RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Natura Pemberian Tempat Tinggal & Koreksi Biaya Pemeliharaan

Hamida Amri Safarina
Kamis, 01 Juli 2021 | 09.14 WIB
Sengketa Natura Pemberian Tempat Tinggal & Koreksi Biaya Pemeliharaan

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa mengenai pemberian natura berupa tempat tinggal bagi karyawan yang menjadi pengurang penghasilan bruto serta koreksi biaya pemeliharaan sarana dan prasarana.

Otoritas pajak menyatakan wajib pajak telah memberikan imbalan berupa natura kepada karyawannya. Adapun natura yang diberikan berupa fasilitas tempat tinggal karyawan dan perlengkapan tempat tinggal, perbaikan jalan, pembelian alat komunikasi radio untuk petugas keamanan, dan lainnya. Menurut otoritas pajak, imbalan atas natura yang diberikan wajib pajak kepada karyawannya tersebut tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

Selain itu, dalam perkara ini, otoritas pajak juga melakukan koreksi atas biaya pemeliharaan sarana dan prasarana. Koreksi dilakukan karena terdapat perbedaan jumlah biaya sarana dan prasarana yang tercantum dalam pembukuan dengan dokumen rekapitulasi.

Sebaliknya, wajib pajak menyatakan pemberian tempat tinggal dan perlengkapannya serta pemberian sumbangan untuk perbaikan jalan dapat menjadi pengurang penghasilan bruto. Selain itu, wajib pajak berdalil tidak ada perbedaan jumlah biaya pemeliharaan sarana dan prasarana yang tercantum pada pembukuan dan dokumen rekapitulasi. Koreksi yang dilakukan otoritas pajak tidak dapat dipertahankan.

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan mahkamah Agung atau di sini.

Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak meyakini perbaikan tempat tinggal karyawan serta perlengkapannya dan pemberian sumbangan untuk perbaikan jalan dapat menjadi pengurang penghasilan bruto. Selain itu, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menilai koreksi atas biaya pemeliharaan sarana dan prasarana yang dilakukan otoritas pajak tidak dapat dibenarkan.

Dengan demikian, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 39291/PP/M.XIV/15/2012 tertanggal 20 Juli 2012, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 30 Oktober 2012.

Terdapat tiga sengketa dalam perkara ini. Pertama, Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 39291/PP/M.XIV/15/2012 dinilai otoritas pajak cacat hukum. Kedua, koreksi harga pokok penjualan (HPP) berupa biaya pemeliharaan sarana dan prasarana senilai Rp28.957.888.993 untuk tahun pajak 2007. Ketiga, biaya imbalan berupa natura senilai Rp628.217.192 untuk tahun pajak 2007.

Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan tidak setuju dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dalam perkara ini, terdapat tiga pokok sengketa.

Pertama, Pemohon PK menilai Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 39291/PP/M.XIV/15/2012 telah cacat hukum. Sebab, putusan Pengadilan Pajak tersebut diterbitkan melebihi jangka waktu yang telah ditetapkan.

Berdasarkan pada ketentuan Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (UU Pengadilan Pajak), sengketa banding tersebut seharusnya diputus selambat-lambatnya 12 sejak surat banding diterima.

Dalam perkara ini, surat banding sudah diterima Sekretariat Pengadilan Pajak pada 6 Oktober 2010. Artinya, putusan Pengadilan Pajak paling lambat diputus pada 6 Oktober 2010. Namun demikian, Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 39291/PP/M.XIV/15/2012 baru dibacakan dalam sidang terbuka untuk umum pada 20 Juli 2012.

Kedua, koreksi HPP berupa biaya pemeliharaan sarana dan prasarana senilai Rp28.957.888.993. Pemohon PK melakukan koreksi karena terdapat perbedaan jumlah biaya pemeliharaan sarana dan prasarana yang tercantum dalam pembukuan dengan dokumen rekapitulasi biaya. Berkaitan dengan koreksi ini, Termohon PK tidak memberikan bukti-bukti untuk mendukung dalil-dalilnya.

Selain itu, Majelis Hakim Pengadilan Pajak juga tidak melakukan pemeriksaan lebih lanjut atas koreksi biaya pemeliharaan sarana dan prasarana. Pengadilan Pajak hanya memutus sengketa ini berdasarkan asumsi tanpa melalui proses pembuktian yang mumpuni.

Ketiga, biaya imbalan berupa natura senilai Rp628.217.192. Berdasarkan pada hasil uji bukti di persidangan, Termohon PK diketahui telah memberikan imbalan berupa natura kepada karyawannya.

Adapun natura yang diberikan berupa fasilitas tempat tinggal karyawan dan perlengkapan tempat tinggal, perbaikan jalan, pembelian alat komunikasi radio untuk petugas keamanan, dan lainnya. Menurut Pemohon PK, imbalan atas natura yang diberikan Termohon PK kepada karyawannya tersebut tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

Berdasarkan pada uraian di atas, Pemohon PK menyatakan Putusan Pangadilan Pajak diputus tanpa mempertimbangkan fakta, bukti, dan ketentuan yang berlaku. Oleh karena itu, koreksi yang dilakukan Pemohon PK dapat dipertahankan.

Termohon PK menyatakan tidak setuju dengan koreksi yang dilakukan Pemohon PK. Dalam perkara ini, Termohon PK menyatakan putusan Pengadilan Pajak yang dikeluarkan melebihi jangka waktu tidak mengakibatkan suatu putusan menjadi cacat hukum.

Terkait dengan koreksi HPP atas biaya pemeliharaan sarana dan prasarana, Termohon PK berdalil bahwa pihaknya telah memberikan bukti-bukti mengenai koreksi tersebut. Menurutnya, proses pembukuan atas biaya pemeliharaan sarana dan prasarana sudah dilakukan dengan benar dan tidak terdapat perbedaan jumlah biaya pemeliharaan dengan dokumen rekapitulasi.

Selanjutnya, koreksi atas imbalan natura yang dilakukan Pemohon PK tidak benar. Dalam hal ini, Termohon memang telah memberikan imbalan natura dalam bentuk pemberian tempat tinggal beserta perlengkapannya, perbaikan jalan, pembelian radio untuk keamanan, dan lainnya. Adapun natura tersebut diberikan karena lokasi usaha Termohon PK berada ditempat terpencil dan tidak ditemukan adanya tempat tinggal yang dapat disewa.

Adapun natura tersebut diberikan untuk menunjang kegiatan usaha Termohon PK. Dengan demikian, imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang diberikan dalam bentuk natura tersebut dapat menjadi pengurang penghasilan bruto sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (1) huruf (e) UU PPh.

Pertimbangan Mahkamah Agung
Mahkamah Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan sebagian sudah benar dan dapat dipertahankan. Terhadap perkara ini, terdapat dua pertimbangan hukum Mahkamah Agung dalam memutus sengketa.

Pertama, koreksi putusan Pengadilan Pajak yang dinyatakan cacat hukum, koreksi HPP berupa biaya pemeliharaan sarana dan prasarana senilai Rp28.957.888.993, dan biaya imbalan berupa natura senilai Rp628.217.192 tidak dapat dipertahankan.

Setelah meneliti dan menguji kembali dalil para pihak dalam persidangan, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta dan bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Kedua, dalam perkara ini, Mahkamah Agung menilai bahwa putusan Pengadilan Pajak yang dikeluarkan melebihi jangka waktu yang ditetapkan tidak dapat membatalkan putusan. Menurut Mahkamah Agung, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang tidak sesuai dengan fakta dan ketentuan yang berlaku. Dengan kata lain, koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dipertahankan.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, permohonan PK dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.