Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Aplikasi e-bupot 21/26 belum memuat fitur penerapan ketentuan tarif lebih tinggi bagi wajib pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Contact center Ditjen Pajak (DJP) menyampaikan hal tersebut saat merespons keluhan salah satu warganet di X. Warganet tersebut menyampaikan munculnya tarif normal (bukan tarif lebih tinggi 20%) saat memasukkan penghitungan PPh Pasal 21 bukan pegawai yang tidak memiliki NPWP.
Menurut Kring Pajak, Pasal 21 ayat (5) dan ayat (5a) UU PPh s.t.d.t.d UU HPP masih memuat ketentuan mengenai pengenaan PPh Pasal 21 dengan tarif yang lebih tinggi terhadap wajib pajak yang tidak memiliki NPWP. Namun, ketentuan pelaksana dari ayat tersebut belum tersedia.
"Pada PP 58/2023, PMK 168/2023, dan PER-2/PJ/2024 belum diatur lebih rinci terkait ketentuan pengenaan tarif lebih tinggi 20% tersebut bagi non-NPWP. Silakan menunggu peraturan pelaksanaan lebih lanjut terbit,” tulis Kring Pajak, Senin (22/1/2024).
Kendati ketentuan pengenaan tarif yang lebih tinggi 20% dalam Pasal 21 UU PPh s.t.d.t.d UU HPP tersebut masih berlaku, e-bupot 21/26 –yang baru saja dirilis otoritas di DJP Online—masih belum memiliki fitur untuk menerapkannya.
“Sampai saat ini dalam e-bupot PPh Pasal 21/26 belum terdapat fitur untuk menerapkan ketentuan pengenaan tarif lebih tinggi 20% tersebut bagi non-NPWP. Silakan menunggu update dari e-bupot PPh Pasal 21/26,” imbuh Kring Pajak.
Sebagai informasi, dalam format bukti pemotongan (bupot) PPh Pasal 21 pada PER-2/PJ/2024, tersedia kolom yang dapat diisi oleh pemotong pajak bila penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 tidak memiliki NPWP.
Kolom tersebut tersedia setidaknya pada 2 jenis bupot, yakni bupot PPh Pasal 21 yang tidak bersifat final atau PPh Pasal 26 (formulir 1721-VI) serta bupot PPh Pasal 21 bulanan (formulir 1721-VIII). Simak ‘Bukti Potong PPh Pasal 21, Apa Itu Formulir 1721-VIII?’.
“Diisi dengan tanda silang (X), dalam hal penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 tidak mempunyai NPWP," tulis DJP dalam panduan pengisian bukti potong sebagaimana yang terlampir dalam PER-2/PJ/2024.
DJP sebelumnya juga menyampaikan dengan implementasi penuh Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai NPWP orang pribadi, bupot nantinya hanya bisa dibuat jika mencantumkan NIK yang valid.
Bila NIK tidak dicantumkan, bukti potong tidak dapat di-generate oleh coretax administration system. Dengan demikian, tidak ada ruang bagi pemotong pajak untuk memotong PPh dengan tarif yang lebih tinggi karena penerima penghasilan tidak memiliki NPWP.
"Terkait dengan pemotongan PPh Pasal 21 dan 23, tidak berlaku kenaikan tarif. Sepanjang NIK valid, bukti potong bisa dibuat. Kalau tidak memberikan NIK, berarti tidak bisa dibuat bukti potong," ujar Ketua Subtim Analis Bisnis 1a Tim Pelaksana PSIAP DJP Andik Tri Sulistyono pada November 2023.
Seperti diketahui, implementasi penuh penggunaan NIK sebagai NPWP atau NPWP 16 digit mundur dari semula 1 Januari 2024 menjadi 1 Juli 2024. Mundurnya jadwal ini seiring dengan diterbitkannya PMK 136/2023 yang mengubah PMK 112/2022. (kaw)