Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Kenaikan tarif PPN dari 11% ke 12% pada tahun depan diperkirakan akan mengerek inflasi sebesar 0,3 poin persen.
Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan dan Pengembangan Usaha BUMN Kemenko Perekonomian Ferry Irawan mengatakan dampak kenaikan tarif PPN terhadap inflasi tidak terlalu besar mengingat mayoritas kebutuhan pokok telah dibebaskan dari PPN.
"Komponen-komponen yang besar bobotnya terhadap inflasi itu hampir semua tidak dikenakan PPN atau dibebaskan," katanya, Selasa (17/12/2024).
Beras selaku komoditas yang berkontribusi besar terhadap inflasi komponen harga pangan bergejolak (volatile food) telah dibebaskan dari pengenaan PPN. Selain itu, tarif listrik selaku kontributor utama dalam komponen harga diatur pemerintah (administered price) juga bebas PPN.
Untuk menekan dampak kenaikan PPN terhadap inflasi, pemerintah juga akan memberikan fasilitas PPN ditanggung pemerintah (DTP) sebesar 1% atas minyak goreng MinyaKita, tepung terigu, dan gula industri.
Sementara itu, diskon tarif listrik sebesar 50% khusus pada Januari dan Februari 2025 juga diberikan kepada pelanggan listrik 2.200 VA atau lebih rendah.
"Kami cocokkan komoditas yang kena PPN dan tidak kena PPN itu seperti apa, lalu kemudian kami bandingkan dengan bobot inflasinya. Itu yang terus kami monitor," ujar Ferry.
Di tempat yang sama, Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono Moegiarso menuturkan bahwa beragam fasilitas-fasilitas tersebut diperlukan untuk mempertahankan daya beli dan pertumbuhan ekonomi.
Mengingat konsumsi rumah tangga berkontribusi sebesar kurang lebih 50% terhadap perekonomian nasional, sambungnya, daya beli masyarakat harus dijaga salah satunya dengan pengendalian inflasi.
"Beberapa [komoditas] yang secara hukum harus naik, tetapi situasinya belum memungkinkan karena akan berdampak pada daya beli dan konsumsi, diganjel dengan DTP tadi. Jadi, ini bukan akal-akalan jangka pendek untuk nyenengin masyarakat," tuturnya. (rig)