MENURUT hasil studi kualitatif terhadap pola-pola korupsi di sektor pajak yang dilakukan Indonesia Corruption Watch tahun 2001, salah satu dari pola korupsi pajak adalah transaksi-autogenik dalam bentuk negosiasi pajak.
Pola ini menunjukkan bagaimana praktek korupsi di pajak berjalan saling menguntungkan. Baik bagi wajib pajak maupun petugas pajak. Wajib pajak bisa mendapatkan pengurangan dari kewajiban yang seharusnya. Sementara petugas pajak mendapatkan komisi atas pengurangan kewajiban tersebut.
Hal ini terjadi karena wajib pajak di indonesia belum mengerti arti pentingnya pajak bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Padahal pajak adalah salah satu sumber terpenting bagi pembiayaan pembangunan suatu negara dan kesejahteraan warganya.
Self assessment system merupakan tipe administrasi perpajakan yang mengungkapkan bahwa tipe administrasi perpajakan banyak ditentukan oleh bentuk kerjasama atau tingkat partisipasi Wajib Pajak atau pemotong/pemungut pajak dan respon Wajib Pajak terhadap pengenaan pajak tersebut.
Untuk masyarakat awam yang rendah tingkat pengetahuannya lebih banyak berpikir apatis. Datang ke kantor pajak, bukan karena kesadaran sebagai wajib pajak melainkan hanya untuk membayar denda. Untuk menghitung, menyetor ataupun melaporkan kewajiban. mereka lebih mengandalkan pihak lain yang mengurusnya. Sehingga tanpa sadar, mereka sendiri yang membuka peluang terjadinya praktik korupsi.
Coba kita tengok, Keputusan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara (KEPMENPAN) Nomor 63 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Pelayanan Publik, yang mengharuskan setiap penyelenggaraan pelayanan publik memiliki standar pelayanan yang dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan, termasuk pelayanan di bidang perpajakan. Tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaan pemungutan pajak sebagai pencerminan kewajiban di bidang perpajakan berada pada Wajib Pajak.
Self Assessment system sendiri merupakan sistem pajak yang memberikan wewenang, kepercayaaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus di bayar.
Jadi, dalam hal ini Wajib Pajak lah yang harus aktif dalam melaksanakan kewajiban perpajakan, mulai dari mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak, menghitung, memperhitungkan, membayar serta melaporkan pajaknya dengan menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) nya.
Hal ini lebih di kenal dengan istilah 5M yaitu 1) Mendaftarkan diri di KPP (kantor pelayanan pajak) untuk mendapatkan NPWP, 2) Menghitung sendiri jumlah pajak terutan, 3) Menyetor pajak tersebut ke Bank / Giro Kantor Pos, 4) Melaporkan penyetoran kepada DJP melalui SSP PPh pasal 25, 5) Menetapkan sendiri jumlah pajak yang terutang melalui pengisian SPT dengan baik dan benar.
Pengisian SPT
SPT sendiri merupakan surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak, obyek pajak dan bukan obyek pajak, atau harta dan kewajiban. Dasar hukum untuk melakukan pengisian SPT adalah terdapat dalam pasal 3 ayat 1 dan (1a) UU KUP.
Menurut Undang-Undang No. 16 tahun 2000 KUP perpajakan, SPT dapat dibagi menjadi, SPT Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu masa pajak dan SPT Tahunan adalah surat-surat pemberitahuan untuk suatu tahun pajak atau bagian tahun pajak.
Pengisian SPT Tahunan PPh oleh Wajib pajak yang wajib melakukan pembukuan harus dilengkapi dengan laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi serta keteranganketerangan lain yang diperlukan untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak.
Dalam mengisi SPT harus dengan benar, jelas dan lengkap, sesuai dengan petunjuk yang diberikan berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Pengisian SPT yang tidak benar yang mengakibatkan pajak yang terutang kurang bayar sehingga akan dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan.
Untuk itu diharapkan kesadaran dan kejujuran wajib pajak dalam mengisi SPT serta melaporkannya secara lengkap dan benar tanpa dibuat-buat. dan seandainya terdapat kelebihan jumlah yang dibayar dapat dilakukan pengembalian.
Pengembalian kelebihan pembayaran pajak terjadi apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang, dengan catatan Wajib Pajak tidak punya hutang pajak yang lain.
Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dapat diberikan dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap. Untuk WP masuk kriteria WP Patuh pengembalian kelebihan pembayaran pajak dapat dilakukan paling lambat 3 bulan untuk PPh dan 1 bulan untuk PPN sejak permohonan diterima.
Perlu diketahui pengembalian ini dilakukan tanpa pemeriksaan. WP dapat melakukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak melalui SPT atau dengan mengirimkan surat permohonan kepada Kepala KPP. Apabila DJP terlambat mengembalikan kelebihan pembayaran yang semestinya dilakukan, maka WP berhak menerima bunga 2% per bulan maksimum 24 bulan.*
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.