DESENTRALISASI FISKAL

Kemandirian Fiskal Pengaruhi Perhitungan Dana Insentif Daerah

Nora Galuh Candra Asmarani
Kamis, 24 Oktober 2019 | 11.58 WIB
Kemandirian Fiskal Pengaruhi Perhitungan Dana Insentif Daerah

Ilustrasi gedung Kemenkeu. 

JAKARTA, DDTCNews – Kesehatan fiskal dan pengelolaan keuangan daerah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perhitungan alokasi dana insentif daerah (DID) bagi pemerintah daerah.

Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor (PMK) 141/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan Dana Insentif Daerah. Beleid yang diundangkan pada 14 Oktober 2019 ini juga secara bersamaan mencabut ketentuan mengenai DID dalam PMK No.50/PMK.07/2017.

“Untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas penganggaran, pengalokasian, penyaluran, dan penggunaan DID, perlu mengatur kembali ketentuan mengenai pengelolaan DID,” demikian bunyi penggalan pertimbangan dalam beleid tersebut.

DID sendiri merupakan bagian dari dana transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) yang diberikan kepada daerah tertentu sebagai penghargaan atas pencapaian kinerja di bidang tata kelola keuangan daerah, pelayanan umum, pelayanan dasar publik, dan kesejahteraan masyarakat.

Ditjen Perimbangan Keuangan melakukan penghitungan alokasi DID berdasarkan pagu indikatif DID dan kebijakan pemerintah. Perhitungan berdasarkan pada dua aspek, yaitu kriteria utama dan kategori kinerja.

Kriteria utama merupakan kriteria yang harus dimiliki oleh suatu daerah sebagai penentu kelayakan penerima DID. Kriteria ini terdiri atas opini Badan Pemeriksa Keuangan atas laporan keuangan pemerintah daerah yang menunjukkan hasil wajar tanpa pengecualian (WTP).

Selain itu, masih dalam kelompok kriteria utama, ada penetapan peraturan daerah mengenai APBD yang tepat waktu, serta pelaksanaan e-government atau ketersediaan pelayanan terpadu satu pintu (PTSP).

Sementara, kategori kinerja diklasifikasikan kembali menjadi 9 kategori, salah satunya kategori kesehatan fiskal dan pengelolaan keuangan daerah. Kategori ini terdiri atas kemandirian daerah yang didasarkan pada pajak daerah, retribusi daerah, atau produk domestik regional bruto.

Selanjutnya, ada pula efektivitas pengelolaan belanja daerah yang meliputi kualitas belanja modal untuk pendidikan, kualitas belanja modal untuk kesehatan, atau realisasi belanja daerah. Kemudian, ada pembiayaan kreatif dan kepatuhan daerah yang meliputi mandatory spending dan ketepatan waktu pelaporan.

Adapun mandatory spending merupakan anggaran yang diwajibkan dalam peraturan perundang-undangan. Anggaran ini meliputi pemenuhan anggaran atas belanja pendidikan, belanja kesehatan, alokasi dana desa dan belanja infrastruktur

Seluruh anggaran tersebut harus termuat dalam APBD sesuai dengan persentase yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Sementara itu, yang dimaksud dengan ketepatan waktu pelaporan meliputi ketepatan waktu penyampaian laporan peraturan paerah mengenai APBD sebelum tanggal 31 Januari tahun bersangkutan.

Ketepatan penyampaian laporan realisasi semester I tahun anggaran berjalan paling lambat tanggal 30 Juli tahun bersangkutan, dan ketepatan waktu penyampaian laporan pertanggungjawaban APBD paling lambat tanggal 31 Agustus tahun berikutnya.

Adapun 8 kategori lainnya antara lain pelayanan dasar publik bidang pendidikan, pelayanan dasar publik bidang kesehatan, pelayanan dasar publik bidang infrastruktur, pelayanan umum pemerintahan, kesejahteraan masyarakat, peningkatan investasi, peningkatan ekspor, dan/ atau pengelolaan sampah. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.