RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa mengenai perbedaan interpretasi atas luas tanah yang dikenakan pajak bumi dan bangunan (PBB). Dalam perkara ini, wajib pajak menguasai sebidang tanah berdasarkan pada perjanjian sewa-menyewa yang disepakatinya dengan pemberi sewa.
Perlu diketahui, pemberi sewa memiliki tanah seluas 21.525 m2. Kemudian, berdasarkan pada kesepakatan dengan wajib pajak, hak pengelolaan tanah seluas 4.585 m2 diserahkan kepada wajib pajak.
Wajib pajak menyatakan tanah yang dimanfaatkannya dan terutang PBB ialah seluas 4.585 m2. Sisa lahan yang tidak dimanfaatkan wajib pajak, berupa danau, situ, atau resapan air, digunakan untuk kepentingan publik dan dikuasai negara.
Sebaliknya, otoritas pajak menyatakan tidak setuju dengan pernyataan wajib pajak. Otoritas pajak berpendapat luas tanah wajib pajak yang seharusnya dikenakan PBB ialah sebesar 21.525 m2. Berdasarkan pada pemeriksaan lapangan yang telah dilakukan, dari luas tanah tersebut masih terdapat sebagian yang PBB-nya belum dibayar wajib pajak.
Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk menolak permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan PK yang diajukan oleh Pemohon PK.
Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung Perpajakan DDTC.
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Berdasarkan pada fakta di persidangan, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan tanah yang dikuasai oleh wajib pajak seluas 21.525 m2.
PBB atas sebagian tanah yang dikuasai wajib pajak tersebut masih belum dibayar wajib pajak. Dengan begitu, koreksi yang dilakukan otoritas pajak dapat dipertahankan.
Atas permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk menolak permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 28827/PP/ M.II/18/2011 tertanggal 27 Januari 2011, wajib pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 24 Maret 2011.
Pokok sengketa dalam perkara a quo adalah penetapan atas luas tanah yang dikelola wajib pajak dan dapat dikenakan PBB.
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dalam perkara ini, Pemohon PK menguasai sebidang tanah berdasarkan perjanjian sewa-menyewa yang disepakatinya dengan pemberi sewa.
Akan tetapi, Pemohon PK menyatakan dalam perjanjian tersebut tidak ditegaskan mengenai luas tanah yang dimanfaatkannya. Perjanjian sewa-menyewa hanya mengatur mengenai hak mengelola dan memanfaatkan bidang tanah untuk kegiatan usaha Pemohon PK berupa restoran. Meskipun luas tanah tidak tercantum, baik Pemohon PK maupun pemberi sewa sama-sama tahu batas-batas tanah yang dimanfaatkan Pemohon PK.
Dikarenakan dalam perjanjian sewa menyewa tidak dicantumkan luas tanah yang digunakan Pemohon PK, pemberi sewa menerbitkan surat No. Ket.018/Dir.Pras/II/2007. Surat itu berisi penegasan luas tanah yang dimanfaatkan Pemohon PK yaitu 4.585 m2. Dengan begitu, tanah yang dikenakan PBB juga seluas 4.585 m2.
Luas tanah tersebut telah ditetapkan berdasarkan pada hasil pengukuran oleh tenaga ahli yang independen. Sisa lahan yang tidak dimanfaatkan Pemohon PK, merupakan danau, situ, atau resapan air, digunakan untuk kepentingan publik. Adapun danau, situ, atau resapan air tersebut dikuasai negara.
Selain itu, Pemohon PK juga menyatakan telah ada Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 17326/PP/M.VII/18/2009 terkait dengan kasus yang sama. Putusan tersebut pada intinya mengabulkan sebagian permohonan Pemohon PK dan menyatakan besaran tanah yang dikelola wajib pajak seluas 4.585 m2. Kemudian, Putusan Pengadilan Pajak tersebut juga telah dikuatkan dengan Putusan Mahkamah Agung No. 411/B/PK/PJK/2009.
Sebaliknya, Termohon PK menyatakan tidak setuju dengan pernyataan Pemohon PK. Termohon PK berpendapat tanah Pemohon PK yang seharusnya dikenakan PBB seluas 21.525 m2. Berdasarkan pada pemeriksaan lapangan yang telah dilakukannya, dari luas tanah tersebut, masih terdapat sebagian yang PBB-nya belum dibayar Pemohon PK.
Dengan demikian, Termohon PK menerbitkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) PBB atas tanah yang dimanfaatkan Pemohon PK seluas 21.525 m2. Berdasarkan pada pertimbangan tersebut, Termohon PK berkesimpulan koreksi yang dilakukannya sudah benar dan dapat dipertahankan.
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan menolak permohonan banding tidak dapat dipertahankan. Terdapat 2 pertimbangan Mahkamah Agung dalam memutus sengketa sebagai berikut.
Pertama, penetapan tanah yang dimanfaatkan Pemohon PK seluas 21.525 m2 tidak dapat dipertahankan. Berdasarkan pada penelitian, tanah yang dikelola Pemohon PK seluas 4.585 m2. Sementara area perairan di sekitar tanah yang dikuasai Pemohon PK merupakan resapan air dan tidak dimanfaatkan Pemohon PK.
Kedua, dalam memutus perkara ini, Mahkamah Agung mempertimbangkan putusan terdahulu atas kasus yang sama untuk memberikan konsistensi putusan, yaitu Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 17326/PP/M.VII/18/2009 dan Putusan Mahkamah Agung No. 411/B/PK/PJK/2009.
Kedua putusan tersebut menyatakan luas tanah yang dimanfaatkan Pemohon PK ialah seluas 4.585 m2.
Berdasarkan pada pertimbangan di atas, permohonan PK dinilai cukup beralasan untuk dikabulkan. Dengan demikian, Termohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara. (kaw)