Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah menyatakan penerapan prinsip ultimum remedium yang diatur pada tahap penyidikan pajak.
Laporan APBN Kita edisi Juni 2023 menyatakan di dalam penyidikan juga diatur tentang penyelesaian melalui pembayaran. Penerapan prinsip ultimum remedium telah diatur masuk dalam Pasal 44A dan Pasal 44B UU KUP s.t.d.t.d UU HPP.
"Ini mengingat tujuan pajak yang utama adalah penerimaan negara," bunyi laporan APBN Kita, dikutip pada Sabtu (1/7/2023).
Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan menjadi serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
Pada tahapan ini, wajib pajak dapat meminta penghentian penyidikan dengan membayar pokok pajak ditambah sanksi administratif dengan besaran tertentu. Pada sanksi terkait dengan Pasal 38 UU KUP s.t.d.t.d UU HPP adalah berupa denda sebesar 1 kali jumlah kerugian pada pendapatan negara.
Kemudian, untuk sanksi terkait dengan Pasal 39 berupa denda sebesar 3 kali jumlah kerugian pada pendapatan negara. Sementara untuk sanksi terkait dengan Pasal 39A berupa denda 4 kali dari jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak.
Jika pembayaran sudah dilakukan, jaksa agung atas permintaan menteri keuangan dapat menghentikan penyidikan.
"Pemidanaan hanyalah upaya terakhir ketika upaya administratif tidak dapat diselesaikan (prinsip ultimum remedium)," bunyi laporan tersebut. (sap)