RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPh Pasal 4 ayat (2) atas Biaya Listrik yang Kurang Bayar

Hamida Amri Safarina | Jumat, 21 Mei 2021 | 16:20 WIB
Sengketa PPh Pasal 4 ayat (2) atas Biaya Listrik yang Kurang Bayar

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak mengenai pajak penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat (2) atas biaya listrik yang kurang bayar.

Perlu dipahami, wajib pajak memiliki usaha persewaan ruangan beserta fasilitas pendukungnya seperti jaringan listrik, jaringan air bersih, dan jaringan telepon. Adapun fasilitas-fasilitas pendukung tersebut disediakan perusahaan negara. Selain itu, wajib pajak juga menyediakan listrik darurat yang juga menjadi bagian dari fasilitas ruangan.

Otoritas pajak menyatakan pendapatan atas penyediaan fasilitas listrik darurat wajib pajak seharusnya dikategorikan sebagai objek PPh Pasal 4 ayat (2). Oleh karena itu, pendapatan atas fasilitas tersebut seharusnya terutang PPh Pasal 4 ayat (2). Dalam hal ini, wajib pajak belum melakukan pelaporan terhadap pendapatan atas penyediaan fasilitas listrik darurat tersebut dalam Surat Pemberitahuan (SPT).

Baca Juga:
Patuhi MK, Kemenkeu Bersiap Alihkan Pembinaan Pengadilan Pajak ke MA

Sebaliknya, wajib pajak menyatakan tidak setuju dengan dalil-dalil yang diungkapkan otoritas pajak. Dalam persidangan, wajib pajak dapat membuktikan besaran listrik yang ditagih wajib pajak kepada penyewa hanya berdasarkan pada invoice dari perusahaan negara.

Besaran penggunaan listrik penyewa dapat dilakukan pengecekan melalui alat Kwh meter masing-masing penyewa. Ketentuan terkait biaya listrik yang wajib ditanggung penyewa tersebut sudah tercantum dan disepakati dalam perjanjian sewa menyewa antara wajib pajak dengan penyewa.

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan otoritas pajak.

Baca Juga:
Sengketa Koreksi DPP PPN atas Jasa Keagenan Kapal

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan mahkamah Agung atau di sini.

Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat wajib pajak menyewakan ruangan yang dilengkapi dengan fasilitas jaringan listrik, jaringan air bersih, dan jaringan telepon. Terhadap beban pemakaian listrik, air, dan telepon, awalnya penyewa harus membayar wajib pajak. Kemudian wajib pajak menyalurkannya kepada perusahaan negara yang bersangkutan.

Fasilitas-fasilitas pendukung tersebut disediakan perusahaan negara. Setiap bulannya, penyewa akan membayar tagihan listrik, air, dan telepon kepada wajib pajak. Kemudian, wajib pajak menyetorkannya kepada perusahaan yang menyediakan fasilitas tersebut.

Baca Juga:
IKH Online Ubah Ketentuan Perpanjangan Izin Kuasa Hukum Pajak

Adapun pendapatan yang diterima wajib pajak hanya meliputi pendapatan sewa ruangan dan pendapatan atas service charges yang dibayar para penyewa. Biaya atas penyediaan listrik darurat dari wajib pajak sudah termasuk dalam biaya service charge dan telah dilaporkan dalam SPT. Dengan demikian, koreksi yang dilakukan otoritas pajak tidak dapat dipertahankan.

Selanjutnya, terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 61005/PP/M.IB/25/2015 tanggal 22 April 2015, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 3 Agustus 2015.

Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi positif dasar pengenaan pajak (DPP) Pasal 4 ayat (2) senilai Rp346.479.175 yang tidak dipertahankan Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Baca Juga:
Ada IKH Online, Izin Kuasa Hukum Pajak Terbit Paling Lama 8 Hari Kerja

Pendapat Pihak yang Bersengketa
Pemohon PK menyatakan tidak setuju dengan putusan dan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Berdasarkan pada penelitian, Pemohon PK mengetahui Termohon PK memiliki usaha persewaan ruangan beserta fasilitas pendukungnya seperti jaringan listrik, jaringan air bersih, dan jaringan telepon.

Adapun fasilitas-fasilitas pendukung tersebut disediakan perusahaan negara. Selain itu, Termohon PK juga menyediakan listrik darurat yang juga menjadi bagian dari fasilitas ruangan. Dengan begitu, pendapatan yang diperoleh Termohon PK dari para penyewa berasal dari biaya sewa ruangan, biaya fasilitas listrik, serta biaya service charge.

Berkaitan dengan penerimaan sewa ruangan dan service charge diketahui tidak ada sengketa karena telah dilaporkan dalam SPT. Namun, untuk penerimaan atas penyediaan fasilitas listrik, Termohon PK tidak melaporkan seluruh pendapatannya. Terhadap penagihan listrik, Termohon PK tidak hanya mewajibkan penyewa membayar listrik yang disediakan perusahaan negara saja, tetapi juga fasilitas listrik darurat yang diberikannya.

Baca Juga:
Besok Lusa Pakai IKH Online, Ini Dokumen Permohonan yang Dibutuhkan

Menurut Pemohon PK, seharusnya pendapatan atas penyediaan fasilitas listrik darurat dari Termohon PK kepada penyewa dikategorikan sebagai objek PPh Pasal 4 ayat (2). Dengan begitu, terhadap pendapatan atas fasilitas tersebut terutang PPh Pasal 4 ayat (2).

Dalam hal ini, wajib pajak belum melakukan pelaporan terhadap pendapatan atas penyediaan fasilitas listrik darurat tersebut dalam SPT. Koreksi yang dilakukan Pemohon PK sudah sesuai dengan fakta dan peraturan yang berlaku sehingga harus dipertahankan.

Sebaliknya, Termohon PK tidak setuju dengan dalil-dalil yang diungkapkan Pemohon PK. Dalam persidangan, Termohon PK dapat membuktikan besaran listrik yang ditagihnya kepada penyewa hanya berdasarkan pada invoice dari perusahaan negara dan tidak termasuk dari listrik darurat. Besaran penggunaan listrik penyewa juga dapat dilakukan pengecekan melalui alat Kwh meter masing-masing penyewa.

Baca Juga:
Ingat! IKH Online Sudah Bisa Digunakan Mulai 12 April 2024

Ketentuan terkait biaya listrik yang wajib ditanggung penyewa tersebut sudah tercantum dan disepakati dalam perjanjian sewa menyewa antara Termohon PK dengan penyewa. Listrik darurat yang disediakan Termohon PK sudah termasuk dalam biaya service charge dan telah dilaporkan dalam SPT. Koreksi yang dilakukan Pemohon PK seharusnya dibatalkan.

Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan PK, sehingga pajak yang harus dibayar menjadi nihil, sudah benar. Terhadap perkara ini, terdapat dua pendapat Mahkamah Agung sebagai berikut.

Pertama, koreksi positif DPP PPh Pasal 4 ayat (2) masa pajak Desember 2011 senilai Rp346.479.175 tidak dapat dibenarkan. Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil para pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta dan melemahkan bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Baca Juga:
Sengketa atas Koreksi Peredaran Usaha dan HPP

Kedua, dalam perkara a quo, koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak memiliki landasan yang mendasar. Listrik darurat yang disediakan Termohon PK sudah termasuk dalam biaya service charge dan telah dilaporkan dalam SPT. Koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak berdasarkan fakta dan bukti yang valid.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, permohonan PK dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara. (kaw)

(Disclaimer)
Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 24 April 2024 | 16:45 WIB PENGADILAN PAJAK

Patuhi MK, Kemenkeu Bersiap Alihkan Pembinaan Pengadilan Pajak ke MA

Senin, 22 April 2024 | 18:21 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Koreksi DPP PPN atas Jasa Keagenan Kapal

Jumat, 12 April 2024 | 14:30 WIB PENGADILAN PAJAK

IKH Online Ubah Ketentuan Perpanjangan Izin Kuasa Hukum Pajak

Jumat, 12 April 2024 | 08:00 WIB PENGADILAN PAJAK

Ada IKH Online, Izin Kuasa Hukum Pajak Terbit Paling Lama 8 Hari Kerja

BERITA PILIHAN
Jumat, 26 April 2024 | 14:00 WIB KANWIL DJP DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Korporasi Lakukan Tindak Pidana Pajak, Uang Rp 12 Miliar Disita Negara

Jumat, 26 April 2024 | 13:39 WIB PENERIMAAN PAJAK

Efek Harga Komoditas, PPh Badan Terkontraksi 29,8% di Kuartal I/2024

Jumat, 26 April 2024 | 13:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Tinggal 4 Hari, DJP: WP Badan Jangan Sampai Telat Lapor SPT Tahunan

Jumat, 26 April 2024 | 13:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Pengajuan Perpanjangan SPT Tahunan, DJP: Tak Dibatasi Alasan Tertentu

Jumat, 26 April 2024 | 12:00 WIB PROVINSI GORONTALO

Tarif Pajak Daerah Terbaru di Gorontalo, Simak Daftarnya

Jumat, 26 April 2024 | 11:47 WIB KONSULTASI PAJAK

Ada NITKU, NPWP Cabang Tidak Berlaku Lagi?

Jumat, 26 April 2024 | 11:30 WIB KP2KP MUKOMUKO

Petugas Pajak Ingatkan WP soal Kewajiban yang Sering Dilupakan PKP

Jumat, 26 April 2024 | 11:21 WIB KINERJA FISKAL

APBN Catatkan Surplus Rp 8,1 Triliun pada Kuartal I/2024

Jumat, 26 April 2024 | 11:13 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Status PKP Dicabut, Tak Bisa Lapor SPT Masa PPN Normal dan Pembetulan

Jumat, 26 April 2024 | 11:09 WIB PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Secara Neto Kontraksi 8,86 Persen di Kuartal I/2024