Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak Kementerian Keuangan Yon Arsal dan sejumlah narasumber lain di acara Media Gathering DJP.
DENPASAR, DDTCNews - Pemerintah tengah merancang ketentuan mengenai investasi pada surat berharga negara (SBN), sektor SDA, dan sektor energi baru terbarukan untuk pelaksanaan program pengungkapan sukarela (PPS).
Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak Kementerian Keuangan Yon Arsal mengatakan Ditjen Pajak (DJP) mulai menjalin komunikasi dengan Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) untuk merancang desain SBN yang tepat.
Tak hanya dengan DJPPR, DJP juga sedang berdiskusi dengan kementerian terkait untuk memerinci kegiatan usaha sektor SDA dan sektor energi terbarukan untuk PPS.
"Kita dengan kementerian terkait juga berdiskusi mengenai hilirisasi. Jadi tidak hanya SBN di sana [PPS]. Nanti jenis industri dan renewable energy-nya apa itu sedang didiskusikan," ujar Yon dalam Media Gathering DJP yang diselenggarakan di KPP Madya Denpasar, Rabu (3/11/2021).
Yon mengatakan diskusi dengan kementerian terkait diperlukan agar investasi yang timbul berkat program PPS bisa selaras dengan strategi energi nasional dan kebijakan ke depan.
Seperti diketahui, UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) menetapkan 2 kebijakan PPS yakni PPS bagi wajib pajak peserta tax amnesty (kebijakan I) dan bagi wajib pajak orang pribadi atas aset yang diperoleh pada tahun pajak 2016 hingga 2020 (kebijakan II).
Pada kebijakan I, PPh final dengan tarif hanya sebesar 6% dikenakan bila wajib pajak merepatriasi harta dari luar negeri atau mendeklarasikan hartanya di dalam negeri dan menginvestasikannya ke SBN, sektor pengolahan SDA, dan sektor energi terbarukan.
Pada kebijakan II PPS, tarif PPh final sebesar 12% dikenakan atas wajib pajak orang pribadi yang melakukan repatriasi aset dari luar negeri atau mendeklarasikan harta di dalam negeri dan diinvestasikan pada SBN, sektor pengolahan SDA, dan sektor energi terbarukan.
Kebijakan I dan kebijakan II PPS akan digelar oleh DJP pada 1 Januari hingga 30 Juni 2022. (sap)