Wisnu Saka Saputra,
PEMBANGUNAN berkelanjutan telah menjadi agenda global yang mendesak di tengah meningkatnya kepedulian terhadap perubahan iklim dan degradasi lingkungan.
Para ilmuwan memprediksi suhu di bumi akan menembus ambang batas 1,5 derajat Celcius hingga 2027. Artinya, bumi akan menjadi 1,5 derajat Celcius lebih panas dibandingkan paruh kedua abad ke-19, sebelum emisi bahan bakar fosil dan industrialisasi meningkat (BBC, 2023).
International Energy Agency (IEA) melaporkan produksi CO2 dunia mencapai rekor tertinggi pada 2022. Volume emisi gas pemanasan global dampak produksi energi naik 0,9% sehingga mencapai 36,8 giga ton (Gt). Menurut National Aeronautics and Space Administration (NASA), besarnya 1 Gt setara dengan sekitar 10.000 kapal induk bermuatan penuh.
Ternyata, Indonesia turut memengaruhi perubahan lingkungan global akibat emisi karbon. Indonesia menempati urutan kelima negara penghasil emisi karbon kumulatif terbanyak di dunia. Emisinya mencapai 102,562 GtCO2 (Carbon Brief, 2021).
Sektor industri mempunyai kontributor terbesar terhadap perubahan iklim dan kerusakan lingkungan. Oleh karena itu, adanya transformasi menuju industri hijau adalah suatu keharusan yang mendesak. Dengan konsep industri hijau, fokusnya adalah ekonomi yang lebih berkelanjutan secara lingkungan.
Untuk mendukung transformasi tersebut, instrumen kebijakan fiskal – termasuk pajak – bisa dipakai. Penerapan pajak karbon, green tax, tax holiday, dan tax allowance bisa menjadi sejumlah opsi instrumen untuk memotivasi perubahan positif menuju pembangunan berkelanjutan.
ADAPUN pajak karbon merupakan pajak yang dikenakan terhadap pemakaian bahan bakar berdasarkan pada kadar karbonnya. Pengenaan pajak karbon di Indonesia telah masuk sebagai salah satu kebijakan dalam Undang-Undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Sesuai dengan UU HPP, tarif paling rendah pajak karbon adalah Rp30 per kilogram CO2 ekuivalen (CO2e). Indonesia menggunakan skema cap and tax, yaitu skema gabungan antara cap and trade serta tax. Skema ini dijadikan sebagai insentif untuk melakukan perdagangan karbon, tetapi menjadi penalti jika industri tidak memenuhi kewajiban batas emisinya.
Pemerintah tidak menerapkan pajak karbon untuk semua sektor penghasil emisi. Pengenaan pajak karbon dilakukan secara bertahap untuk sektor-sektor tertentu. Rencananya, sektor yang pertama kali terkena pajak karbon adalah PLTU batu bara.Â
Pajak karbon akan mendukung pembangunan berkelanjutan sekaligus menjadi sumber pendapatan baru. Dalam konteks studi di Australia oleh John Humphreys (2007) dalam Exploring a Carbon Tax for Australia, pajak karbon A$15 per ton akan meningkat pendapatan pemerintah sekitar A$6,5 miliar. Pengenaan A$30 per ton akan menghasilkan pendapatan pemerintah sebesar A$13 miliar.
Berbeda dengan pajak karbon, green tax memiliki cakupan yang lebih luas. Tidak hanya melihat dampak emisi gas rumah kaca, green tax juga muncul karena pencemaran air, limbah berbahaya, penggundulan hutan, dan masalah lingkungan lainnya.
Penerapan green tax di China bisa menjadi salah satu contoh jika ingin mengimplementasikan pada sejumlah provinsi. Beberapa temuan empiris menyebutkan konsistensi penerapan peraturan lingkungan dapat membawa pertumbuhan ekonomi sekaligus peningkatan kualitas lingkungan (Rahmawati, 2019).
Terdapat 2 wacana umum mengenai green tax, yaitu konsep penerapan pajak lingkungan dan pemberian kredit pajak. Dengan konsep penerapan pajak lingkungan, setiap perusahaan yang memperparah kondisi lingkungan akan dikenakan pungutan wajib (the polluter pays principle).
Sementara itu, konsep pemberian kredit pajak sangat efektif di Amerika Serikat yang mempunyai kesadaran tinggi dari masyarakatnya. Contoh, pengusaha yang membeli mobil hibrida atau kendaraan listrik diberi kredit pajak lebih, misalnya 30% dari harga mobil dengan batasan maksimal pengurangan 10 juta. Contoh lain, konsumen air conditioner (AC) non-CFC diberikan pengurangan pajak sebesar 10% dari harga AC (Pratiwi dan Setyawan, 2014).
PILIHAN selanjutnya adalah pemberian insentif tax holiday dan tax allowance kepada industri yang produktif dalam penjagaan kelestarian lingkungan. Pemberian tax allowance dan tax holiday kepada industri hijau dapat merangsang investasi dalam teknologi dan inovasi berkelanjutan.
Pemerintah harus selektif dalam pemberian insentif tax holiday dan tax allowance kepada investor. Pemerintah seharusnya bukan hanya melihat aspek break even point (BEP) dan internal rate of return (IRR), melainkan juga eksternalitas yang ditimbulkan dari industri tersebut. Dengan demikian, pemberian insentif pajak tersebut memacu pertumbuhan investasi industri hijau.
Berdasarkan pada penelitian Dzulfan H, dkk (2022), penghitungan insentif tax allowance dan tax holiday berimplikasi terhadap penghematan kas perusahaan hingga 100%. Insentif tersebut telah diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 130/PMK.010/2020.
Pemberian insentif terhadap industri hijau harus memperhatikan revenue productivity dan standar industri hijau (SIH) yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian. Pemberian insentif tetap harus dilakukan dengan selektif.
Dalam prinsip ekonomi dikenal dengan prinsip individual responds to incentive atau setiap orang melakukan sesuatu karena adanya dorongan atau insentif. Pemberian insentif pajak seperti green tax, pajak karbon, tax allowance, dan tax holiday memiliki peran sentral dalam mendorong pembangunan berkelanjutan menuju visi green constitution.
Green constitution yang merupakan gagasan Prof Jimly Asshiddiqie juga dapat menjadi panduan hukum sekaligus simbol komitmen Indonesia terhadap pembangunan berkelanjutan.
Dengan pemberian insentif pajak yang bijaksana, Indonesia dapat membentuk iklim bisnis yang berkelanjutan dan memberikan dampak positif pada lingkungan. Pada saat bersamaan, pemerintah juga menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan perlindungan lingkungan bagi generasi mendatang.
*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis DDTCNews 2023. Lomba diselenggarakan sebagai bagian dari perayaan HUT ke-16 DDTC. Anda dapat membaca artikel lain yang berhak memperebutkan total hadiah Rp57 juta di sini.
Â