JAKARTA, DDTCNews – Awal pekan ini, Senin (17/9), kabar datang dari pengusaha yang meminta pemerintah meninjau ulang kenaikan tarif pajak penghasilan (PPh) 22 impor yang baru saja berjalan ini. Pengusaha menilai sejumlah barang industri masuk ke dalam daftar 1.147 produk yang dikenakan tarif baru.
Kabar selanjutnya masih dari pengusaha yang semakin mendesak pemerintah agar menerbitkan sejumlah insentif fiskal berupa insentif pajak. Pengusaha menilai insentif pajak sangat diperlukan bagi dunia usaha agar ekonomi nasional tidak tertekan dengan kebijakan moneter ketat.
Selain itu, kabar juga datang dari pemerintah yang akan mengkaji belanja pajak (tax expenditure/TE) yang akan lebih fokus kepada sektor PPh. Pasalnya selama ini TE lebih fokus kepada sektor pajak pertambahan nilai (PPN).
Berikut ringkasannya:
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan P. Roeslani mengatakan ada 200 komoditas industri yang masuk ke dalam daftar barang yang dikenakan tarif baru. Namun sayangnya dia enggan menyebutkan barang jenis apa saja yang dianggapnya sebagai barang modal dasar industri. Kabarnya dia tengah mengkaji 200 barang yang disebutnya untuk menjadi review yang bisa ditunjukkan ke pemerintah.
Ketua Bidang Perpajakan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Siddhi Widya Pratama mengatakan pemerintah dapat menerbitkan tambahan insentif PPh bagi pengusaha yang melakukan ekspor, bahkan layanan perizinan dan kepabeanan juga perlu dilakukan. Dia menyebutkan pemerintah juga perlu menunda megaproyek infrastruktur sehingga di kala tekanan eksternal meningkat dan efek ke kebijakan moneter ketat, pengeluaran dalam negeri bisa diatur kembali. Jika pengeluaran terus naik, penerimaan negara juga terus naik, sehingga akan membuat tekanan perpajakan ke pengusaha.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara mengatakan perkembangan tantangan di sektor perekonomian, pemerintah sedang melakukan kajian lebih presisi guna meningkatkan kualitas TE PPh. Menurutnya pemerintah akan memperbaiki hal ini, namun sejauh ini dia baru memprediksi perbaikan itu bisa mencapai 1,1% tehadap produk domestik bruto (PDB).
Dirjen Pajak Robert Pakpahan menegaskan insentif devisa hasil ekspor (DHE) kurang diminati oleh eksportir. Menurutnya otoritas pajak akan mengevaluasi aturan itu karena ada beberapa hal yang perlu diperbaiki untuk menarik minat eksportir. Salah satunya seperti perpanjangan deposito yang fasilitas pajaknya tidak otomatis diperpanjang, dan berbagai aspek lain yang kurang diminati akan diperbaiki. (Amu)