JAKARTA, DDTCNews – Baru-baru ini, Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan yang memberikan perluasan makna kuasa wajib pajak. Rancangan Undang-Undang (RUU) Konsultan Pajak pun dikabarkan akan menyesuaikan dengan putusan MK tersebut.
Anggota Komisi XI DPR RI M. Misbakhun mengatakan selain RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang pembahasannya diperpanjang oleh DPR, RUU Konsultan Pajak juga sepatutnya mendapat atensi khusus.
RUU Konsultan Pajak yang saat ini masih dalam tahap harmonisasi Badan Legislasi (Baleg) dianggap menjadi bagian penting dalam upaya perbaikan sistem perpajakan nasional.
"Peran konsultan pajak harus diatur dalam UU sebagai profesi yang harus memiliki keahlian, ilmu pengetahuan dan sertifikasi tersendiri. Hal ini sama dengan profesi lain yang diatur dalam UU. Misalnya UU Arsitek, UU Polri, UU TNI, UU ASN, UU Notaris, UU Guru dan Dosen, dan masih banyak UU profesi lain," kata Misbakhun, Rabu (2/5).
Politisi Partai Golkar itu tidak memungkiri sistem perpajakan merupakan suatu hal yang kompleks. Karena itu, penting bagi konsultan pajak mendapat payung hukum setara dengan UU.
"Idealnya jumlah konsultan harus di atas 60 juta. Jepang memiliki 66.000 pegawai pajak dan 74.000 konsultan pajak dengan jumlah penduduk yang lebih kecil," terangnya.
Dia menyebutkan, berdasarkan data Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), saat ini di seluruh Indonesia hanya ada 4.500 konsultan pajak. Menurut Misbakhun, jumlah itu sangat kecil untuk menopang kinerja Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak di Indonesia yang berpenduduk lebih dari 250 juta jiwa.
Terlebih saat ini, isu soal pengelakan dan penghindaran pajak sudah menjadi persoalan global. Belum lagi ditambah kerja sama lintas negara/yurisdiksi untuk menanggulangi hal tersebut seperti proyek penggerusan basis pajak dan pengalihan laba/Base Erotion and Profit Shifting dari OECD. Persoalan dan tantangan itu jelas memerlukan sumber daya manusia yang kompeten baik dari sisi jumlah maupun kualitas.
"Tuntutan atas profesionalisme tersebut pada dasarnya sejalan dengan era perdagangan bebas yang menuntut negara-negara anggota WTO (World Trade Organization) untuk membuka pasar domestiknya," tutupnya. (Amu)