REVISI UU PAJAK PENGHASILAN

Soal Draf RUU PPh, Begini Kata Sri Mulyani

Redaksi DDTCNews | Kamis, 25 Juli 2019 | 14:59 WIB
Soal Draf RUU PPh, Begini Kata Sri Mulyani

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

JAKARTA, DDTCNews—Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan rancang bangun revisi Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) masih sangat prematur, karena memang proses penyusunannya masih dalam tahap awal.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menekankan dengan proses yang masih awal itu, maka draf RUU tersebut belum bisa dipublikasi kepada publik dalam waktu dekat. “[Draf RUU PPh] masih belum. Kita masih sounding dan itu draf yang sangat awal,” katanya di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Kamis (25/7/2109).

Sri Mulyani menambahkan proses penggodokan masih terbatas dilakukan oleh internal Kemenkeu. Dengan demikian, masih terbuka ruang untuk perubahan dari sisi konten baik penambahan atau pengurangan dari aturan yang berlaku saat ini.

Baca Juga:
Hadiri Sidang MK, Sri Mulyani Beri Penjelasan Soal Anggaran Bansos

Menurutnya, tahapan sebelum dirilis kepada publik, pemerintah harus satu suara terkait dengan rencana perubahan beleid tersebut. Itu berarti, harus melalui proses rapat atau sidang pada level kabinet. “[Draft RUU PPh] belum dipresentasikan juga ke kabinet, jadi belum final,” imbuhnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, selain menurunkan tarif menjadi 20%, objek PPh dalam draf revisi UU PPh akan ditambah. Ada beberapa usulan objek baru, salah satunya adalah laba ditahan yang tidak dibagikan dalam bentuk dividen dan tidak dinvestasikan ke dalam sektor riil dalam waktu 2 tahun.

Sejauh ini, pemerintah belum memberikan penjelasan ke publik terkait dengan perincian rencana perubahan UU PPh. Otoritas baru menyampaikan akan memangkas tarif PPh korporasi menjadi 20%, sesuai arahan Presiden Joko Widodo.

Baca Juga:
Sri Mulyani: APBN 2025 Beri Ruang untuk Program Pemerintah Berikutnya

Ketua Bidang Perpajakan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Siddhi Widyaprathama mengatakan isi draf revisi UU PPh yang beredar sejak kemarin masih disanksikan kebenarannya. Menurutnya, pelaku usaha selalu dilibatkan dalam proses pembahasan dengan Kemenkeu.

Kendati demikian, Siddhi menjabarkan salah satu isu yang ramai dibicarakan dari draf tersebut adalah penambahan objek PPh. Aspek tersebut, menurutnya, tidak sejalan dengan relaksasi yang dijalankan oleh pemerintah saat ini.

Salah satunya terkait laba ditahan yang dikenakan pajak bila tidak dipergunakan pelaku usaha selama 2 tahun. Wacana tersebut, menurutnya, akan kontraproduktif bagi dunia usaha karena memunculkan potensi pajak berganda. Pasalnya, laba hasil usaha tersebut sudah terlebih dahulu dikenakan PPh badan. (Bsi)


Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN
Sabtu, 20 April 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN BEA CUKAI

Apa Beda Segel dan Tanda Pengaman Bea Cukai? Simak Penjelasannya

Sabtu, 20 April 2024 | 12:00 WIB KEPATUHAN PAJAK

Minta Perpanjangan Lapor SPT Tahunan? Ingat Ini Agar Tak Kena Sanksi

Sabtu, 20 April 2024 | 11:30 WIB KABUPATEN BULUNGAN

Sukseskan Program Sertifikat Tanah, Pemkab Beri Diskon BPHTB 50 Persen

Sabtu, 20 April 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Faktor-Faktor yang Menentukan Postur APBN Indonesia

Sabtu, 20 April 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Jasa Konstruksi Bangunan bagi Korban Bencana Bebas PPN, Ini Aturannya

Sabtu, 20 April 2024 | 09:30 WIB KEBIJAKAN FISKAL

Jaga Kesinambungan Fiskal 2025, Pemerintah Waspadai Tiga Hal Ini

Sabtu, 20 April 2024 | 09:00 WIB KABUPATEN SUKABUMI

Ada Hadiah Umrah untuk WP Patuh, Jenis Pajaknya akan Diperluas

Sabtu, 20 April 2024 | 08:47 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

SPT yang Berstatus Rugi Bisa Berujung Pemeriksaan oleh Kantor Pajak

Sabtu, 20 April 2024 | 08:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Dorong Pertumbuhan Ekonomi 2025, Insentif Ini Disiapkan untuk Investor