KEBIJAKAN FISKAL

Soal Insentif Pajak, Ini Penjelasan Wapres Jusuf Kalla

Redaksi DDTCNews | Kamis, 17 Oktober 2019 | 18:49 WIB
Soal Insentif Pajak, Ini Penjelasan Wapres Jusuf Kalla

Wakil Presiden Jusuf Kalla

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah telah merilis berbagai relaksasi kebijakan fiskal – terutama sektor pajak – untuk menarik investasi asing. Kebijakan tersebut perlu didukung sektor lain untuk mencapai hasil optimal.

Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan gelontoran insentif pajak sudah dilakukan pemerintah dalam beberapa tahun terakhir. Namun, hal tersebut belum cukup untuk memikat investor untuk datang dan berusaha di Indonesia.

“Kita harus perhatikan ke depan gimana meningkatkan investasi. Sudah ada tax holiday, tax allowance. Lalu mengapa [investor] China datang ke Vietnam, tidak kesini? Ini perlu ada yang diperbaiki,” katanya dalam acara ‘Dialog 100 Ekonom Bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla’, Kamis (17/10/2019).

Baca Juga:
Imbauan DJPK Soal Transfer ke Daerah pada Gubernur, Sekda, hingga OPD

Dia menuturkan insentif harus ditopang dengan perbaikan dalam aspek lain, seperti sumber daya manusia (SDM). Faktor SDM ini, lanjutnya, akan menjadi pertimbangan pelaku usaha untuk berinvestasi karena menyangkut kapasitas angkatan kerja nasional dalam melakukan tugas sehari-hari.

Selain itu, struktur perekonomian juga secara berharap harus bergerak dari berbasis ekspor komoditas mentah menjadi industri pengolahan. Nilai tambah sektor manufaktur akan menjadi penentu laju pertumbuhan ekonomi ke depannya.

“Kalau sekarang bagaimana kita tidak terhambat karena harga batubara dan sawit turun maka [ekonomi] kita langsung turun,” paparnya.

Baca Juga:
Pemerintah Siapkan Tarif Royalti 0% untuk Proyek Hilirisasi Batu Bara

Selain itu, Jusuf Kalla juga menyampaikan dukungan kebijakan fiskal untuk saat ini relatif terbatas untuk menggenjot kegiatan investasi. Porsi pemerintah paling maksimal adalah 18% untuk anggaran yang diperuntukan bagi belanja modal.

“APBN kita naik tiap tahun tapi persentase untuk belanja modal kecil karena terlalu banyak kewajiban yang tetap. Jadi, bayar utang, bayar subsidi, bayar bansos. Artinya, sisanya hanya 18% buat belanja modal,” imbuhnya. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 25 April 2024 | 17:45 WIB DITJEN PERIMBANGAN KEUANGAN

Imbauan DJPK Soal Transfer ke Daerah pada Gubernur, Sekda, hingga OPD

Kamis, 25 April 2024 | 17:30 WIB KEBIJAKAN ENERGI

Pemerintah Siapkan Tarif Royalti 0% untuk Proyek Hilirisasi Batu Bara

Kamis, 25 April 2024 | 15:30 WIB KEBIJAKAN ENERGI

RI Pasang Target Lebih Ambisius dalam Kurangi Emisi Gas Rumah Kaca

Selasa, 23 April 2024 | 16:00 WIB HARI BUKU SEDUNIA

World Book Day, Ini 3 Ketentuan Fasilitas Perpajakan untuk Buku

BERITA PILIHAN
Kamis, 25 April 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Pegawai Diimbau Cek Kebenaran Pemotongan PPh 21 oleh Pemberi Kerja

Kamis, 25 April 2024 | 18:54 WIB PERMENKOP UKM 2/2024

Level SAK yang Dipakai Koperasi Simpan Pinjam Tidak Boleh Turun

Kamis, 25 April 2024 | 18:30 WIB TIPS PAJAK

Cara Ajukan e-SKTD untuk Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional

Kamis, 25 April 2024 | 18:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Tagihan Listrik dan Air dalam Sewa Ruangan Kena PPN, Begini Aturannya

Kamis, 25 April 2024 | 17:45 WIB DITJEN PERIMBANGAN KEUANGAN

Imbauan DJPK Soal Transfer ke Daerah pada Gubernur, Sekda, hingga OPD

Kamis, 25 April 2024 | 17:30 WIB KEBIJAKAN ENERGI

Pemerintah Siapkan Tarif Royalti 0% untuk Proyek Hilirisasi Batu Bara

Kamis, 25 April 2024 | 16:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

WP Tak Lagi Temukan Menu Sertel di e-Nofa, Perpanjangan Harus di KPP

Kamis, 25 April 2024 | 15:45 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Ingat, Pakai e-Bupot 21/26 Tidak Butuh Installer Lagi Seperti e-SPT