi Pakai PPh Final UMKM, CV Masih Punya Insentif Pasal 31E
WP badan UMKM yang tahun depan tidak lagi bisa menggunakan skema PPh final PP 23/2018 masih punya insentif lain yang bisa dimanfaatkan. Mereka masih berkesempatan untuk memanfaatkan fasilitas Pasal 31E UU PPh dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

Dengan demikian, wajib pajak badan dalam negeri dengan omzet hingga Rp50 miliar masih bisa memanfaatkan fasilitas pengurangan tarif sebesar 50% atas penghasilan kena pajak yang merupakan bagian dari peredaran bruto Rp4,8 miliar.

"UU HPP juga menunjukkan keberpihakan terhadap pelaku usaha UMKM baik orang pribadi maupun badan ... Wajib pajak badan UMKM tetap diberikan fasilitas penurunan tarif PPh badan sebesar 50% sebagaimana yang diatur dalam Pasal 31E UU PPh," tulis Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu.

Bila wajib pajak badan memiliki omzet belum melampaui Rp4,8 miliar, maka pengurangan tarif sebesar 50% dapat dimanfaatkan atas seluruh penghasilan kena pajak dari wajib pajak badan. Dengan tarif PPh badan yang saat ini sebesar 22%, maka tarif PPh badan bagi wajib pajak yang memanfaatkan fasilitas Pasal 31E adalah sebesar 11% saja.

2. CV Sudah Tak Bisa Pakai PPh Final UMKM, DJP Terus Beri Bimbingan
DJP mengeklaim telah memberikan persiapan kepada wajib pajak badan UMKM berbentuk CV untuk beralih dari rezim PPh final UMKM menuju skema tarif umum.

Neilmaldrin Noor mengatakan program Business Development Service (BDS) telah dilakukan kanwil dan KPP agar CV dapat bersiap menghitung pajaknya sesuai dengan ketentuan umum pada tahun depan.

"Para AR [account representative] dari masing-masing wajib pajak juga tentu terus mengingatkan wajib pajak bimbingannya melalui cara-cara sesuai kebijakan kantor masing-masing," katanya.

3. Catat! Wajib Pajak Bisa Ikut 'Dobel' PPS dengan Syarat Ini
Wajib pajak bisa mengikuti 2 skema sekaligus pada PPS yang akan berlangsung selama 6 bulan pada tahun depan. Hal ini diatur dalam UU HPP.

Fungsional Penyuluh Pajak dari DJP, Giyarso, mengatakan wajib pajak bisa memanfaatkan skema kebijakan I dan II PPS pada tahun 2022 nanti. Namun, ada syarat yang perlu dipenuhi,

Syarat utama ikut kedua skema tersebut adalah wajib pajak orang pribadi yang memanfaatkan program pengampunan pajak pada 2016.

"Jadi misalnya sudah pernah ikut pengampunan pajak 2016 dan ada harta perolehan 2014 yang belum atau kurang diungkapkan dalam surat pernyataan. Kemudian ada harta perolehan 2017 yang belum dilaporkan dalam SPT itu bisa ikut," katanya.

Masih banyak syarat lainnya. Apa saja? Yuk baca artikel lengkapnya dengan klik tautan judul di atas. 

4. Apa Kaitan Tax Amnesty dengan Program Ungkap Sukarela? Ini Kata DJP
DJP menegaskan kebijakan PPS yang bakal digelar tahun depan berbeda dengan pengampunan pajak yang dilakukan pada 2016 lalu. Namun, kedua kebijakan tersebut saling berkaitan.

Giyarso mengatakan keterkaitan kebijakan PPS dalam UU HPP berlaku pada kebijakan skema pertama. Melalui skema ini, PPS berlaku untuk wajib pajak yang ikut serta dalam program pengampunan pajak 2016.

"Jadi kebijakan PPS ada kaitannya dengan program pengampunan pajak 2016," katanya.

Giyarso menyampaikan wajib pajak yang belum sepenuhnya patuh dalam mengungkapkan harta saat tax amnesty 2016 dan ikut serta dalam kebijakan PPS 2022 dapat terhindar dari pengenaan sanksi administrasi sebesar 200%. Hal ini diatur dalam Pasal 18 ayat (3) UU No.11/2016 tentang Pengampunan Pajak.

Oleh karena itu, skema kebijakan pertama PPS menjadi kesempatan bagi wajib pajak peserta tax amnesty untuk melakukan mengungkapkan harta bersih yang kurang atau tidak dicantumkan dalam surat pernyataan. 

Selain itu, data dan informasi yang tercantum dalam surat pemberitahuan pengungkapan harta tidak dapat dijadikan sebagai dasar melakukan penyelidikan, penyidikan atau sebagai basis melakukan penuntutan pidana terhadap wajib pajak.

5. Catat! Fitur Pelaporan Realisasi Insentif PMK 149/2021 Sudah Tersedia
DJP menyediakan fitur pelaporan realisasi insentif berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 149/2021.

Menu pelaporan realisasi insentif bisa diakses wajib pajak pada menu e-Reporting insentif Covid-19 di DJP Online. Jenis pelaporan yang diperbarui berdasarkan PMK 149/2021 yaitu PPh final DTP, PPh Pasal 21 DTP, pengurangan angsuran PPh Pasal 25, dan PPh final P3TGAI DTP.

"Sebelum menyampaikan pelaporan realisasi pemanfaatan insentif pajak Covid-19, pastikan anda berhak untuk memanfaatkan fasilitas insentif pajak tersebut," tulis keterangan DJP.

Neilmaldrin Noor sebelumnya mengatakan layanan pemanfaatan insentif yang terlebih dahulu dirilis adalah pemberitahuan pemanfaatan pengurangan 50% angsuran PPh Pasal 25.

Selanjutnya, wajib pajak dapat memantau secara berkala menu e-reporting insentif Covid-19 pada sistem DJP Online. Menu pelaporan kemudian sudah tersedia pada Selasa (16/11/2021).

"Kepada para wajib pajak, kami mohon untuk menunggu dan cek secara berkala di menu e-reporting," kata Neilmaldrin beberapa waktu yang lalu. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN
Jumat, 29 Maret 2024 | 15:15 WIB KONSULTASI PAJAK

Beli Rumah Sangat Mewah di KEK Pariwisata Bebas PPh, Perlu SKB?

Jumat, 29 Maret 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jumlah Pemudik Melonjak Tahun ini, Jokowi Minta Warga Mudik Lebih Awal

Jumat, 29 Maret 2024 | 14:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Pengajuan Perubahan Kode KLU Wajib Pajak Bisa Online, Begini Caranya

Jumat, 29 Maret 2024 | 13:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu Pajak Air Tanah dalam UU HKPD?

Jumat, 29 Maret 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Perlakuan PPh atas Imbalan Sehubungan Pencapaian Syarat Tertentu

Jumat, 29 Maret 2024 | 10:30 WIB PERMENKOP UKM 2/2024

Disusun, Pedoman Soal Jasa Akuntan Publik dan KAP dalam Audit Koperasi