Pekerja Pertamina EP Papua Field memeriksa fasilitas pompa angguk di area Lapangan Produksi Migas Klamono di Distrik Klamono, Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat Daya, Selasa (11/6/2024). ANTARA FOTO/ Erlangga Bregas Prakoso/aww/YU
JAKARTA, DDTCNews - Terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 81/2024 turut memperbarui ketentuan penyetoran dan pelaporan penerimaan negara dari usaha hulu migas. Beleid yang sama juga mengatur kembali penghitungan pajak penghasilan (PPh) migas berupa volume minyak bumi dan/atau gas bumi.
Pasal 250 PMK 81/2024 menjelaskan frasa penerimaan negara dari kegiatan hulu migas yang didefinisikan sebagai penerimaan dari hasil kontrak kerja sama (KKS) dari wilayah kerja (WK) pertambangan migas. Penerimaan negara dari hulu migas terdiri dari bagian negara dan PPh migas.
"Bagian negara meliputi lifting yang merupakan hak negara yang berasal dari total lifting migas berdasarkan KKS," bunyi Pasal 251 PMK 81/2024, dikutip pada Selasa (19/11/2024).
Selanjutnya, terhadap lifting migas dilakukan penjualan dan/atau pengiriman, yang terdiri atas lifting yang merupakan hak negara, lifting yang merupakan hak kontraktor, dan lifting yang merupakan hak negara dan kontraktor (joint lifting).
Pajak penghasilan yang wajib dibayarkan dan dilaporkan oleh kontraktor terdiri atas 4 jenis.
Pertama, angsuran pajak dalam tahun berjalan. Kedua, PPh badan yang terutang pada akhir tahun.
Ketiga, PPh atas penghasilan kena pajak setelah dikurangi PPh badan yang dibayar secara bulanan. Dan/atau, keempat, PPh atas penghasilan kena pajak setelah dikurangi PPh badan yang dibayar secara tahunan.
Pasal 254 lantas mengatur bahwa apabila pemerintah membutuhkan minyak bumi dan/atau gas bumi untuk keperluan pemenuhan kebutuhan dalam negeri maka pembayaran PPh dapat berupa volume minyak bumi dan/atau gas bumi dari bagian kontraktor.
Penentuan kebutuhan minyak bumi dan/atau gas bumi untuk keperluan pemenuhan kebutuhan dalam negeri yang digunakan sebagai pembayaran PPh dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang kegiatan usaha migas dan menteri.
Pasal 25 PMK 81/2024 mengatur bahwa besaran PPh dalam bentuk volume miyak bumi dari bagian kontraktor yang harus diserahkan kepada pemerintah dihitung menggunakan harga minyak mentah (Indonesian Crude Price) pada bulan saat PPH terutang.
Besarnya PPh dalam bentuk volume gas bumi dari bagian kontraktor yang harus diserahkan kepada pemerintah dihitung dengan menggunakan rata-rata tertimbang penjualan kontraktor pada bulan saat PPh terutang.
Harga gas bumi yang digunakan untuk menghitung besarnya PPh ditetapkan oleh menteri.
Selanjutnya, hasil penjualan dan/atau pengiriman lifting yang merupakan hak negara disetorkan sebagai bagian negara dalam jumlah penuh (full amount) sesuai Kontrak Kerja Sama dan/atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan, tanpa pengurangan biaya-biaya administrasi. (sap)