JAKARTA, DDTCNews – Isu tarif cukai rokok yang saat ini sedang ramai di berbagai media ternyata baru sebatas perkiraan saja. Pasalnya, hingga kini pemerintah pun masih belum bisa memastikan persentase kenaikannya.
Ditjen Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan Heru Pambudi mengatakan harga rokok di Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan beberapa negara maju seperti Jepang dan Singapura. Perhitungan itu dikalkulasikan berdasar pendapatan dan daya beli masyarakat.
"Harga rokok di Indonesia termasuk harga terendah di dunia. Tapi, harga rokok kita termasuk tertinggi jika ditinjau dari sisi pendapatan dan daya beli masyarakat, sesuai PDB per kapita per harinya," ujarnya di Jakarta, Senin (22/8).
Ia menambahkan, perbandingan harga rokok Indonesia sebesar 0,8% dari PDB per kapita per hari, sedangkan di Jepang hanya sekitar 0,2% dari PDB per kapita per hari. Dari perbandingan kalkulasi tersebut, terbukti bahwa harga rokok di Indonesia lebih tinggi walaupun dalam nominal memang cukup rendah.
Selain itu, kabar mengenai harga rokok yang mencapai Rp50 ribu per bungkus masih belum bisa dinyatakan pasti. Tim perumus kebijakan cukai rokok tengah mempertimbangkan beberapa aspek yang akan terjadi, baik dampak positif maupun dampak negatif.
Aspek yang menjadi pertimbangan pemerintah dalam merumuskan kebijakan tarif cukai, meliputi kesehatan, target penerimaan cukai sebagai penerimaan negara, melemahnya produsen, dan lapangan kerja. Hal tersebutlah yang menjadi dasar pemerintah merumuskan kebijakan tarif cukai rokok.
"Aspek kesehatan merupakan faktor utama kami dalam merumuskan kebijakan cukai rokok, walaupun aspek lainnya pun penting, namun aspek kesehatan yang akan kami prioritaskan," tegasnya.
Ia mengharapkan dengan peningkatan cukai rokok yang akan dilakukan oleh pemerintah dalam waktu dekat, mampu mencapai target yang ditetapkan dalam rumusan kebijakan cukai dan mampu meminimalisir dampak negatif yang akan terjadi. (Amu)