BERITA PAJAK HARI INI

Produksi SP2DK 2022 Sebanyak 525.683, Ini Kata Ditjen Pajak

Redaksi DDTCNews | Selasa, 12 Desember 2023 | 10:09 WIB
Produksi SP2DK 2022 Sebanyak 525.683, Ini Kata Ditjen Pajak

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Produksi SP2DK dan jumlah wajib pajak yang menerimanya pada 2022 turun signifikan dibandingkan kinerja pada 2021. Nilai LHP2DK yang terbit juga tercatat lebih rendah. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (12/12/2023).

Berdasarkan pada data Laporan Tahunan Ditjen Pajak (DJP) 2022, produksi Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) tahun lalu sebanyak 525.683 surat. Jumlah ini turun sekitar 85,9% dibandingkan dengan produksi pada 2021 sebanyak 3,73 juta surat.

"Penurunan itu disebabkan oleh kebijakan pengawasan yang lebih terfokus pada nilai potensi penerimaan pajak sehingga yang diprioritaskan adalah SP2DK yang berpotensi tinggi untuk dicairkan," ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti.

Baca Juga:
Aturan Bupot PPh 21 Instansi Pemerintah Diubah, Kini Ada Form 1721-A3

DJP mengatakan SP2DK adalah surat yang diterbitkan KPP untuk meminta penjelasan atas data dan/atau keterangan berdasarkan pada penelitian kepatuhan material. Hasil penelitian itu menunjukkan indikasi ketidakpatuhan dan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi.

Selain mengenai produksi SP2DK, ada pula ulasan terkait dengan tata kelola Komite Kepatuhan Wajib Pajak yang dapat mendorong terwujudnya sinergi antarunit untuk menghindari tumpang tindih penanganan wajib pajak.

Berikut ulasan berita perpajakan selengkapnya.

Nilai LHP2DK

Sesuai dengan Laporan Tahunan DJP 2022, jumlah wajib pajak yang menerima SP2DK pada tahun lalu sebanyak 324.408 wajib pajak. Jumlah ini juga mengalami penurunan sekitar 79,5% dibandingkan posisi pada 2021 yang tercatat sebanyak 1,58 juta wajib pajak.

Baca Juga:
Cara Buat Bukti Potong PPh Final atas Hadiah Undian di DJP Online

SP2DK yang selesai—sudah diterbitkan Laporan Hasil Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (LHP2DK) –pada 2022 tercatat sebanyak 404.825 surat. Jumlah ini juga turun 85,9% dibandingkan dengan posisi pada tahun sebelumnya sebanyak 2,87 juta surat.

LHP2DK adalah laporan yang berisi tentang pelaksanaan dan hasil permintaan penjelasan atas data dan/atau keterangan yang memuat simpulan dan usulan/rekomendasi. Pada 2022, ada 248.845 wajib pajak dengan SP2DK selesai, turun 81,5% dari posisi pada 2021 sebanyak 1,35 juta wajib pajak.

Pada Laporan Tahunan DJP 2022 tidak terdapat data nilai SP2DK yang terbit pada 2022. Laporan hanya menjabarkan nilai LHP2DK yang terbit pada 2022, yakni Rp33,22 triliun atau turun sekitar 26,1% dari posisi tahun sebelumnya Rp44,95 triliun. (DDTCNews)

Baca Juga:
Mobil Listrik di IKN Bebas PPN Jika Diproduksi Lokal dan Penuhi TKDN

Penerbitan SP2DK

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat masih ada kantor pelayanan pajak (KPP) di lingkungan DJP yang menerbitkan SP2DK lebih dari satu atas data pemicu dan data penguji yang sama.

Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Kepatuhan Pengawasan Kepatuhan Wajib Pajak Tahun 2021 dan 2022, penerbitan beberapa SP2DK atas data pemicu dan data penguji dilakukan untuk mendukung pencapaian kinerja account representative (AR).

"Menurut penjelasan AR, penerbitan SP2DK untuk wajib pajak sama dan tahun pajak yang sama dapat dilakukan berulang-ulang karena secara aturan dan sistem memang memungkinkan SP2DK diterbitkan per masa atau per jenis pajak. Hal ini dilakukan untuk memenuhi capaian kinerja AR," tulis BPK.

Baca Juga:
Ingat! WP Perlu Sertel Jika Ajukan Keberatan via e-Objection

BPK merekomendasikan kepada menteri keuangan untuk membina kepala KPP dan kepala seksi pengawasan guna mengoptimalkan pengawasan dan pengendalian atas kepatuhan wajib pajak. Kepala KPP juga diminta untuk membina AR. AR diminta untuk lebih cermat dalam mengusulkan penerbitan SP2DK dan LHP2DK. (DDTCNews)

Harmonisasi DSP4

Upaya untuk menghindari tumpang tindih penanganan wajib pajak itu dilakukan melalui harmonisasi Daftar Sasaran Prioritas Pengamanan Penerimaan Pajak (DSP4). Proses penetapan DSP4 diawali dengan penyusunan DSP4 rekomendasi oleh Komite Kepatuhan Wajib Pajak Kantor Pusat.

“[Penyusunan DSP4 rekomendasi itu] berdasarkan sejumlah kriteria yang ditentukan dalam ranah pelayanan, edukasi, pengawasan, pemeriksaan, penilaian, penegakan hukum, dan penagihan,” tulis Ditjen Pajak (DJP) dalam Laporan Tahunan DJP 2022.

Baca Juga:
Ada Cuti Bersama, Pelunasan Utang Pajak dalam SKPKB/STP Boleh Diundur?

Setelah penyusunan DSP4 rekomendasi, Komite Kepatuhan Wajib Pajak Kanwil dan KPP melakukan proses penyesuaian berdasarkan pada pertimbangan kondisi di lapangan. Setelah melalui proses asesmen dan harmonisasi, Komite Kepatuhan Wajib Pajak Kantor Pusat menetapkan DSP4 kolaboratif. Simak ‘DJP Hindari Tumpang Tindih Penanganan Wajib Pajak dengan Ini’. (DDTCNews)

Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement)

Permohonan kesepakatan harga transfer (advance pricing agreement/APA) pada 2022 mengalami kenaikan. Mengutip Laporan Tahunan DJP 2022, pengajuan kasus APA sampai dengan 31 Desember 2022 sebanyak 119. Jumlah ini naik sekitar 26,6% dari posisi sampai dengan 31 Desember 2021 sebanyak 94. Kenaikan terjadi baik pengajuan kasus APA unilateral maupun bilateral.

Dari 119 pengajuan kasus APA itu, 37 di antaranya adalah APA unilateral. Jumlah ini naik 27,5% dari posisi tahun sebelumnya sebanyak 29 APA unilateral. Adapun APA unilateral merupakan kesepakatan yang dibuat antara DJP dan wajib pajak tanpa melibatkan otoritas pajak negara/yurisdiksi mitra.

Baca Juga:
Penjualan Tanah/Bangunan di IKN Bebas PPh PHTB Sepanjang Ada SKB

Selebihnya, sebanyak 82 merupakan APA bilateral. Jumlah ini naik 26,2% dari tahun kinerja pada akhir tahun sebelumnya sebanyak 65 APA bilateral. APA bilateral merupakan kesepakatan antara DJP dan otoritas pajak negara/yurisdiksi mitra terkait transaksi afiliasi wajib pajak di 2 negara/yurisdiksi. Simak ‘Data Ditjen Pajak: Pengajuan Kesepakatan Harga Transfer (APA) Naik’. (DDTCNews)

Pemahaman Pajak Masing-Masing Capres-Cawapres

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti mengatakan capres-cawapres serta tim kampanyenya perlu memahami perkembangan pajak, baik nasional maupun internasional. Alasannya, pemahaman tersebut akan menentukan kebijakan pajak Indonesia pada masa depan.

"DJP berharap para pasangan capres-cawapres dan timnya memiliki pemahaman yang memadai mengenai update perpajakan nasional dan internasional sehingga nantinya kebijakan pajak di Indonesia akan semakin baik," katanya.

Baca Juga:
Soal Progres Penyusunan Roadmap Industri Rokok, Ini Kata Pemerintah

Dwi mengatakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Jumat lalu telah memfasilitasi pertemuan antara ketiga tim paslon dengan pemerintah. Ruang diskusi ini digunakan untuk memberikan pembekalan mengenai APBN dan agenda pembangunan nasional.

"Materi diskusi yang dibahas dengan Kementerian Keuangan antara lain mengenai postur APBN, termasuk pajak," ujarnya. Simak pula ‘Pajak Baru Masuk, Ini Daftar Tema Debat Capres-Cawapres Sejak 2004’. (DDTCNews) (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN