RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pemotongan pajak penghasilan (PPh) Pasal 23 atas sewa kendaraan, jasa software, dan jasa konstruksi.
Otoritas pajak berpendapat terdapat objek PPh Pasal 23 yang belum dipotong oleh wajib pajak sehingga menyebabkan pajak yang kurang dibayar. Adapun objek pajak yang dimaksud ialah sewa kendaraan, jasa software, dan jasa konstruksi.
Sebaliknya, wajib pajak menilai pihaknya tidak melakukan sewa kendaraan untuk proses pengiriman minyak goreng. Kemudian, biaya jasa konstruksi dikeluarkan dalam rangka program corporate social responsibility (CSR).
Dengan begitu, koreksi atas sewa kendaraan dan jasa konstruksi yang dilakukan otoritas pajak tidak dapat dibenarkan. Selain itu, wajib pajak juga berdalil terhadap pemberian jasa software sudah dilakukan pemotongan PPh Pasal 23 secara keseluruhan.
Dalam perkara ini, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan otoritas pajak.
Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan DDTC.
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Terhadap hal ini, Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat koreksi PPh Pasal 23 atas biaya sewa kendaraan, jasa software, dan jasa konstruksi tidak dapat dipertahankan. Terdapat 3 pokok sengketa dalam perkara ini.
Pertama, koreksi atas sewa kendaraan. Sebagai informasi, proses pengiriman produk minyak goreng milik wajib pajak dilakukan dengan bantuan koperasi A. Adapun untuk biaya pengirimannya akan ditanggung terlebih dahulu oleh koperasi A yang kemudian ditagihkan kepada wajib pajak tanpa mendapatkan imbalan jasa.
Selain itu, proses pengiriman minyak goreng juga dilakukan dengan menggunaan kendaraan milik wajib pajak dan bukan sewa dari pihak lain. Oleh karena itu, atas transaksi tersebut bukanlah sewa kendaraan yang dikenakan PPh Pasal 23.
Kedua, koreksi atas jasa software. Majelis Hakim Pengadilan Pajak menilai wajib pajak belum melakukan pemotongan dan pelaporan PPh Pasal 23 secara keseluruhan. Artinya, masih terdapat biaya jasa software yang belum dipotong PPh Pasal 23.
Ketiga, koreksi atas jasa konstruksi. Terkait hal ini, wajib pajak telah mengeluarkan sejumlah dana untuk pembangunan kantor kepala desa. Pembangunan kantor kepala desa tersebut dilakukan dalam rangka program CSR. Dengan demikian, koreksi yang dilakukan otoritas pajak tidak dapat dibenarkan.
Atas permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak No. Put.33469/PP/M.XI/12/2011 tanggal 12 September 2011, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 2 Januari 2012.
Dalam perkara ini terdapat 3 pokok sengketa. Pertama, koreksi positif DPP PPh Pasal 23 atas sewa kendaraan senilai Rp11.406.698. Kedua, koreksi DPP PPh Pasal 23 atas jasa software senilai Rp3.364.224.727. Ketiga, koreksi DPP PPh Pasal 23 atas jasa konstruksi senilai Rp8.400.000.
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dalam perkara ini, Pemohon PK melakukan koreksi berdasarkan pada ekualisasi laporan keuangan yang telah disampaikan Termohon PK kepada Pemohon PK.
Berdasarkan pada hasil ekualisasi tersebut, Pemohon PK menemukan adanya objek PPh Pasal 23 yang belum dipotong oleh Termohon PK sehingga menyebabkan pajak yang kurang dibayar. Terdapat 3 pokok sengketa dalam perkara ini.
Pertama, koreksi positif DPP PPh Pasal 23 atas sewa kendaraan. Dalam perkara ini, untuk proses pengiriman produk minyak goreng, Termohon PK bekerja sama dengan pihak koperasi A. Berdasarkan pada keterangan di persidangan, Termohon PK tidak pernah bertemu dan berhubungan dengan pihak ekspedisi dalam melakukan pengiriman minyak goreng miliknya.
Dengan kata lain, pihak koperasi A bertindak sebagai perantara yang membantu Termohon PK untuk melakukan pengiriman minyak goreng. Menurut Pemohon PK, atas transaksi yang dilakukan Termohon PK dengan koperasi A tersebut seharusnya dikenakan PPh Pasal 23.
Kedua, koreksi DPP PPh Pasal 23 atas jasa software. Terkait dengan hal ini, terdapat penyerahan jasa software senilai Rp3.364.224.727 yang belum dipotong PPh Pasal 23. Sebagai informasi, jasa software tersebut dapat mencakup perawatan, pemeliharaan, dan perbaikan software.
Ketiga, koreksi DPP PPh Pasal 23 atas jasa konstruksi senilai Rp8.400.000. Pemohon PK menyatakan biaya jasa konstruksi senilai Rp8.400.000 diberikan Termohon PK kepada perangkat desa sebagai lawan transaksi untuk pembelian material dan upah pekerja. Menurut Pemohon PK, atas pembayaran jasa konstruksi tersebut harus dikenakan PPh Pasal 23.
Sebaliknya, Termohon PK tidak setuju dengan pendapat Pemohon PK. Termohon PK berdalil pihaknya tidak melakukan sewa kendaraan untuk proses pengiriman minyak goreng. Selain itu, transaksi yang dilakukannya dengan koperasi A juga tidak termasuk jasa perantara.
Dalam konteks ini, pengiriman produk minyak goreng milik Termohon PK memang dilakukan koperasi A. Biaya pengiriman minyak goreng tersebut mulanya ditanggung koperasi A. Kemudian, koperasi A menagihkan biaya pengiriman minyak goreng kepada Termohon PK tanpa tambahan biaya. Oleh karena itu, transaksi yang dilakukan Termohon PK dengan koperasi A bukanlah jasa perantara.
Selanjutnya, mengenai koreksi jasa software, Termohon PK berdalil pihaknya telah melakukan pemotongan PPh Pasal 23 sebagaimana mestinya. Dalam persidangan, Termohon PK juga menguraikan perincian pemotongan dan pembayaran PPh Pasal 23 atas jasa software tersebut.
Sementara itu, terkait dengan biaya jasa konstruksi, Termohon PK menyatakan pembangunan kantor kepala desa dilaksanakan dalam rangka CSR kepada penduduk yang bertempat tinggal di sekitar lokasi usaha Termohon PK. Oleh karena itu, biaya jasa konstruksi tersebut bukan merupakan objek PPh Pasal 23.
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan pajak yang menyatakan mengabulkan sebagian permohonan banding sudah tepat. Terdapat 2 pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.
Pertama, koreksi DPP PPh Pasal 23 atas sewa kendaraan, jasa software, dan jasa konstruksi tidak dapat dibenarkan. Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil para pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
Kedua, dalam perkara a quo, koreksi PPh Pasal 23 atas sewa kendaraan, jasa software, dan jasa konstruksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak dinilai sudah benar dan sesuai dengan fakta serta peraturan yang berlaku.
Berdasarkan pada pertimbangan di atas, permohonan PK dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.