BALIKPAPAN, DDTCNews – Para pengusaha kuliner di Balikpapan harus siap-siap merogoh kocek lebih. Sebab, tak hanya restoran besar, usaha skala menengah dan kecil juga akan dikenakan pajak. Saat ini, pemkot dan legislatif sudah setengah jalan dalam pembahasan aturan baru ini.
Kabid Perencanaan dan Pengendalian Operasional Badan Pengelola Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (BPPDRD) Balikpapan Silvia Rahmadina mengatakan besaran pajak tersebut akan disesuaikan dengan omzet bulanan yang diperoleh.
Dia mengungkapkan hingga 29 Mei 2017, raihan realisasi pajak restoran mencapai Rp 25 miliar atau setara 41% dari target Rp61 miliar. "Kalau berdasarkan target hingga Mei hasil realisasinya bagus. Karena sudah di atas 40%," ujarnya, Rabu (31/5).
Namun, lanjut Silvia, capaian ini belum menyentuh usaha kuliner menengah ke bawah. Padahal bila dilihat secara kasatmata, ada ratusan usaha kuliner, terutama warung tenda yang bisa menghasilkan omzet di atas Rp3,5 juta per bulan.
"Kalau perda yang berlaku sekarang minimal tempatnya punya luas 4 meter persegi dan beromzet Rp42 juta per tahun atau Rp 3,5 juta per bulan dikenakan pajak flat 10%. Jadi, yang di atas Rp3,5 juta sampai Rp10 juta lebih, pajaknya sama," jelasnya.
Hal ini, kata dia, dinilai tidak cukup adil. Sebab, berbeda capaian omzet namun membayar pajak 10%. Itulah yang mengurangi ketaatan dan kesadaran membayar pajak. Sehingga bila diusulkan berdasarkan omzet proporsional, maka pajak yang dikenakan tidak sama dan bisa meringankan beban pengusaha kuliner.
"Kami mengusulkan interval saja. Omzet Rp 3,5 juta - 5 juta per bulan pajaknya 1%-3%. Rp5-10 juta pajaknya 4%-7% dan di atas Rp10 juta pajaknya 10%. Keputusan tunggu rapat di dewan saja menentukan angka pajak per omzet," lanjutnya.
Menurut Silvia, seperti dilansir dari Kaltim.prokal.co, dengan adanya Raperda yang merevisi Perda Pajak Restoran ini diharapkan ada perubahan pada peningkatan kesadaran ketaatan pajak, serta kenaikan realisasi pajak restoran yang bisa mencapai 5%-10%.
"Nanti omzet tetap self assessment (pelaporan omzet atas perhitungan pribadi). Sambil kami juga monitor di lapangan, hitung sendiri, berapa bungkus yang dia jual dikalikan harganya. Kalau hotel tidak berpengaruh, yang berpengaruh langsung ke usaha kuliner menengah ke bawah," tutupnya. (Amu)