Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan keterangan pers usai mengikuti Sidang Kabinet Paripurna di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (8/8/2022). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/wsj.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah mencatat realisasi penerimaan pajak hingga Juli 2022 senilai Rp1.028,5 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan realisasi itu tumbuh 58,8% karena ada sejumlah faktor yang menjadi pendorong penerimaan pada 2022. Menurutnya, pendorong penerimaan pajak tersebut utamanya berasal dari pelaksanaan program pengungkapan sukarela (PPS) dan dampak kenaikan harga komoditas.
"Yang perlu kita waspadai dan monitor sangat detail adalah [setoran pajak karena dampak dari kenaikan] komoditas," katanya, dikutip pada Senin (15/8/2022).
Sri Mulyani mengatakan penyelenggaraan PPS memberikan kontribusi penerimaan pajak senilai Rp61 triliun. Meski demikian, program tersebut telah berakhir pada Juni 2022 dan tidak akan terulang kembali.
Sementara untuk dampak dari kenaikan harga komoditas, telah memberikan kontribusi Rp174,8 triliun terhadap penerimaan pajak. Adapun pada 2021, dampak kenaikan harga komoditas terhadap penerimaan pajak tercatat hanya Rp15,6 triliun.
Dampak kenaikan harga komoditas terhadap penerimaan pajak diperkirakan masih berlanjut walaupun tidak sekuat bulan-bulan sebelumnya.
Sri Mulyani menyebut penerimaan pajak secara bulanan juga mencatatkan pertumbuhan yang baik. Pada Juli 2022 saja, pertumbuhannya mencapai 61,8%, sedikit melambat dari Juni 2022 yang mencapai 80,4% karena pada saat itu ada faktor PPS.
Dia memperkirakan kinerja penerimaan pajak yang positif akan terus berlanjut. Harapannya, penerimaan pajak akan lebih banyak didorong oleh pemulihan ekonomi yang terjadi setelah pandemi Covid-19.
"Di luar itu, kita harap penerimaan pajak yang didukung pemulihan ekonomi akan berjalan lebih baik," ujarnya.
Realisasi penerimaan pajak hingga Juli 2022 tercatat senilai Rp1.028,5 triliun atau setara 69,3% dari target yang tertuang dalam Perpres 98/2022 senilai Rp1.485 triliun. Catatan penerimaan pajak yang positif tersebut sejalan dengan tren pemulihan ekonomi yang terjadi di tengah pandemi Covid-19 walaupun juga disebabkan basis penerimaan yang rendah pada 2021.
Kemudian, pertumbuhan penerimaan pajak terjadi sejalan dengan tren kenaikan harga komoditas global. Selain itu, ada faktor implementasi UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) seperti pelaksanaan program pengungkapan sukarela (PPS), serta pemberian insentif pajak yang dipangkas secara bertahap. (sap)