MYANMAR

Suu Kyi: Ini Upaya Mengembalikan Myanmar di Bawah Kediktatoran

Dian Kurniati | Senin, 01 Februari 2021 | 18:10 WIB
Suu Kyi: Ini Upaya Mengembalikan Myanmar di Bawah Kediktatoran

Pemimpin Myanmar Aung San Su Kyi. (Foto: Athit Perawongmetha/Reuters/dw.com)

NAYPYIDAW, DDTCNews - Militer Myanmar merebut kekuasaan Myanmar setelah menahan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi beserta anggota senior dari Partai Liga Nasional Demokrasi (National League for Democracy/NLD).

Suu Kyi meminta publik tidak menerima kudeta oleh militer itu dan melakukan protes untuk mendesak mereka. Dia menilai tindakan militer tersebut merupakan upaya untuk mengembalikan Myanmar di bawah kediktatoran.

"Saya mendesak orang-orang untuk tidak menerima ini, dan meresponsnya dengan melakukan memprotes atas kudeta oleh militer," katanya melalui surat yang dirilis NLD, Senin (1/2/2021).

Baca Juga:
Beban Pajak Naik, Operator Telekomunikasi Ini Peringatkan Konsumen

Militer Myanmar merebut kekuasaan dalam kudeta terhadap Suu Kyi yang terpilih demokratis. Militer menilai kubu Suu Kyi melakukan 'kecurangan pemilu', sehingga kini kekuasaan telah diberikan kepada Panglima Militer Min Aung Hlaing dan memberlakukan keadaan darurat selama satu tahun.

Para jenderal mengambil langkah tersebut beberapa jam sebelum parlemen dijadwalkan untuk pertama kalinya sejak kemenangan telak NLD dalam pemilihan 8 November 2021. Semula, rapat di parlemen itu diagendakan sebagai referendum terhadap pemerintahan demokratis baru Suu Kyi.

Saat ini, saluran telepon dan internet di kota-kota utama Myanmar telah terputus, sedangkan TV negara mati. Tentara juga telah mengambil posisi di balai kota di Yangon. Sementara itu, Komisi Pemilihan Myanmar telah membantah tuduhan kecurangan pemilu.

Baca Juga:
Pegawai Pajak Mogok Kerja, Lowongan Dibuka Besar-besaran

Kelompok militer dalam pernyataannya menyebut Komisi Pemilihan gagal menangani keluhan atas daftar pemilih, serta penolakannya untuk menyetujui permintaan untuk menunda rapat parlemen baru telah memicu respons dari kelompok yang menolak hasil pemilu.

"Jika masalah ini tidak diselesaikan, itu akan menghalangi jalan menuju demokrasi dan oleh karena itu harus diselesaikan sesuai dengan hukum," bunyi pernyataan tersebut, dilansir canberratimes.com.au. (Bsi)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN
Jumat, 19 April 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

DPR Minta Pemerintah Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel ke APBN

Jumat, 19 April 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Penghitungan PPh 21 atas Upah Borongan di atas Rp 2,5 Juta per Hari

Jumat, 19 April 2024 | 10:45 WIB RENCANA KERJA PEMERINTAH 2025

Longgarkan Ruang Fiskal, Defisit APBN 2025 Dirancang 2,45-2,8 Persen

Jumat, 19 April 2024 | 10:30 WIB PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

Pemprov Kaltim Atur Ulang Ketentuan Pajak Daerah, Ini Perinciannya

Jumat, 19 April 2024 | 10:00 WIB KEPATUHAN PAJAK

Jelang Deadline, DJP Ingatkan WP Segera Sampaikan SPT Tahunan Badan

Jumat, 19 April 2024 | 09:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Pembentukan Badan Otorita Penerimaan Negara Masuk Draf RKP 2025

Jumat, 19 April 2024 | 09:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Ada Kebijakan DHE, Airlangga Klaim Nilai Tukar Rupiah Masih Terkendali

Jumat, 19 April 2024 | 08:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Begini Imbauan Ditjen Pajak soal Perpanjangan Penyampaian SPT Tahunan

Jumat, 19 April 2024 | 07:30 WIB LITERATUR PAJAK

Sambut Hari Kartini, DDTC Hadirkan Diskon untuk Perempuan Indonesia

Kamis, 18 April 2024 | 18:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Antisipasi Dampak Iran-Israel, Airlangga: Masih Tunggu Perkembangan