PEREKONOMIAN INDONESIA

PMI Manufaktur Naik, Pemerintah Yakin Ada Andil Insentif Pajak

Dian Kurniati
Kamis, 02 Juli 2020 | 11.04 WIB
PMI Manufaktur Naik, Pemerintah Yakin Ada Andil Insentif Pajak

Ilustrasi. Pekerja melakukan uji coba pada mesin pengolah makanan otomatis buatannya sebelum di ekspor ke Australia, Myanmar dan Malaysia di sebuah industri manufaktur sub sektor mesin di Purwantoro, Malang, Jawa Timur, Selasa (23/6/2020). ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto/hp.

JAKARTA, DDTCNews – Data Purchasing Managers Index (PMI) Indonesia yang dirilis oleh IHS Markit menunjukkan adanya perbaikan pada Juni 2020. Indeks naik ke level 39,1 dari sebelumnya 28,6 sehingga ada sinyal perbaikan kinerja industri manufaktur Indonesia.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menilai kenaikan PMI Indonesia disebabkan oleh sejumlah kebijakan pemerintah untuk memulihkan perekonomian setelah pandemi Covid-19, terutama melalui pemberian insentif pajak. Peluang peningkatan PMI juga masih terbuka.

“Kami optimistis kinerja industri manufaktur nasional bisa bangkit kembali ketika nanti sudah beroperasi secara normal sehingga juga dapat memulihkan lebih cepat pertumbuhan ekonomi,” katanya dalam keterangan tertulis, Kamis (2/7/2020).

Dalam laporannya, IHS Markit menyebut perbaikan PMI manufaktur Indonesia pada Juni 2020 disebabkan oleh kelonggaran tindakan pencegahan Covid-19. Pelonggaran itu dinilai cukup membantu memulihkan sektor manufaktur meski tidak cukup untuk membendung penurunan lebih lanjut dalam produksi.

Terlepas dari pelonggaran tersebut, Agus menyebut sejumlah kebijakan pemerintah yang probisnis juga berperan besar menumbuhkan gairah pada sektor industri di dalam negeri. Misalnya, dengan pemberian insentif pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP), pembebasan PPh Pasal 22 impor, diskon 30% angsuran PPh Pasal 25, serta restitusi PPN dipercepat.

Agus menambahkan tumbuhnya industri manufaktur ternyata juga dibarengi oleh memulihnya pola konsumsi masyarakat di era kenormalan baru atau new normal. Dia menyebut perilaku belanja masyarakat juga telah berubah dengan memanfaatkan teknologi digital, termasuk pada sektor industri kecil menengah (IKM).

Dia lantas merujuk data Bank Indonesia yang menunjukkan terjadi lonjakan transaksi perdagangan online sebesar 18,1% menjadi 98,3 juta transaksi pada Maret 2020. Nilai transaksinya meningkat 9,9% menjadi Rp20,7 triliun.

Agus menyebut penjualan secara online telah memudahkan pemasaran hasil industri Indonesia yang sekaligus merevitalisasi IKM menuju industri 4.0. Selain itu, tumbuh pesatnya penjualan online juga menjadi momentum untuk menggulirkan kebangkitan manufaktur Indonesia setelah pandemi Covid-19 melanda sejak tiga bulan terakhir.

Menurut Agus, inisiatif Making Indonesia 4.0 akan mentransformasi seluruh sektor, terutama industri, dengan memanfaatkan teknologi digital. Harapannya, Indonesia mampu masuk dalam 10 besar negara dengan perekonomian terkuat di dunia pada 2030.

“Inisiatif itu sudah masuk ke major project dalam RPJMN 2020–2024. Kami percaya Indonesia memiliki potensi tambahan PDB yang signifikan dari ekonomi digital dengan proyeksi mencapai US$155 miliar pada 2025," ujarnya.

Awalnya, implementasi Making Indonesia 4.0 hanya menitikberatkan pada lima sektor, yakni industri makanan dan minuman, tekstil dan busana, otomotif, kimia, serta elektronik. Namun, Kemenperin berencana menambah dua sektor lagi sebagai pionir, yakni industri farmasi dan alat kesehatan lantaran permintaan produk kedua sektor tersebut saat ini sedang tinggi. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
user-comment-photo-profile
Fatmah Shabrina
baru saja
Kebijakan yang memengaruhi pencapaian seperti ini bisa dikaji untuk diterapkan di sektor lainnya sehingga peningkatan signifikan juga dapat terjadi di berbagai sektor