SEWINDU DDTCNEWS
KONSENSUS PAJAK GLOBAL

Sri Mulyani Ungkap Masih Ada 1 Negara yang Belum Dukung Solusi 2 Pilar

Muhamad Wildan
Rabu, 5 Juni 2024 | 12.51 WIB
Sri Mulyani Ungkap Masih Ada 1 Negara yang Belum Dukung Solusi 2 Pilar

Menteri Keuangan Sri Mulyani (kanan) berjalan bersama Ketua Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo-Gibran Sufmi Dasco Ahmad (kiri) usai melakukan pertemuan tertutup di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (31/5/2024). ANTARA FOTO/Galih Pradipta/foc.

JAKARTA, DDTCNews - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan masih ada 1 yurisdiksi yang belum menyetujui solusi 2 pilar yang diusung oleh OECD, yakni Pilar 1: Unified Approach dan Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE).

Sri Mulyani mengatakan pemerintah akan terus memperhatikan proses negosiasi dan adopsi global atas kedua pilar.

"Ini sudah menjadi perhatian dan diskusi intens di G-20, tinggal 1 negara dan mengenai 2 pilar dalam hal ini dan bagaimana mereka bisa mengadopsi, maka kemudian akan menimbulkan global taxation agreement terutama untuk 2 pilar, yakni minimum taxation dan pajak dari perusahaan multinasional terutama digital," ujar Sri Mulyani dalam rapat bersama Komisi XI, Rabu (5/6/2024).

Untuk diketahui, Pilar 2 adalah landasan bagi yurisdiksi-yurisdiksi untuk menerapkan pajak minimum global dengan tarif efektif sebesar 15%. Oleh karena Pilar 2 adalah common approach, yurisdiksi-yurisdiksi bisa mengadopsi Pilar 2 menggunakan ketentuan domestiknya masing-masing tanpa perlu meratifikasi perjanjian multilateral dengan yurisdiksi lain.

Dengan Pilar 2, perusahaan multinasional dengan pendapatan tahunan hingga €750 juta per tahun harus membayar pajak dengan tarif efektif sebesar 15% di manapun mereka beroperasi.

Jika tarif efektif yang ditanggung perusahaan multinasional pada suatu yurisdiksi ternyata tidak mencapai 15%, yurisdiksi tempat ultimate parent entity (UPE) berlokasi berhak mengenakan top-up tax atas laba yang kurang dipajaki. Pengenaan top-up tax oleh yurisdiksi tempat UPE berlokasi dilakukan berdasarkan income inclusion rule (IIR).

Agar hak untuk mengenakan top-up tax berdasarkan IIR tidak timbul, yurisdiksi sumber berhak untuk terlebih dahulu mengenakan top-up tax atas laba yang kurang dipajaki dengan mengadopsi qualified domestic minimum top-up tax (QDMTT).

Kemenkeu telah berencana untuk menyelesaikan IIR dan QDMTT pada tahun ini melalui peraturan menteri keuangan (PMK).

Terkait dengan Pilar 1, pilar ini nantinya bakal menjadi landasan dari realokasi hak pemajakan menuju yurisdiksi pasar atas penghasilan yang diperoleh perusahaan multinasional.

Yurisdiksi pasar nantinya berhak mendapatkan hak pemajakan atas 25% dari residual profit yang diterima oleh perusahaan multinasional yang tercakup dalam Pilar 1, yakni perusahaan-perusahaan global dengan pendapatan di atas  €20 miliar dan profitabilitas di atas 10%.

Untuk mengimplementasikan Pilar 1, yurisdiksi-yurisdiksi perlu terlebih dahulu menandatangani dan meratifikasi multilateral convention (MLC). Dokumen perjanjian multilateral tersebut rencananya akan ditandatangani pada akhir bulan ini.

Setelah MLC ditandatangani, Pilar 1 baru akan berlaku bila critical mass of jurisdictions telah terpenuhi, yakni ketika 30% negara yang mewakili 60% UPE telah meratifikasi dokumen MLC tersebut. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
Facebook DDTC
Twitter DDTC
Line DDTC
WhatsApp DDTC
LinkedIn DDTC
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.