THAILAND

Perekonomian Terkontraksi 12,2%, Negara Ini Masuk Zona Resesi

Dian Kurniati
Selasa, 18 Agustus 2020 | 14.49 WIB
Perekonomian Terkontraksi 12,2%, Negara Ini Masuk Zona Resesi

Pengunjuk rasa pro-demokrasi menggunakan lampu dari telepon genggam sebagai senter saat mereka menghadiri reli menuntut pemerintah untuk mengundurkan diri, membubarkan parlemen dan mengadakan pemilihan baru berdasarkan konstitusi yang sudah direvisi, dekat Monumen Demokrasi di Bangkok, Thailand, Minggu (16/8/2020). ANTARA FOTO/REUTERS/Athit Perawongmetha/aww/cfo
 

BANGKOK, DDTCNews – Perekonomian Thailand tercatat mengalami kontraksi 12,2% pada kuartal II/2020. Kontraksi ekonomi itu menjadi yang terparah dalam 22 tahun terakhir.

Kantor Dewan Pembangunan Ekonomi dan Sosial Nasional menyampaikan kondisi tersebut sekaligus membuat negara dengan ekonomi terbesar kedua di Asia Tenggara itu masuk dalam jurang resesi akibat pandemi virus Corona, mengikuti jejak Singapura, Filipina, dan Malaysia.

"Produk domestik bruto menyusut 12,2% pada kuartal II/2020 dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Ini merupakan kontraksi terbesar sejak 1998 ketika Thailand membukukan kontraksi 12,5% pada kuartal II karena krisis keuangan Asia,” bunyi keterangan tersebut, dikutip Selasa (18/8/2020).

Kantor Dewan Pembangunan Ekonomi dan Sosial Nasional mengatakan kontraksi pada kuartal II/2020 ini terjadi setelah perekonomian tercatat minus 2,5% pada kuartal I/2020. Dengan demikian, Thailand mengalami resesi secara teknis karena mengalami kontraksi dalam dua kuartal berturut-turut.

Penyusutan ekonomi itu terjadi karena kerajaan menutup semua perbatasan dan menerapkan lockdown untuk menahan penyebaran virus Corona. Pusat perbelanjaan terpaksa tutup selama hampir dua bulan sejak akhir Maret hingga pertengahan Mei 2020.

Saat ini, sebagian besar pembatasan telah dicabut dan pengunjung dari luar negeri, seperti para pebisnis, mulai berdatangan. Namun, perekonomian pada kuartal II/2020 telah terdampak pandemic dengan kondisi paling berat.

Pada kuartal II/2020, ekspor menyusut hingga 28,3% dibandingkan periode yang sama tahun lalu karena pengeluaran oleh bukan penduduk, termasuk wisatawan, dihitung sebagai ekspor jasa. Hal itu juga berkaitan dengan penutupan pintu masuk negara sehingga tidak ada turis yang datang. Ekspor barang juga melemah. Hal ini mencerminkan perlambatan ekonomi global.

Investasi swasta tercatat turun 15,0%. Pelaku usaha memilih menghentikan atau menunda investasi karena khawatir terhadap penurunan permintaan masyarakat. Sementara itu, konsumsi swasta turun 6,6% karena penutupan tempat bisnis dan pemberlakuan jam malam.

Pandemi virus Corona diperkirakan akan memberikan tekanan yang berkepanjangan dan merugikan ekonomi Thailand. Kantor Dewan Pembangunan Ekonomi dan Sosial Nasional memperkirakan kontraksi tahunan sebesar 7,3% hingga 7,8%, dengan median turun 7,5% pada 2020. Hal ini menandai revisi menurun dari proyeksi sebelumnya.

"Proyeksi ini didasarkan pada asumsi idak akan ada gelombang kedua pandemi Covid-19," demikian pernyataan Dewan.

Adapun tahun terburuk bagi perekonomian Thailand adalah pada 1998. Saat itu, Thailand mengalami kontraksi perekonomian hingga 7,6% akibat krisis keuangan Asia.

Otoritas Pariwisata Thailand menyatakan pendapatan dari kunjungan mancanegara pada 2021 diperkirakan akan menyusut menjadi 618 miliar baht (US$ 20 miliar), atau sekitar 32% dari 1,9 triliun baht yang diperoleh pada 2019. Skenario terburuknya adalah pendapatan turun menjadi 298 miliar baht.

Pemerintahan Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha telah meluncurkan paket stimulus ekonomi utama, termasuk pemberian uang tunai kepada pekerja informal dan wisatawan domestik. Prayuth juga merombak kabinet di bidang ekonomi yang ditugaskan memulihkan perekonomian Thailand dari tekanan pandemi.

Wakil Perdana Menteri sekaligus Menteri Energi Supattanapong Punmeechaow dan Menteri Keuangan Predee Daochai adalah anggota kunci dari tim pemulihan ekonomi Thailand. Keduanya termasuk di antara menteri baru yang membacakan sumpah di hadapan Raja Maha Vajiralongkorn pada pekan lalu.

Dilansir dari Asia.Nikkei.com, pemulihan ekonomi Thailand menjadi tugas mendesak bagi pemerintahan Prayuth. Masyarakat merasa tidak puas terhadap rezim pemerintahan tersebut hingga memicu demonstrasi dari kalangan mahasiswa pada akhir pekan lalu. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.